Rasulullah mencontohkan sebuah tauladan yang luar biasa mengenai utamanya sebuah keluarga. Hal ini dikuatkan oleh sebuah hadits yang menceritakan bahwa aisyah menangis ketika beliau menceritakan kisah hidup Rasulullah dalam keluarganya. Beliau menangis karena tidak sanggup mengingat kenangan indah seorang suami baik hati seperti Rasulullah, dimana dia menambal sendiri sepatu yang bolong, menjahit sendiri baju yang robek, ikut membersihkan rumah bersama-sama istrinya, dan bahkan membantu memasak untuk keluarganya.
Keluarga memang memiliki peran yang sangat vital dalam perkembangan kehidupan masyarakat muslim. Penyebabnya karena keluarga menjadi bekal pembelajaran pertama seorang muslim sebelum dia terjun dalam kehidupan masyarakat yang lebih kompleks. Jika pembekalan yang dilakukan oleh keluarga baik, maka begitu pula yang akan dia lakukan kepada dan dalam masyarakat, begitu juga sebaliknya.
Terbinanya keluarga sakinah adalah dengan upaya pendekatan emosional dalam mengenali pasangan, karena pernikahan merupakan hal fitrah dan juga ibadah yang dianjurkan oleh Rasulullah, sehingga layaknya ibadah adalah tidak dapat dilaksanakan kecuali dengan aturan dan tata cara yang telah diatur dan disyari'atkan oleh Allah SWT melalui RasulNya. Diantara hal-hal awal yang perlu diperhatikan dalam upaya menggapai keluarga sakinah yang diridhoi Allah SWT sebagai berikut,
1.      Mengenali pasangan Hidup
Masa ta'aruf atau perkenalan adalah masa yang amat singkat, seseorang belum mengenal dengan baik seseorang yang dicintainya dalam masa perkenalan awal, yang baru diketahuinya hanyalah sebagian kecil dari samudra hati dan pribadi, cobalah untuk meluangkan waktu lebih dalam mengenali pasangan, lihatlah kebaikan-kebaikannya dan terimalah kekurangannya, bersabarlah dengan prilaku negatifnya dan bersyukurlah terhadap perilaku positifnya.
Demikian pula ketika Al-Mughirah bin Syu’bah radhiyallahu ‘anhu meminang seorang wanita, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya kepadanya, “Apakah engkau telah melihat wanita yang kau pinang tersebut?” “Belum,” jawab Al-Mughirah. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
انْظُرْ إِلَيْهَا، فَإِنَّهُ أَحْرَى أَنْ يُؤْدَمَ بَيْنَكُمَا
Lihatlah wanita tersebut, karena dengan seperti itu akan lebih pantas untuk melanggengkan hubungan di antara kalian berdua (kelak).”
(HR. An-Nasa`i)
2.      Memahami Kepribadian Pasangan
Perhatian-perhatian kecil akan mempunyai nilai tersendiri bagi pasangan anda, apalagi pada awal-awal perkawinan anda. lakukanlah dengan mempelajari kesenangan pasangan anda, mulai dari makanan dan masakan, kebiasaan, hobi, kata-kata dan lainnya. Tidak menjadi masalah jika ternyata apa yang disenanginya tidak anda senangi. Anda bisa mempersiapkan secangkir cokelat hangat dan makanan kesukaannya disaat kekasih anda sedang bersantai. Atau anda bisa sekali-kali menyisihkan waktu untuk sekedar mengantar istri anda berbelanja, mendorong troli belanja untuk menyenangkan hatinya, mendengarkan ceritanya meski telah dilakukan berulang-ulang. Atau bila anda memiliki hobi yang ternyata sama, dengan demikian anda telah menanam kasih sayang di hati pasangan anda sebagai kesan pertama. Pernah suatu kali dikisahkan tatkala Rasulullah berjalan bersama istrinya Aisyah di kota Madinah, beliau berkata kepada Aisyah: "aku ingin berlomba lari denganmu", selanjutnya Aisyah menang dalam lomba tersebut. Di kali yang lain setelah beberapa tahun dan tubuh Aisyah telah menjadi gemuk dan berat Rasulullah kembali berkata kepada Aisyah: "aku ingin berlomba lari denganmu, namun kali ini Rasulullah memenangi lomba dan ia berkata kepada Aisyah "ini adalah imbang dengan lomba dahulu itu". (Shahih Ahmad)
3.      Adaptasi lingkungan
Anda harus bisa membawa diri untuk masuk dalam kebiasaan-kebiasaan (adat) yang ada di lingkungan keluarga baru anda, famili, masyarakat dan orang-orang baru sudah pasti akan anda hadapi. Bila anda siap menerima kehadiran pasangan anda, berarti pula anda harus siap menerimanya bersama keluarga, teman dan masyarakat disekitarnya. Mungkin anda akan merasa asing, kaku, tapi semuanya akan menjadi biasa jika anda mau membuka diri untuk bergaul dengan mereka, mengikuti tata cara yang ada, walaupun itu merupakan suatu yang asing bagi anda. Akhirnya akan terjalin keakraban antara anda dengan keluarga, famili dan lingkungan masyarakat yang baru. Karena pernikahan bukan hanya ikatan antara anda dan pasangan anda, tetapi merupakan ikatan silaturrahim antara dua keluarga, antara desa anda dengan desa pasangan anda, antara bahasa anda dengan bahasa pasangan anda, antara kebiasaan (adat) anda dengan kebiasaan pasangan anda.
يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَى وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ
Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah SWT ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah SWT Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal. (QS. al-Hujarat: 03)
4.      Menciptakan suasana Islami
Suasana Islami ini bisa anda bentuk melalui penataan ruang, gerak, tingkah laku keseharian anda dan lain-lain. Sholat sunnah berjamaah bersama  antara suami dan istri, tilawah al-Qur'an bersama, mendatangi majlis ta’lim bersama dan melakukan kegiatan yang Islami dalam rumah tangga anda. Hal ini akan menambah eratnya ikatan batin antara anda dan pasangan anda. Dari sini akan terbentuk suasana Islami, Sakinah, Mawaddah wa Rahmah.
Selanjutnya terdapat beberapa prinsip yang menjadi landasan berkeluarga dalam Islam, prinsip tersebut diantaranya:
Prinsip pertama, Islam memandang pernikahan sebagai  sebuah perjanjian yang harus dipertanggung jawabkan, baik didunia maupun dihadapan Allah SWT nanti. Setiap suami dan istri masing masing memiliki hak dan kewajiban yang harus selalu diperhatikan.
وَكَيْفَ تَأْخُذُونَهُ وَقَدْ أَفْضَى بَعْضُكُمْ إِلَى بَعْضٍ وَأَخَذْنَ مِنْكُمْ مِيثَاقًا غَلِيظًا
Bagaimana kamu akan mengambilnya kembali, padahal sebagian kamu telah bergaul (bercampur) dengan yang lain sebagai suami istri. Dan mereka (istri-istrimu) telah mengambil dari kamu perjanjian yang kuat.          
(Q.S. An Nisâ:21)
Hak-hak ini, sebagian sama di antara suami-istri dan sebagiannya tidak sama. Seorang suami memiliki hak terhadap istrinya demikian pula seorang istri memiliki hal terhadap suami, Rasulullah bersabda dalam haditsnya "sesungguhnya kamu memiliki hak atas istrimu dan istrimu memiliki hak atas kamu" (H.R. Ibnu Majah). Hak-hak yang sama di antara suami-istri adalah:
a.  Amanah
Masing-masing suami-istri harus bersikap amanah terhadap pasangannya, dan tidak mengkhianatinya sedikit atau banyak, karena suami istri adalah laksana dua mitra di mana pada keduanya harus ada sifat amanah, saling menasihati, jujur, dan ikhlas dalam semua urusan pribadi keduanya, dan urusan umum keduanya. Bila amanah ini telah mewarnai hubungan keduanya maka selanjutnya dengan sendirinya akan muncul rasa saling percaya dan menjaga.
b. Cinta kasih
Masing-masing suami-istri harus memberikan cinta kasih yang tulus kepada pasangannya sepanjang hidupnya, kapanpun dan dalam kondisi apapun, selama kondisi tersebut tidak mengharuskan adanya hal-hal yang dapat menjatuhkan dan mengharamkan rasa cinta tersebut, karena Allah SWT Ta‘ala berfirman,
وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَوَدَّةً وَرَحْمَةً إِنَّ فِي ذَلِكَ لآيَاتٍ لوْمٍ يَتَفَكّرُونَ

"Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untuk kalian istri-istri dari jenis kalian sendiri, supaya kalian cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang." (Q.S. Ar-Ruum: 21).
Di hadits yang lain Rasulullah menjelaskan mengenai cinta kasih ini dan derajat seorang muslim dalam hadits berikut:
أَكْمَلُ المُؤْمِنِيْنَ إِيْمَانًا أَحْسَنُهُمْ خُلُقًا ، وَخِيَارُكُمْ خِيَارُكُمْ لِنِسَائِهِمْ
“Orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya. Sebaik-baik kalian adalah yang terbaik bagi istrinya.” (HR. at-Tirmidzi /hasan shahih.).
c. Saling percaya
Hubungan akan dapat bertahan dan harmonis selama ada rasa saling percaya, apalah jadinya sebuah hubungan bila antara kedua belah pihak selalu disibukkan oleh rasa saling curiga, suami harus mempercayai istri dan sebaliknya, tidak meragukan kejujurannya, nasihatnya, dan keikhlasannya.
d. Arif dalam bermu'asarah
Arif dalam pergaulan sehari-hari, saling menghargai, ucapan yang baik, sikap yang lemah lembut, memberikan penghormatan, sebagaimana dijelaskan dalam surat an-Nisa ayat 19:
وَعَاشِرُوهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ فَإِنْ كَرِهْتُمُوهُنَّ فَعَسَى أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَيَجْعَلَ اللَّهُ فِيهِ خَيْرًا كَثِيرًا
Dan bergaullah dengan mereka secara patut. Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah SWT menjadikan padanya kebaikan yang banyak.                    (Q.S. an-Nisa' : 19)
Kasih sayang terhadap suami ataupun istri akan tercermin mulai dari hal terkecil, pandangan, tingkah laku dan ucapan. Karena luka karena ucapan dapat lebih membekas kedalam hati. Kita saksikan bagaimana keretakan hubungan dalam rumah tangga dimulai dengan persoalan dan pertengkaran-pertengkaran sepele, ucapan yang salah atau terlalu keras, dan teguran yang tidak memperhatikan aspek etika.
لاَ يُحِبُّ اللَّهُ الْجَهْرَ بِالسُّوءِ مِنَ الْقَوْلِ إِلا مَنْ ظُلِمَ وَكَانَ اللَّهُ سَمِيعًا عَلِيمًا
Artinya: Allah SWT tidak menyukai ucapan buruk (yang diucapkan) dengan terang kecuali oleh orang yang dianiaya. Allah SWT adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (Q.S. an-Nisa': 148)
Prinsip kedua, Islam memandang setiap anggota keluarga sebagai pemimpin dalam kedudukan dan fungsinya masing–masing. Dan setiap keluarga bertanggung jawab terhadap apa yang menjadi kewajibannya, dari sinilah harus dibudayakan rasa saling menghargai dan menghormati, menyayangi dan mencintai, keikhlasan dan rela berkorban. Sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Umar bahwa Rasulullah SAW bersabda:
Ketahuilah! Masing-masing kamu adalah pemimpin, dan masing-masing kamu akan dimintai pertanggungjawaban terhadap apa yang dipimpin.  Seorang raja yang memimpin rakyat adalah pemimpin, dan ia akan dimintai pertanggungjawaban terhadap yang dipimpinnya. Seorang suami adalah pemimpin anggota keluarganya, dan ia akan dimintai pertanggungjawaban terhadap mereka. Seorang istri juga pemimpin bagi rumah tangga serta anak suaminya, dan ia akan dimintai pertanggungjawaban terhadap yang dipimpinnya. Seorang budak juga pemimpin atas harta tuanya, dan ia akan dimintai pertanggungjawaban terhadap apa yang dipimpinnya. Ingatlah! Masing-masing kamu adalah pemimpin dan masing-masing kamu akan dimintai pertanggungjawaban atas apa yang dipimpinnya.
(H.R.  Muslim)
Suami dan istri adalah seperti rekan yang saling bekerjasama, seperti teman yang saling berbagi, seperti orang tua yang siap menerima dan membantu, seperti saudara yang saling mengerti. Inilah indahnya keluarga Islam karena dalam keluarga Islam prinsip musyawarah dan demokrasi tidak dapat dipisahkan.
Islam tidak memberikan suami kekuasaan penuh untuk dapat bertindak sewenang-wenang dan memaksakan kehendak kepada istri dan keluarga selama hal tersebut bukanlah persoalan yang berhubungan dengan syar'iat dan hukum. Demikian pula seorang istri kepada anak-anaknya. Sisi toleransi dan perasaan harus benar-benar mewarnai sehingga keluarga dapat rukun dan harmonis.
Prinsip ketiga, Islam mengajarkan prinsip adil dalam membina keluarga. Adil dalam arti meletakkan fungsi-fungsi keluarga secara memadai dengan menjadikan ajaran agama sebagai dasarnya, adil memang prihal yang sulit untuk diterapkan tidak semudah mengucapkannya, karena rasa cinta kepada anak yang satu terkadang melebihi dari anak yang lain sehingga terkadang memunculkan rasa iri hati dan kecil hati pada jiwa anak. Persoalan ini harus benar-benar diperhatikan, bagaimanapun fitrah manusia harus dapat disalurkan dengan cara yang baik, proporsional adalah hal yang sangat dekat dengan keadilan. Allah SWT berfirman:
اعْدِلُوا هُوَ أَقْرَبُ لِلتَّقْوَى وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ
Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah SWT, sesungguhnya Allah SWT Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (Q.S. al-Maidah: 8)

Post a Comment

 
Top