BAB II
Pembahasan

A.      Pengertian Syura
Kata “syura” berasal dari kata kerja syawara-yusyawiru yang berarti menjelaskan, menyatakan atau mengajukan, dan mengambil sesuatu. Bentuk-bentuk lain yang berasal dari kata kerja syawara adalah asyarah (memberi isyarat), tasyawara (berunding, saling bertukar pendapat), syawir (meminta pendapat, musyawarah), dan mustasyir (meminta pendapat orang lain). Syura atau musyawarah adalah saling menjelaskan dan merundingkan atau saling meminta dan menukar pendapat mengenai suatu perkara.[1]
Sedangkan menurut Ibn Manzur, dalam Lisan al-‘Arab syura secara etimologis berarti mengeluarkan madu dari sarang lebah.[2] Sejalan dengan pengertian ini, kata syura atau dalam bahasa Indonesia menjadi “musyawarah” mengandung makna segala sesuatu yang dapat diambil atau dikeluarkan dari yang lain (termasuk pendapat) untuk memperoleh kebaikan. Hal ini semakna dengan perngertian lebah yang mengeluarkan madu yang berguna bagi manusia.[3] Dengan demikian, keputusan yang diambil berdasarkan syura merupakan sesuatu yang baik dan berguna bagi kepentingan kehidupan manusia.[4]
 

[1] Ibid., hal. 967.



[1] M. Quraish Shihab dkk, Ensiklopedia al-Qur’an; Kajian Kosakata, (Jakarta: Lentera Hati, 2007), hal. 967.
[2] Ibid., hal. 967.
[3] Ibid., hal. 967.


[1] Dewan Editor, Ensiklopedi Islam, Vol. V, (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, Cet. III, 1994),  hal. 18.
[2] Ibn Manzur, Lisan al-‘Arab, Vol. IV, (Beirut: Dar al-Shadir, 1968),  hal. 434.
[3] M. Quraish Shihab, Wawasan al-Qur’an, (Bandung: Mizan, 1996), hal. 469.
[4] Muhammad Iqbal, Fiqih Siyasah; Kontekstualisasi Doktrin Politik Islam, (Jakarta: Gaya Media Pratama, Cet. I, 2001), hal. 184.

Post a Comment

 
Top