“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan prasangka (ke­cu­rigaan), sesungguhnya sebagian dari prasangka itu dosa. Dan ja­nganlah kamu mencari-cari keburukan orang lain dan janganlah seba­gian kamu menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang su­dah mati? Maka, tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan ber­takwalah kepada Allah. Sesungguhnya, Allah Maha Penerima tau­bat lagi Maha Penyayang.” 
(QS. al-Hujurât, (Kamar-Kamar)[49]: 12)
Suatu hari Rasulullah tengah beriktikaf di mes­jid. Da­tang­­lah istrinya, Shafiyah binti Hu­yai, mengunjunginya di wak­­tu malam. Dia ber­bin­cang sebentar lalu bangkit untuk pu­lang. Ra­sulul­­lah pun ikut berdiri mengantarkannya hing­ga ke rumah. Tem­pat tinggal sang istri ketika itu adalah ru­mah Usamah bin Zaid. Di tengah perjalanan, lewatlah dua orang dari Anshar. Ke­ti­ka mereka melihat Rasulullah berdua me­reka mempercepat lang­kahnya. Rasulullah berkata, “Tahan lang­kahmu, orang ini adalah Shafiyah binti Huyai.”
“Subhanallah, wahai Rasulullah,” demikian ucapan spon­tan kedua orang itu begitu mendengar kata Rasulullah.
Rasulullah berkata, “Setan itu berjalan di tubuh manusia me­lalui jalan darah. Saya khawatir dia menanamkan pada hati­mu berdua prasangka buruk.”
Begitulah, Rasulullah melarang umatnya berprasangka bu­ruk. Karena prasangka buruk itu akan menciptakan pola pikir ne­­­gatif dalam diri seseorang. Sedangkan pikiran yang kita mi­­­liki merupakan anugerah Allah yang terpenting- karena de­ngan pikiran kita dapat menelusuri kehidupan masa lalu, me­mi­­­kirkan banyak hal, bahkan kita dapat memikirkan apa yang be­­­l­um pernah terjadi. Namun pikiran kita yang begitu hebat, se­­­ring kali tidak dimanfaatkan secara baik. Kita lebih sering me­­­mikirkan kejadian-kejadian yang negatif dalam kehidupan kita. Kebanyakan orang menghabiskan energinya hanya un­tuk men­­cari-cari kesalahan orang lain. Adrenalinnya begitu meng­gebu-gebu ketika mengomentari beberapa tokoh pejabat yang suka korupsi, pemalas, suka main perempuan dan suka ber­foya-foya.
Kritik memang diperlukan dalam kapasitasnya untuk mem­ba­ngun, namun kritik yang berlebihan dan tidak proporsional me­nyebabkan energi kita terbuang percuma. Psikolog me­nge­mu­kakan, prasangka negatif dapat mengakibatkan seseorang men­jadi bersikap defensif dan tertutup. Karena seseorang yang telah dijangkiti prasangka negatif, biasanya memiliki pribadi suka menyembunyikan pengetahuan serta tidak percaya ke­pa­da hampir semua orang. Prasangka negatif itu juga akan me­ru­gi­kan yang bersangkutan itu sendiri, di antaranya:
•    Tidak memiliki ketrampilan bersosialisasi dengan orang lain.
•    Tidak ada gairah dalam hidup.
•    Selalu fokus pada kekurangan orang lain.
•    Banyak kesempatan emas yang terabaikan.
•    Semangat kerja yang rendah.
•    Mudah menyerah serta putus asa.
•    Mempunyai kebiasaan suka mengkritik orang lain, dengan tujuan kepuasan diri dan merendahkan orang lain.

Kemungkinan seseorang menjadi pribadi yang berprasangka ne­ga­tif dapat disebabkan oleh banyak faktor diantaranya ling­kung­­an dimana ia tinggal. Bila seseorang dibesarkan dalam ke­luarga kurang harmonis serta menjalani kehidupan yang ti­dak normal. Maka ia sangat berpeluang menjadi orang yang ber­prasangka negatif.
Selain faktor lingkungan sekitar dan hubungan keluarga yang kurang harmonis juga bisa disebabkan pemberitaan media cetak maupun elektronik. Seperti pemberitaan pembunuhan, pe­mer­kosaan serta perampokan. Menurut penelitian Jack Can­field, bahwa seseorang setiap hari menerima komentar ne­gatif enam kali lebih banyak daripada komentar positif. Pe­san-pesan negatif inilah yang sering kali membuat seseorang men­jadi kerdil, mudah frustasi, serta sulit mengembangkan diri.
Jika kita ingin bahagia, senang, sedih atau pun kecewa da­lam menjalani lika-liku kehidupan ini, semua itu tergantung pada diri kita sendiri. Kita memiliki kebebasan penuh untuk memilih res­pon sendiri setiap fenomena kehidupan yang terjadi di se­kitar kita. Kita bertanggung jawab penuh atas sikap yang ditim­bulkan oleh pikiran kita. Meminjam ungkapan orang bijak, “Ki­talah raja bagi pikiran kita sendiri.” Maka yang menjadi ca­tatan penting dalam hal ini, hendaklah setiap hari kita me­luangkan waktu sejenak (lima menit atau sepuluh menit) un­tuk melakukan meditasi membayangkan hal-hal yang positif da­lam kehidupan kita. Perlahan–perlahan tanpa kita disadari kita akan menjadi insan yang lebih baik dan lebih bahagia.
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan seseorang agar dia tidak terpaku pada prasangka negatif diantaranya:
•    Berdamailah dengan ketidak sempurnaan.
•    Hargailah diri kita sendiri. Jangan pernah lemahkan kekuatan kita. Karena kita terlahir untuk menang.
•    Masa lalu memang tidak dapat dirubah, karena itu jangan terpaku pada kesalahan masa lalu. Beralihlah ke masa kini dan esok, karena masa kini dan esok akan penuh dengan kebahagiaan bila kita menjalaninya dengan berbaik sangka.

Post a Comment

 
Top