Sumatera Ekspres, 29 Jan 2016   

Oleh: Dr. Muslimin, M. Kom. I*
Beberapa saat belakangan ini, Indonesia dihebohkan dengan merebaknya berita mengenai Gerakan Fajar Nusantara- yang tidak hanya menyangkut menghilangnya sejumlah orang, keluarga, dan kelompok, tetapi juga terkait dengan penyimpangan ajarannya.
Gafatar kepanjangan dari Gerakan Fajar Nusantara yang dulu bernama Al-Qiyadah Al-Islamiyah notabene pimpinannya adalah Ahmad Mussadeq yang ditetapkan sesat dalam fatwa MUI Pusat pada tanggal 4 Oktober 2007. Kemudian pada tahun 2008, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menjatuhkan hukuman empat tahun penjara atas Mussadeq karena terbukti melakukan penistaan agama.
Karena nama aliran Al-Qiyadah Al-Islamiyah sudah ditetapkan bermasalah oleh MUI dan Pemerintah, mereka pun bertransfomasi menjadi Gafatar, prinsip hidup, ajaran, metode dakwah, dan akidahnya serupa dengan Al-Qiyadah Al-Islamiyah. Bahkan, nabi mereka pun tetap Mushaddeq yang kini masih menjadi pesakitan di penjara.
Sebagaimana yang diungkapkan, Sekertaris MUI Jabar Rafani Achyar mengungkapkan bahwa Gafatar adalah reinkarnasi Al-Qiyadah Al-Islamiyah tetapi pola pendekatan gerakan ini lebih bersifat sosial kekeluargaan, sehingga banyak orang tertarik untuk turut bergabung. Setelah terjalin komunikasi yang intensif- baik antarpirbadi, kelompok, dan masyarakat. Kemudian terbentuklah komunitas yang solid. Sedikit demi sedikit doktrin-donktrin yang menyimpang dari ajaran Islam tanpa sadar telah merasuki orang-orang yang tergabung dalam komunitas Gafatar tersebut.
Setidaknya ada sepuluh jenis ajaran Gafatar yang menyimpang, telah ditetapkan MUI. Pertama, mengingkari rukun iman dan rukun Islam. Kedua, menerapkan akidah yang bertentangan dengan ajaran Islam. Ketiga, mengimani terdapat wahyu lain setelah Al-Qur’an. Keempat, mengingkari kebenaran isi kandungan Al-Quran. Kelima, melakukan upaya-upaya penafsiran Al-Qur’an yang berseberangan dengan kaidah-kaidah tafsir yang ada. Keenam, tidak meyakini eksistensi hadits nabi sebagai sumber ajaran Islam. Ketujuh, mengingkari eksistensi Nabi Muhammad SAW sebagai nabi dan rasul terakhir. Kedelapan, merombak pokok-pokok ibadah mahdah yang telah ditetapkan syariah. Melihat kriteria ajarannya ini, pantaslah kalau aliran ini dinyatakan sesat oleh MUI.
Dalam rangka mengantisipasi aliran yang menyimpang seperti ini, maka para da’i, ustadz, dan ustadzah berkewajiabn melindungi masyarakat dari ajaran dan pemikiran yang menyimpang, dengan menyampaikan ajaran Islam yang benar yang sesuai dengan ajaran yang terkandung dalam Alquran, Hadits, dan Ijtihad ulama yang keilmuannya dapat dipertanggung jawabkan.
Para da’i juga dituntut menularkan dan mengisi pemikiran anak-anak, remaja, dan dewasa- dengan pengetahuan yang bersumber dari ajaran Islam yang benar baik ilmu tauhid, fiqh, dan tasawuf. Tujuan dakwah seperti ini agar dakwah menyasar pada keseimbangan hidup masyarakat. Keseimbangan itu terlihat, apabila manusia memiliki jasmani yang sehat, pikiran yang jernih, dan hati yang bersih.
Pembinaan akal masyarakat akan menghasilkan masyarakat yang memiliki ilmu pengetahuan yang luas tetapi benar. Pembinaan terhadap jasmani masyarakat akan menghasilkan masyarakat yang memiliki keterampilan yang kreatif, sehingga masyarakat tidak mudah tergoda dengan aliran-aliran yang menjanjikan kehidupan yang lebih baik. Pembinaan hati akan menghasilkan masyarakat yang sehat spiritual, sehingga tidak mudah buruk sangka dan melakukan permusuhan terhadap orang lain. Dengan penggabungan unsur-unsur tersebut, terciptalah insan kamil.
Para da,i ustadz, dan ustadzah merupakan komponen penting dalam transformasi ajaran Islam yang shahih, tanpa peran da’i ustadz, dan ustadzah pengarahan agama sulit berkembang. Da’i, ustadz, dan ustadzah adalah jabatan profesi yang mengabdikan jasanya dalam dunia pendidikan agama. Tugas da’i ustadz, dan ustadzah adalah menciptakan kondisi (lingkungan) dakwah yang moderat sebagai wahana pengembangan dakwah Islam, dalam mewujudkan kemanusiaan. Tugas ustadz ustadzah juga secara tidak langsung adalah memuliakan manusia.
Sebagai motor penggerak roda pemahaman agama yang benar, da’i, ustadz, dan ustadzah diharapkan mampu menciptakan situasi kehidupan beragama yang kondusif. Dengan begitu, suasana keagamaan memiliki daya tarik, termasuk nilai-nilai afektif untuk diwujudkan dalam ruang kehidupan konkret.
Selain itu, tugas da’i, ustadz, dan ustadzah adalah menggali motivasi dan menumbuhkan partisipasi belajar pada diri masyarakat. Hal ini akan mendorong kemampuan masyarakat untuk hidup berani menghadapi dan menanggapi tantangan lingkungannya, dan bersikap mandiri di tengah meningginya tingkat kompetisi masyarakat.
*) Manajer Dakwah Rumah Cinta Quran Palembang/Dosen Fakultas Dakwah UIN Raden Fatah Palembang.
- See more at: http://www.sumeks.co.id/index.php/metropolis/budaya-opini/6409-peran-dai-antisipasi-gafatar#sthash.Ktw4KTnu.dpuf

Post a Comment

 
Top