Judul           :        Anti-Kapitalisme : A Beginner’s Guide
Penulis         :        Simon Tormey
Penerjemah :        Wahyu
Penerbit       :        TERAJU (PT Mizan Publika)
Cetakan       :        Pertama Jakarta, Juli 2005
Tebal           :        xxxiv+300 halaman


Anti-kapitalisme: A Beginner’s Guide menarik untuk di simak bukan hanya karena ia memuat kisah sukses perlawanan dari beberapa kelompok [civil Society] yang mampu keluar dari jeratan kapitalis-neoliberal. Lebih dari itu ia menyajikan “solusi alternatif” menghadang imperialisme global. Misalnya, ketika menyembulnya penolakan pasar bebas, harus ada semacam alternatif yang konkret diluar pasar bebas misalnya, nasionalisme, neo-struktural, atau sosialisme. Tetapi bagaimana mengejawantahkannya dalam dunia praktis tentu tidak semudah kita membalikkan telapak tangan.
Mengutip lirik lagu yang pernah dinyanyikan  musisi Indonesia;  dunia ini panggung sandiwara.... Lalu, kalau dunia ini diibaratkan panggung sandiwara. Maka sudah bisa dipastikan pemain utamanya adalah kapitalisme, bahkan sebelum usai perang dingin kapitalisme sudah menjadi sistem dunia ‘global’ yang menjadi inspirasi kolonialisme dan penaklukan antar benua.
Kompetisi ‘permainan’ yang ketat antar Kapitalis memaksa para pemain (kapitalis) untuk melakukan apapun demi mempertahankan bisnisnya, para pengusaha kapitalis harus berkompetisi secara efektif. Akibat dari kompetisi yang ketat tidak sedikit pengusaha yang gulung tikar. Ada benarnya juga Marx berpendapat, tidak perlu mempersalahkan individu kapitalis atas karakter kapitalisme kontemporer.
Membaca buku ini akan terlacak, bahwa kemiskinan kolektif, pengangguran dan ketidakberdayaan-sengaja diciptakan oleh sekelompok orang kapitalis. Hal ini dilakukan tidak lain karena kompetisi yang ketat mengharuskan mereka menekan  biaya produksi dan mengurangi gaji para pekerja, tentu saja argumentasi ini masih bisa diperdebatkan.
Karena kompleksnya masalah yang dihadapi para kapitalis untuk mendapatkan laba yang lebih besar. Menuntut mereka melakukan apapun agar tujuannya dapat terpenuhi. Misalnya dengan cara menyuap para elit politik, mendanai kampanye pemilu, mengomersilkan politisi-politisi lokal, membiayai liburan para politisi, dan lain-lain. Itulah bagian dari ‘permainan’ kapitalisme kontemporer, agar kebijakan yang dibuat berpihak pada kepentingan mereka.
Kedekatan antara para pemain (Kapitalis) dan ‘pembuat aturan’ (pemerintah), sangat mempengaruhi kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh pemerintah. Sudah bisa dipastikan kebijakan yang dihasilkan memihak pada kepentingan kapitalis. Dengan berbagai dalih, diantaranya  untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih dinamisme secara ‘global’ pada akhirnya akan menciptakan prekonomian dunia menjadi lebih baik.
Pada praktiknya seringkali menciptakan kemiskinan kolektif dan menyembulnya ‘ketidakadilan’ yang menerpa masyarakat pinggiran (proletar). Begitu kemiskinan kolektif itu terjadi di masyarakat dengan mudahnya Pandangan ekonomi kapitalis membenarkan tersembulnya ‘ketidakadilan’ tersebut, bagi mereka (kapitalis) ‘ketidakadilan’ perlu diciptakan agar semua orang menjadi sejahtera.
Lubang hitam yang dibuat kapitalis untuk memendam ‘kreativitas cerdas’ kaum pinggiran (proletar) Telah melahirkan perlawanan global dari kelompok-kelompok antikapitalis. Lahirlah gerakan antikapitalis tentu saja didorong oleh banyak faktor. Kebanyakan kaum radikal di Barat telah menyederhanakannya dalam analisis-analisis ‘posmoterialis’ yaitu: kemiskinan, pengangguran, dan ketidak berdayaan.
Gerakan antikapitalis terdiri dari kelompok radikal dan reformis, juga kelompok-kelompok yang memiliki afiliasi ideologi dan identitas yang kuat. seperti gerakan perempuan, gerakan lingkungan, perlawanan melalui internet dan lain-lain. Kehadiran kelompok-kelompok ini menjadi sangat strategis dalam mengkampanyekan isu-isu sfesifik-atas dasar perluasan ruang hak-hak yang berjalan dalam sepertiga akhir abad dua puluh, menjadi wacana umum dalam politik jalanan, khususnya di AS. Langkah-langkah yang telah diupayakan gerakan antikapitalis telah meningkatkan kesadaran bahwa hanya sebuah perlawanan ‘global sejati’ dapat menyelesaikan kemiskinan kolektif.
Guru Besar Politik dan Teori-Teori Kritis di University of Nottingham, Inggris, Simon Tormey pengarang buku ini, memaparkan bahwa Bentuk-bentuk perlawanam jangan hanya melalui ‘gerakan dari gerakan’ tetapi juga dengan merubah pandangan kita tentang dunia, baik secara harfiah maupun metamorfosis. Ia juga menyarankan perlawanan jangan hanya sebatas teori, tetapi harus menjadi kontra pertunjukan (counter spectacle) , sebuah alternatif perlawanan estetika. Misalnya Ada suasana riuh, music, warna, drama, kostum, teater dan patung besar.
Antikapitalis juga harus dimaknai sebagai suatu ide. Tanpa ide tidak akan terjadi suatu ‘protes’. Lebih kongkret lagi, tanpa ide tidak akan terjadi perdebatan ide tentang masyrakat ‘setelah’ kapitalisme. Akhirnya jika ingin memahami apa itu antikapitalisme, kita harus memahami apa itu antikapitalisme sebagai serangkaian ide-ide. ( hlm., 106)
Dalam perjalanannya gerakan antikapitalisme dan antiglobalisasi terdapat berbagai variasi, plural, dan juga konflik tentang bagaimana perlawanan antikapitalis harus dijalankan. Bagaimana melawannya, apa alatnya, dan apa penggantinya merupakan masalah besar dan kadang-kadang menjadi perpecahan yang memilukan.
Simon Tormey mencoba menawarkan ‘solusi’ di antaranya dengan upaya  mensinergikan semua lini kekuatan kelompok-kelompok yang tidak memiliki kekuatan untuk di dengar dan kelompok-kelompok besar yang memiliki jaringan kuat. Untuk dapat berinteraksi secara global merupakan faktor utama yang memajukan antikapitalis menjadi sebuah fenomena global. Meningkatnya interaksi secara global memungkinkan terjadinya pertukaran pengalaman, pertukaran strategi, dan taktik-taktik solidaritas bersama. Dari upaya-upaya yang dilakukan itu diharapkan menghasilkan sebuah perubahan kesadaran yang nyata tidak hanya bagi korporasi dan elit global tetapi juga bagi mereka-mereka yang telibat dalam aksi-aksinya.
Dari beberapa gerakan atau kelompok-kelompok antikapitalisme global yang di paparkan Simon Tormey. Ia tidak menjadikan gerakan keagamaan sebagai salah satu  varian dari gerakan antikapitslime. Padahal, kalau boleh jujur perkembangan gerakan antikapitalisme dalam agama cukup signifikan. Misalnya: Dalam Agama Islam adanya fatwa-fatwa Ulama terkemuka untuk menolak produk dari kapitalisme. salah satu diantaranya Yusuf Qardawi, ia menganjurkan umat muslim menolak segala macam bentuk produk kapitalisme. Dan beliau mengajak umat muslim untuk membuat semacam produk tandingan. Hal ini luput dari pengamatan Simon Tormey, mungkin bisa jadi penulis tidak ingin memberikan terlalu banyak fakta bagi para pemula.
Sebagaimana pandangan Hanna Arendt, bahwa kita semua memiliki pandangan yang sangat khusus, ‘pemula’. Kita lebih baik ‘memulai’ daripada secara buta mengikuti. Kita memulai, kita memformulasikan, kita menciptakan, dan menciptakan kembali, memperhitungkan, meneliti tentu saja mempraktikkannya atau lebih baik kita dapat melakukan aksi, hanya jika memiliki kesempatan. ( hlm., 259)
Simon Tormey berusaha menyeruak belantara buku Antikapitalis yang gersang, selama ini belum diisi oleh penulis-penulis lain, karenanya ia menambahkan ‘For Beginner’ dalam judul bukunya. Buku ini sekaligus menjadi terobosan baru bila ditilik dari ‘objek kajian’. Keberanian Simon Tormey membongkar kedok kesucian Kapitalisme bukan hanya memaparkan bahwa sistem kapitalis bukan masa depan ‘dunia global’, tetapi ia juga menggugah kesadaran kita bahwa kapitalisme harus di lawan.

Post a Comment

 
Top