Kita mungkin lebih sering sakit jiwa daripada sakit jasmani. Berbagai penyakit jiwa itu diantaranya; penyakit sombong, dengki, amarah yang berlebihan, riya, dusta, bakhil, cemas dan gelisah, sedih yang berkepanjangan, pola hidup boros, serakah, cinta dunia, dan takut mati. Sedangkan menurut Ibn al-Qayyim al-Jauziyah, penyakit jiwa yang paling berbahaya adalah syirik (menyekutukan Allah), tidak mengindahkan perintah agama, dan menolak kebenaran.
Manakala penyakit-penyakit jiwa ini menggerogoti diri kita terus-menerus. Maka hidup kita akan selalu gelisah, menderita melihat orang lain bahagia, cenderung menjadi pendendam, dan selalu berpikir negatif. Agar kita terhindar dari segala bentuk penyakit jiwa, maka seyogyanya kita selalu bertaubat, berdzikir, bersabar menerima cobaan, bersyukur menerima nikmat, dan selalu berusaha mendekatkan diri kepada Allah. Dalam hal ini Nabi mewasiatkan, Mintalah fatwa kepada hatimu. Kebajikan itu adalah apa yang (jika engkau melakukannya) jiwa dan hatimu merasa tenang; sedangkan dosa adalah yang selalu menghantui jiwamu dan membuat hatimu bimbang, serta engkau merasa tidak suka dilihat oleh orang lain saat melakukannya.” (HR. Ahmad dan al-Darimi).
Menurut Ibn Taimiyah kebahagiaan dan kesejahteraan jiwa dapat terwujud melalui ibadah dan cinta yang sempurna kepada Allah. Dia menegaskan, “Hati akan menjadi baik, beruntung, merasa nikmat, bahagia, senang, damai, dan tenang hanya dengan beribadah kepada Allah. Meskipun orang memperoleh kenikmatan dari makhluk tetap saja ia tidak tenang dan damai, lantaran ia mengalami kemiskinan jati diri kepada Tuhan yang seharusnya adalah Dzat yang layak disembah, dicintai, dan dicari. Jika yang terakhir itu kita lakukan, maka kita akan memperoleh kebahagiaan, kesenangan, kenikmatan, anugerah, kedamaian, dan kenyamanan.” Sebagaimana yang dikemukakan Allah dalam al-Qur’an, “Orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingati Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram." (QS Ar-Ra'd [13]: 28). Kebahagiaan itu sendiri ditandai dengan lahirnya kedamaian dalam hati. Kedamaian inilah yang menjadikan aliran darah normal, jantung berdenyut secara teratur,  pikiran terasa jernih, badan terasa bugar.
 Oleh karena itu, kita harus merawat kebersihan dan kesucian jiwa kita. Bukankah baik buruknya prilaku hidup kita tergantung situasi dan kondisi jiwa kita. Sebagaimana yang dikemukakan Nabi, “Bahwa dalam diri setiap manusia terdapat segumpal daging, apabila ia baik maka baik pula seluruh amalnya, dan apabila ia itu rusak maka rusak pula seluruh perbuatannya. Gumpalan daging itu adalah hati (jiwa).” (HR, Imam Al-Bukhari).

Post a Comment

 
Top