Sumber Gambar: czerwonyobcas

Beberapa faktor yang dapat memicu lahirnya konflik dan kekerasan yang harus diperhatikan. Faktor-faktor tersebut adalah: Pertama, adanya pertarungan amatir antar kekuatan untuk dapat masuk ke dalam lingkaran kekuasaan. Kekuatan-kekuatan tersebut dapat berbentuk Parpol, Ormas, dan LSM serta dapat bersifat perorangan, seperti para elite politik, elite orimordial yang dekat dengan kekuasaan, dan sebagainya. Pertarungan antar kekuatan inilah potensial terjadinya konflik massa.
Kedua, media informasi yang bebas dan hampir-hampir out of control juga dapat medorong ke arah disintegrasi. Seringkali opini politik dibangun, didesain sedemikian rapi untuk sarana-sarana tertentu. Demikian juga pemberitaan yang kurang obyektif dan memihak akan turut mempengaruhi pendapat umum. Termasuk dalam hal ini adalah pemberitaan vulgar dan tidak selektif, akan membangkitkan semangat “meniru”.
Ketiga, adanya intervensi pihak asing baik langsung maupun terselubung. Secara langsung kita melihat betapa kuatnya pengaruh IMF dan desakan negara-negara maju terhadap Indonesia. Umumnya pihak asing mempunyai misi mengarahkan Indonesia menjadi negara yang tak berdaya dan selalu tergantung kepada pemberian-pemberian yang tidak imbang, NGO dan infiltrasi yang bertujuan melakukan proses pembusukan dari dalam. Saat ini juga banyak LSM yang berpikir sepihak untuk mencari keuntungan ekonomi. Gejala lain yang terus harus diwaspadai adalah, mengalirnya barang haram, psikotropika (NARKOBA) yang turut memperkeruh dan merusak moral bangsa.
Keempat, keresahan masyarakat lapis bawah yang merasa ditinggalkan oleh para elite politik yang dulu memberi janji-janji manis, setelah Pemilu usai mereka kecewa. Para elite politik dan pemimpin massa, kini sibuk mengurus kepentingannya sendiri atau kelompoknya. Rakyat kecil merasa hanya diperalat dan digerakkan untuk memenangkan salah satu parpol saja, tanpa ada perubahan nasib yang signifikan. Contoh riil dalam hal ini, keprihatinan para petani dengan harga gabah yang anjlok, harga gula dan hasil-hasil pertanian lain yang tidak mencukupi kebutuhan hidup yang layak. Keadaan seperti ini bisa menimbulkan arti klimak dan frustasi yang mengancam kelangsungan hidup bangsa.
Kelima, adanya fenomena budaya yang kontradiktif sedang terjadi, antara budaya feodalistik otoritarian pengikut status quo, dengan budaya demokratis yang sedang berkembang. Sebagian masyarakat masih menggambarkan massa lalu lebih baik daripada masa kini, atau masa depan. Mereka tidak sabar dan tidak tahan melihat perubahan-perubahan yang sedang terjadi saat ini, bahkan cenderung menolak dan menyalahkan apa yang terjadi. Karena mereka menganggap semua perubahan ini justru akan menuju kepada keadaan yang tidak tentu. Sementara itu masyarakat yang pro-reformasi, dan mendambakan lahirnya tata kehidupan yang demokratis, tetap sabar dan menyadari akan resiko-resiko dari perubahan sosial yang terjadi, dan yakin bahwa badai akan segera berlalu dan berganti dengan suasana yang penuh dengan kemakmuran dan keadilan. Dalam masa transisi yang penuh dengan gejolak ini banyak petualang yang sedang brspekulasi untuk memancing di air keruh.
Keenam; yakni proses pemiskinan dan tekanan ekonomi yang kian sulit pada masyarakat kelas bawah. Kondisi seperti ini sangat dikhawatirkan menjadi pemicu terjadinya revolusi sosial. Banyaknya penggunaan dan menurunnya pendapat masyarakat kecil, seperti petani, nelayan, buruh dan lain-lain akan melahirkan jurang kesenjangan yang semakin dalam dan memunculkan kecemburuan sosial.

Inilah beberapa faktor yang sewaktu-waktu dapat memicu lahirnya konflik yang bersifat “ideologis” dan ada konflik-konflik dan kekerasan, yang sangat bersifat “polits”. Tetapi kadang-kadang perbedaan keduanya sangat tipis. Pada tingkatan yang bersifat ideologis, konflik tersebut muncul dalam bentuk konflik antar sistem nilai yang dianut dan telah menjadi ideologi dari berbagai kesatuan sosial. Dalam hal ini konflik  agama termasuk dalam konflik yang bersifat ideologis. Sedang pada tingkatan yang bersifat politis, konflik tersebut terjadi dalam bentuk pertentangan dalam pembagian kekuasaan dan sumber-sumber ekonomi yang terbatas adanya di dalam masyarakat.

Post a Comment

 
Top