Media massa adalah seni atau keterampilan mencari, mengumpulkan, mengolah, menyusun dan menyajikan berita tentang peristiwa sehari-hari dengan indah, dalam rangka memenuhi hati nurani khalayaknya (Kustadi Suhandang). Media massa atau pers di Indonesia berawal dari zaman VOC yang melahirkan surat kabar pertama yakni, Bataviasche Novelles en Politique Raisonemnetan pada tahun 1774. Kemudian berlanjut dengan pendudukan Jepang yang begitu mengintervensi pemberitaan di Indonesia agar pro-Jepang dan sesuai dengan doktrinnya. Memasuki zaman proklamasi, pers berkembang sesuai dengan perjuangan kala itu, merebut kemerdekaan yang sesuai dengan aspirasi masyarakat. Namun, ketika masa orde baru  pembredelan terhadap media terjadi, pemerintah mengatur media  massa yang membuat kebebasan pers kala itu terhalang oleh rezim yang berkuasa.
Power tend to corrupt but absolute power corrupts absolutely, demikian diktum kekuasaan yang dikemukakan oleh John Emerich Edward Dahberg First Bacon 1887 di Inggris. Inti tulisan dari tokoh yang dikenal denga nama singkat Lord Acton ini adalah, manusia yang mempunyai kekuasaan cenderung menyalahgunakannya, apalagi kalau kekuasaan itu absolut, pasti akan menyalahgunakannya.
Seperti yang dikemukakan Malcom X, “The media’s the most powerful entity on earth. They have the power to make the innocent guilty and make the guilty innocent, and that’s power. Because they control the minds of masses.” Hingga akhirnya pada zaman pemerintahan B.J. Habibie pasca-reformasi, kebebasan pers kembali hidup sampai saat ini menjadi liberalisasi pers. Dinamika perjalanan media massa di Indonesia kian berkembang, seiring dengan pesatnya dunia teknologi dan kebutuhan informasi. Stasiun televisi milik swasta kini beragam, ditambah maraknya media online dan sumber media lainnya. Industrialisasi media menjadi bisnis yang menggiurkan saat ini, mengingat media disebut-sebut mempunyai pengaruh besar dan merupakan sumber kekuatan, alat kontrol, manajemen, inovasi dalam masyarakat. Tak ayal para pemilik media mempunyai misi khusus dalam menjalankan bisnis media ini.
                Agar supaya penyalahgunaan kekuasaan tidak terjadi, diberlakukan suatu mekanisme untuk mengatur kekuasaan. Timbulnya konstitusi dan peraturan perundang-undangan, merupakan upaya menjamin agar kekuasaan tidak disalahgunakan dan hak-hak warga negara tidak dilanggar. Upaya pembatasan kekuasaan itulah yang kemudian memunculkan istilah konstitusionalisme, yaitu suatu sistem asas-asas pokok yang menetapkan dan membatasi kekuasaan, sekaligus memberikan hak bagi yang memerintah (the ruler), dan yang diperintah (the ruled) (Budihardjo, 1982: 99).
                Mekanisme tersebut dikenal dengan istilah demokrasi. Merupakan sistem yang mengatur hubungan antara pihak penguasa atau penyelenggara kekuasaan, dengan pihak yang dikuasai yang memberi kekuasaan. Sistem demokrasi berkait dengan beberapa aspek pengaturan. Pertama, pembentukan negara atau kekuasaan negara. Kedua, dasar dari kekuasaan negara. Ketiga, susunan kekuasaan negara. Keempat, masalah kontrol rakyat sebagai basis demokrasi, dan kelima persoalan hak-hak asasi yang dimiliki warga negara (Yuliantoro, 2012: 47-48). Dalam hal ini, pemerintah yang demokratis adalah pemerintah yang dipilih atas persetujuan rakyatnya, memiliki kekuasaan terbatas, dan tidak melakukan tindakan yang sewenang-wenang terhadap warga negaranya.

Politisasi Media Massa
Independensi dan Integritas adalah dua hal penting yang harus di pegang teguh semua grup media. Media massa atau Pers harus terbebas dari tekanan dan campur tangan pihak manapun. Kemerdekaan pers harus ditegakkan dengan kedua hal di atas. Namun, dalam belakangan terakhir Independensi dan Integritas media di Indonesia dipertanyakan. “The ultimate power in a media organizations comes from the owner and The more economic or political power a souce has, the more likely he or she is to influence news report”(Pamela and Stephen 252:1991), para pemilik dan konglomerat grup media di Indonesia terafiliasi dengan kepentingan politik. Contohnya Surya Dharma Paloh yang merupakan pimpinan dari Media Group (Media Indonesia, Lampung Post, dan Metro TV) aktif dalam kancah politik tanah air sebagai Ketua Umum Partai Nasional Demokrat. Kemudian Aburizal Bakrie sebagai Bos di Bakrie & Brother Group mempunyai bisnis media (Tv One, Antv, Viva dsb.) yang di pegang oleh anak-anaknya. Aburizal Bakrie berkarier di dunia politik sebagai Ketua Umum Partai Golkar versi Munas Bali. Hary Tanoe Soedibjo juga merupakan salah satu pengusaha media besar (RCTI, Global TV, MNC, Sindo dsb.) yang sekarang menjabat Ketua Umum Perindo.
Hal itu menyebabkan konten dari media terkadang bernuansa politis sehingga dapat menyebabkan banyak persepsi dalam masyarakat. Contohnya ketika Pemilu Presiden 2014 kemarin, Dewan Pers dan Komisi Penyiaran Indonesia menemukan indikasi penyimpangan atas prinsip independensi yang memanfaatkan media sebagai kepentingan politik. Dalam surat penyataan tersebut disebutkan bahwa, dalam frekuensi pemberitaan, Metro TV memberikan porsi pemberitaan dan durasi yang lebih panjang kepada calon pasangan Jokowi-JK.
Dalam frekuensi pemberitaan, TV One, RCTI, MNC TV, dan Global TV memberikan porsi pemberitaan dan durasi yang lebih panjang kepada pasangan Prabowo-Hatta. KPI (Komisi Penyiaran Indonesia) pun sempat memberi teguran kepada Metro TV dan TV One yang dianggap melanggar Pedoman Perilaku Penyiaran KPI tahun 2012 Pasal 11 dan Pasal 22 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) serta Standar Program Siaran KPI tahun 2012 Pasal 11 ayat (1), ayat (2), Pasal 40 huruf a dan Pasal 71 ayat (1),(2) dan (3).
Namun, seringkali teguran dari KPI maupun Dewan Pers tidak dijalankan dengan baik oleh pihak terkait. Sehingga saat perpecahan Partai Golkar antara kubu Aburizal Bakrie dan kubu Agung Laksono, kedua media televisi nasional menyoroti kasus ini dengan berbeda. Tv One lebih condong mendukung Aburizal sedangkan Metro TV berada pada kubu Agung Laksono. Memang tidak ada larangan pemilik atau konglomerat dari perusahaan media berasal dari kalangan penguasa partai politik. Namun siapapun pemiliknya seharusnya tetap mengedepankan prinsip independen dan menggunakan frekuensi hak publik itu dengan sebaik-baiknya bukan sewenang-wenangnya sesuai kepentingan para bos media tersebut.

Pengaruh Media Massa
Komunikasi Massa adalah suatu proses dimana komunikator menggunakan media untuk menyebarkan pesan-pesan secara luas dan terus menerus untuk menciptakan makna-makna serta diharapkan dapat memngaruhi khalayak yang lebih besar. Dengan teknik propaganda yang massif dan berulang, media dapat memengaruhi cara masyarakat berpikir akan suatu hal. Apalagi di era globalisasi yang mana kebutuhan akan informasi begitu tinggi. Ada beberapa teori dari dampak media kepada masyarakat, yakni:
Pertama, Teori Jarum Suntik Hypodermic, yaitu teori dimana media begitu sangat memengaruhi manusia diibaratkan seperti jarum suntik, artinya media terkadang memberitakan suatu hal dengan berlebihan dan terlalu membesar-besarkan agar mendapatkan simpati besar dari masyarakat. Contohnya seperti pemberitaan penetapan tersangka yang berlebihan, menggunakan nama panjang tersangka dan membuat tersangka seakan bersalah. Padahal tersangka belum tentu bersalah, masih harus menunggu vonis hakim.
Kedua, teori Kultivasi, ialah teori yang menyataka bahwa terdapat masyarakat yang menganggap dunia nyata yang dihadapi berjalan seperti kehidupan di media dan begitu sebaliknya. Contohnya anak kecil yang menyaksikan liputan penculikan bisa mengalami trauma ataupun ketakutan dalam kehidupan kesehariannya.
Ketiga, teori Primming, teori ini menjelaskan bahwa media memberikan dorongan terbentuknya pikiran yang ditampilkan pada media itu sendiri. Contohnya terjadinya tren gaya bahasa di suatu tayangan kemudian menjadi dalam tren kehidupan sehari-hari atau tayangan mengenai kecurangan yang dilakukan oleh pedagang malah ditiru oleh pedagang lain yang menyaksikannya.
Keempat, teori Kritis, yaitu teori pemaknaan kembali yang memungkinkan seseorang memandang suatu berita dengan perspektif yang luas dan beragam. Teori ini memperhatikan efek timbal balik atas dampak yang dihasilkan media dan melihat perubahan budaya dalam ruang lingkup yang luas. Contohnya seseorang mempertanyakan mengapa orang-orang mengikuti tren gaya berbicara dari sebuah tayangan, apakah itu baik dan sesuai dengan norma yang ada.

Media dan Masyarakat
Setidak ada enam perspektif dalam hal melihat media. Pertama, melihat media massa sebagai windows on event and experience. Media dipandang sebagai jendela yang memungkinkan khalayak melihat apa yang sedang terjadi di luar sana ataupun pada diri mereka sendiri.
Kedua, media juga sering dianggap sebagai a mirror of events in society and the wolrd, implying a faithful reflection. Yaitu, cermin berbagai peristiwa yang ada di masyarakat dan dunia, yang merefleksikan apa adanya. Ketiga, memandang media massa sebagai filter atau gatekeeper yang menyeleksi berbagai hal untuk diberi perhatian atau tidak. Media senantiasa memilih isu, informasi, dan bentuk content yang lain berdasar standar para pengelolanya. Keempat, media massa acap kali pula dipandang sebagai guide, penunjuk jalan atau interpreter, yang menerjemahkan dan menunjukkan arah atas berbagai ketidakpastian atau alternatif yang beragam. Kelima, melihat media massa sebagai forum Keenam, media massa sebagai interlocutor, yang tidak hanya sekadar tempat berlalu lalangnya informasi, tetapi juga partner komunikasi yang memungkinkan terjadinya komunikasi yang interaktif.

Politik Pemilik Media
Regulasi tentang keharusan imparsialitas[1] bagi media penyiaran itu merupakan kewajiban yang berlaku global di berbagai negara demokrasi. Terlebih telah diatur dalam UU 32/2002 tentang Penyiaran Pasal 36 ayat 4 yang menyebutkan, “Isi siaran wajib dijaga netralitasnya dan tidak boleh mengutamakan kepentingan golongan.” Kemudian, berdasar aturan KPI No. 9/2004 tentang Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran Pasal 5 ayat e; “Lembaga penyiaran menjunjung tinggi prinsip ketidakberpihakan dan keakuratan. Dilengkapi Pasal 9 tentang prinsip jurnalistik, “Lembaga penyiaran harus menyajikan informasi dalam program faktual dengan senantiasa mengindahkan prinsip akurasi, keadilan, dan ketidakberpihakan.

Peran Pemerintah, Dewan Pers, KPI, dan Masyarakat Indonesia  
Untuk menciptakan media massa atau pers yang sehat, dalam arti pers yang independen dan berintegritas perlu sinergi yang baik antara pihak-pihak terlibat di dalamnya. Pemerintah sebagai penanggung jawab bersama Dewan Pers dan KPI harus berkolaborasi mengawasi seluruh aspek media massa. Ketegasan sanksi harusan jelas terhadap media-media yang melanggar aturan pers atau penyiaran. Jika perlu pencabutan hak siaran dan sebagainya. Berkaca dari sanksi atau teguran dari Dewan Pers atau KPI terkesan tidak dipatuhi dengan serius, akibatnya pelanggaran terulang kembali. Peran masyarakat pun harus dimaksimalkan dengan mengadukan media massa yang melanggar aturan. Adapun beberapa rekomendasi yang dapat dijalankan oleh pihak terkait adalah:
Penguatan hak-hak Komisi Penyiaran Indonesia dan Dewan Pers atas pengawasan dan peningkatan mutu kualitas tayangan media atau pers. Mempertegas sanksi kepada pihak media yang melakukan pelanggaran , termasuk pencabutan hak siar dan denda yang tinggi. Penguatan kelembagaan dari sisi internal, agar KPI dan Dewan Pers dapat bekerja optimal menjalankan tugasnya. Sinergi antar lembaga terkait dengan memperjelas hubungan antara Pemerintah dengan KPI, Pemerintah dengan Dewan Pers, dan Dewan Pers dengan KPI.
Segala rekomendasi tersebut dapat dilakukan dengan merevisi UU No. 32 Tahun 2002 terkait penyiaran. Karena Kemerdekaan pers  adalah bagian dan perwujudan hak asasi manusia. Kemerdekaan pers, harus dijaga dari segala bentuk tekanan, campur tangan dan degradasi dari pihak manapun, baik dari dalam maupun luar lingkungan pers. Kemerdekaan pers, dapat ditegakkan dengan menjaga independensi ruang redaksi. Kemudian pers harus bisa memajukan dan memberikan konten yang mendidik bagi masyarakat karena pers adalah angakatan/pilar yang kuat dan berpengaruh di negara demokrasi seperti Indonesia saat ini.

Referensi
Henry Subiakto dan Rachman Ida, Komunikasi Politik, Media, dan Demokrasi, Jakarta: Prenada Media Group, 2012

Shoemaker, Pamela J & Reese, Stephen D. 1991. Mediating The Message: Theories of Influences on Mass Media Content. New York : Longman Publishers USA

Severin, Erner.W.Tankard, James Jr. 2009. Teori Komunikasi: Sejarah, Metode, dan Terapan di dalam Media Massa. Jakarta : Prenada Media Group.

http://www.dewanpers.or.id/ diakses 18 April 2015
http://www.kpi.go.id/ diakses 18 April 2015
http://bemfebui.com/official/media-massa-kepentingan-kekuasaan-kekuatan/
www.pkh.komisiyudisial.go.id/.../Karya%20Tulis-Suparman%20Marzuki%...



[1]Imparsialitas adalah prinsip universal yang harus dipahami, dipedomani dan ditegakkan hakim pengadilan di dalam maupun di luar dinas. Hakim dilarang bertemu (apapun alasannya) dengan pihak yang sedang atau potensial berperkara di pengadilan.

Post a Comment

 
Top