Sumber Gambar: www.hidayatullah.com

Salah satu ulama yang berjuang berperang merebut kemerdekaan Indonesia adalah KH. Ahmad Sanusi, dalam melakukan perjuangannya sebagai langkah awal yang ia lakukan yaitu memberantas terlebih dahulu kebodohan dengan cara mengajarkan ilmu-ilmu keislaman terutama mengungkap isi kandungan al-Qur’an secara konprehensif yang disampaikan kepada masyarakat luas. Sehingga muncullah nilai-nilai kesadaran betapa pentingnya arti sebuah persatuan, kebersamaan, kebangsaan, kemerdekaan, dan lain-lain. Maka tidak heran apabila santri-santri, bekas santri dan pengikutnya memiliki jiwa kejuangan dan nasionalisme yang tinggi. Langkah berikutnya melakukan perjuangan fisik dengan berperan aktif dalam pergerakan perjuangan kemerdekaan Negara Republik Indonesia.
Orang Sunda memanggil K.H. Ahmad Sanusi dengan sebutan Ajengan Sanusi, Ajengan Cantayan, atau Ajengan Genteng adalah seorang ulama berpengaruh abad 20 di tanah Parahiyangan. Dia dilahirkan pada 03 Muharram 1306 H, di Cantayan sebuah desa di Cibadak, Sukabumi sekitar 20 km arah Barat kota Sukabumi.
K.H. Ahmad Sanusi sebagai representasi dari keturunan kyai yang melanjutkan estafet dakwahnya. Dia meniti tangga keilmuan di tanah suci selama hampir sebelas tahun. Kemudian terlibat langsung dalam gerakan Islam sampai menjabat terakhir sebagai Shu Sangi Kai dan Wakil Residen semasa pendudukan Jepang di tanah air.
Beliau juga menulis buku-buku dan siaran-siaran (buletin) tentang ilmu keislaman serta karya yang paling menonjol adalah Raudhatul Irfân, berisi terjemah al-Qur’an 30 juz dalam bahasa Sunda, dengan terjemah kata per kata dan syarah (tafsir penjelasan) singkat. Tafsir ini telah dicetak ulang berpuluh-puluh kali dan sampai sekarang masih digunakan di Majelis-Majelis Taklim di Jawa Barat. Karya monumental lainnya adalah serial Tamsyiat al-Muslimîn, tafsir al-Qur’an dalam bahasa Melayu/Indonesia. Setiap ayat-ayat al-Qur’an disamping ditulis dalam huruf Arab juga ditulis (transliterasi) dalam huruf Latin. Pada waktu itu banyak ulama memandang hal itu sebagai suatu bid’ah yang haram, sehingga menjadi perdebatan. Melalui pemahaman ummat Islam terhadap al-Qur’an, serial tafsir itu sarat dengan pesan-pesan tentang pentingnya harga diri, persamaan, persaudaraan, dan kemerdekaan di kalangan ummat.
K.H. Ahmad Sanusi adalah seorang putra Sukabumi yang pernah berkiprah di panggung nasional di era 1920-an, pernah menorehkan tinta emas dalam sejarah perjuangan kemerdekaan Republik Indonesia. Sehingga tidak heran apabila beliau diangkat sebagai salah satu perintis kemerdekaan oleh Pemerintah Republik Indonesia dan mendapat anugerah penghargaan Bintang Maha Putera Utama pada tanggal 12 Agustus 1992 dan Bintang Maha Putra Pradana pada tanggal 05 November 2010.[1]
Namun kiprah dan perjuangan yang telah beliau lakukan nyaris terlupakan oleh sejarah dan masyarakat, sehingga tidak mengherankan banyak kaum generasi muda khususnya kaum generasi muda Sukabumi, tidak begitu mengenal sosok ketokohan K.H. Ahmad Sanusi, kalaupun mereka mengenal hanyalah sebatas nama jalan yang ada di wilayah kota Sukabumi. Oleh karena itu, untuk mengingat, mengenang, dan meladani semangat dakwah K.H. Ahmad Sanusi- penulis tergerak menulis dan mengangkat tesis mengenai dakwah K.H. Ahmad Sanusi.



[1] Munadi Shaleh, K.H. Ahmad Sanusi: Pemikiran dan Perjuangannya dalam Pergolakan Nasional, (Sukabumi: Syamsul ‘Ulum, 2011), h. vii

Post a Comment

 
Top