Biografi Kehidupan Nabi Ya’qub as

(49). Maka ketika Ibrahim sudah menjauhkan diri dari mereka dan dari apa yang mereka sembah selain Allah, Kami anugerahkan kepadanya Ishak, dan Ya'qub. dan masing-masingnya Kami angkat menjadi Nabi.
(50). dan Kami anugerahkan kepada mereka sebagian dari rahmat Kami dan Kami jadikan mereka buah tutur yang baik lagi tinggi.
(QS. Maryam [19]: 49-50)
Jalur Keturunannya
Dia adalah Ya’qub Ibn Ishak Ibn Ibrahim a. s. dan ibunya Rifqah Binti Ibn Nahur Ibn Azar yang mana para sejarawan menamainya Tarah. Adapun Nahur adalah saudara Ibrahim a.s. Dan Ya’qub a.s. adalah bapaknya suku yang dua belas, dan kepadanya bangsa Bani Israil bernasab, dan Ya’qub dinamakan Isra’il sebagaimana Allah s.w.t. berfirman;

(93). semua makanan adalah halal bagi Bani Israil melainkan makanan yang diharamkan oleh Israil (Ya'qub) untuk dirinya sendiri sebelum Taurat diturunkan.[1] Katakanlah: "(Jika kamu mengatakan ada makanan yang diharamkan sebelum turun Taurat), Maka bawalah Taurat itu, lalu bacalah Dia jika kamu orang-orang yang benar".
(QS. Ali ‘Imran [3]: 93)
Orang-orang yang mengerti Taurat telah mengetahui bahwasanya Allah s.w.t. memberi nama Ya’qub dengan Isra’il, yang artinya dalam bahasa Arab adalah “ruhullah”. Yang dimaksdukan di sini agar kita tahu bahwa Isra’il adalah nama Nabi Ya’qub a.s., sebagaimana telah kami jelaskan, dan kepada Ya’qublah orang-orang Yahudi bernasab.
Pada saat Ibrahim sudah merasa dekat dengan ajal, sedang Ishaq ketika itu sudah masanya untuk dinikahkan. Namun, ia tidak menghendaki Ishaq menikah dengan wanita Kan’an karena mereka tidak mengenal Allah, di samping itu bukan dari golongan keluarga. Ibrahim mengutus seorang hamba kepercayaannya pergi ke kota Haran, Irak untuk melamar seorang wanita dari keluarganya. Berangkatlah hamba tersebut menuju kota Haran, dan berkat inayah Allah, sampailah dia di kota yang dituju. Kemudian ia memilih seorang wanita bernama Rifqah binti Bitauel ibn Nahur. Nahur adalah saudara kandung Ibrahim. Kemudian kembalilah utusan itu memboyong Rifqah yang akan dikawinkan dengan Ishaq.[2]
 Setelah sepuluh tahun perkawinannya, Ishaq dikaruniai dua orang putra. Yang pertama bernama ‘Iso, dalam bahasa Arab disebut Al-Ish, yang kedua bernama Ya’qub. Ya’qub juga dipergunakan sebagai nama Israil.[3]
Para sejarawan menyebutkan bahwa Ya’qub as, dilahirkan di negeri Kan’an (Palestina) serta tumbuh berkembang dalam pemeliharaan ayahandanya, Ishaq. Dan Ibunya, Rifqah menyuruhnya untuk pergi kepada pamannya yang bernama Laban di Fidan Aram daerah Babilonia, Irak dan menetap di sana, karena ibunya khawatir terhadap diri Ya’qub dari penganiayaan saudaranya, ‘Ish karena saudaranya itu telah mengancamnya. Kemudian Nabi Ya’qub as, pergi mencari pamannya. Pada sore harinya beliau sampai di suatu tempat lalu tidur di sana. Dalam tidurnya beliau bermimpi melihat para malaikat naik ke langit dan turun lagi. Dan beliau melihat Tuhan mengajak bicara dengannya lalu berfirman, “Sesungguhnya Aku akan memberkati kamu dan memperbanyak keturunanmu, Aku jadikan bumi ini untukmu dan anak cucumu setelah kamu.” Setelah bangun dari tidurnya beliau merasa senang dengan mimpinya dan beliau bernadzar akan membangun tempat ibadah karena Allah di tempat beliau mendapatkan mimpi yang sangat menyenangkan itu, lalu beliau pergi mengambil sebuah batu kemudian mencelupkannya di minyak agar tempat itu dapat diketahui, dan tempat itu dinamakan Baitul II, yakni Baitullah, yaitu terletak di Baitul Makdis sekarang ini yang di kemudian hari Nabi Ya’qub membangunnya.[4]
Kemudian Nabi Ya’qub meneruskan perjalanannya, tatkala beliau sampai di tempat pamannya di negeri Irak, di sana beliau melihat dua orang putri pamannya, yaitu Lai’ah yang biasa dipanggil dengan laya, yakni putrinya yang besar, dan Rahil, yakni anaknya yang kecil. Kemudian Ya’qub berkeinginan meminang anak pamannya yang kecil (Rahil) yang lebih baik dan lebih cantik daripada kakaknya, dan pamannya menyetujui dengan imbalan beliau harus mengabdikan dirinya selama tujuh tahun untuk menggembalakan kambingnya. Setelah habis masa pengabdiannya, pamannya menyediakan makanan dan mengumpulkan orang pada malam itu dan membawa putrinya yang besar (Lai’ah) untuk dinikahkan dengan Ya’qub. Lai’ah tidak normal kedua matanya dan kurang menarik. Pagi harinya Ya’qub tahu bahwa yang dinikahinya adalah Lai’ah, maka Ya’qub berkata kepada pamannya, “Kenapa engkau mengkhianati saya, karena saya meminang Rahil.” Pamannya berkata, Seandainya kamu mencintai adiknya, maka kamu harus menggembala lagi kambing-kambingku selama tujuh tahun, lalu aku nikahkan kamu dengan Rahil.” Kemudian beliau bekerja lagi selama tujuh tahun, lalu pamannya menikahkan Rahil dengannya. Jadi beliau menikahi dua bersaudara sekaligus, menurut syari’at seseorang yang menikahi dua kakak beradik itu tidak haram, namun kemudian di dalam syari’at Taurat ketentuan semacam itu dihapus, sebagaimana apa yang ada dalam syari’at Islam.[5]
Laban, memberikan pada masing-masing putrinya itu seorang budak perempuan, dimana ia memberikan Zulfa kepada putrinya Lai’ah, dan memberikan Balha kepada putrinya Rahil, yang kemudian masing-masing memberikannya kepada Ya’qub, maka jadilah Ya’qub memiliki empat orang orang “istri”. Kemudian dari empat wanita itu lahirlah 12 orang anak yang disebut dengan “asbath”.[6]
Lai’ah melahirkan enam putra, yaitu: 1. Rubel, 2. Simon, 3. Lewi, 4. Yahudza, 5. Isakhar, 6. Zebulon, dan Rubel adalah putra sulungnya, sedangkan Lewi adalah yang menurunkan Nabi Musa as. Adapun kata Yahudi terpetik dari Yahudza, salah seorang putra Ya’qub as. Rahil melahirkan dua orang putra, yaitu, Yusuf as, dan Bunyamin. Balhan, budak perempuan Rahil melahirkan dua putra, yaitu: Daan dan Nafrali. Sedangkan Zulfa, budak perempuan Lai’ah, juga melahirkan dua putra, yaitu: Jaad dan Asyir. Maka genaplah putra Ya’qub itu 12 orang, dengan perincian enam orang dari Lai’ah, dua orang dari Rahil, dua orang dari Balhan, dan dua orang dari Zulfa, dan mereka semuanya adalah saudara Yusuf yang di dalam mimpinya beliau melihat 11 bintang, matahari, dan bulan yang bersujud kepadanya.
Penglihatan Nabi Ya’qub as, kabur karena meratapi putranya Yusuf yang dianiaya oleh saudaranya, kemudian Allah mengembalikan penglihatannya itu baik kembali setelah berkumpul dengan Yusuf setelah lama berpisah, sebagaimana firman Allah Swt, “Maka tatkala telah tiba pembawa kabar gembira itu, maka diletakkannya baju gamis itu ke wajah Ya’qub lalu ia kembali dapat melihat.” Ya’qub berkumpul dengan Yusuf di Mesir, dan Ya’qub as, wafat setelah mencapai usia 147 tahun, dan hal itu berselang 17 tahun setelah berkumpul dengan putra tercintanya, Yusuf as, Ya’qub telah berpesan kepada putranya, Yusuf untuk menguburkannya bersama ayahnya, Nabi Ishaq as, lalu Yusuf melaksanakan hal itu dan pergi ke Palestina dan memakamkannya di sisi ayahnya dalam gua di Habrun (kota al-Khalil).[7]

A.  Ayat-ayat yang Berhubungan dengan Nabi Ya’qub.
Al-Qur’an tidak menerangkan secara khusus kehidupan Ya’qub kecuali tentang hilangnya salah seorang putranya bernama Yusuf dan peristiwa-peristiwa yang terjadi pada Yusuf dan yang berkaitan dengannya.[8] Ayat-ayat yang menyebutkan nama Nabi Ya’qub as sebanyak 16 ayat di antaranya;  
“Dan Ibrahim telah Mewasiatkan Ucapan itu kepada anak-anaknya, demikian pula Ya'qub. (Ibrahim berkata): "Hai anak-anakku! Sesungguhnya Allah telah memilih agama ini bagimu, Maka janganlah kamu mati kecuali dalam memeluk agama Islam". (QS. al-Baqarah [2]: 132).
 “Adakah kamu hadir ketika Ya'qub kedatangan (tanda-tanda) maut, ketika ia berkata kepada anak-anaknya: "Apa yang kamu sembah sepeninggalku?" mereka menjawab: "Kami akan menyembah Tuhanmu dan Tuhan nenek moyangmu, Ibrahim, Ismail dan Ishaq, (yaitu) Tuhan yang Maha Esa dan Kami hanya tunduk patuh kepada-Nya.”(QS. al-Baqarah [2]: 133).
 “Ataukah kamu (hai orang-orang Yahudi dan Nasrani) mengatakan bahwa Ibrahim, Isma'il, Ishaq, Ya'qub dan anak cucunya, adalah penganut agama Yahudi atau Nasrani?" Katakanlah: "Apakah kamu lebih mengetahui ataukah Allah, dan siapakah yang lebih zalim dari pada orang yang Menyembunyikan syahadah dari Allah yang ada padanya?" dan Allah sekali-kali tiada lengah dari apa yang kamu kerjakan.”(QS. al-Baqarah [2]: 140).
 “Dan Kami telah menganugerahkan Ishak dan Yaqub kepadanya. kepada keduanya masing-masing telah Kami beri petunjuk; dan kepada Nuh sebelum itu (juga) telah Kami beri petunjuk, dan kepada sebahagian dari keturunannya (Nuh) Yaitu Daud, Sulaiman, Ayyub, Yusuf, Musa dan Harun. Demikianlah Kami memberi Balasan kepada orang-orang yang berbuat baik.”(QS. al-An’am [6]: 84).
 “Maka ketika Ibrahim sudah menjauhkan diri dari mereka dan dari apa yang mereka sembah selain Allah, Kami anugerahkan kepadanya Ishak, dan Ya'qub. dan masing-masingnya Kami angkat menjadi Nabi.”(QS. Maryam [19]: 49)
 “Dan Kami telah memberikan kepada-Nya (Ibrahim) lshak dan Ya'qub, sebagai suatu anugerah (daripada Kami). dan masing-masingnya Kami jadikan orang-orang yang saleh.” (QS. al-Anbiya [21]: 72).
 “Dan Kami anugrahkan kepada Ibrahim, Ishak dan Ya'qub, dan Kami jadikan kenabian dan Al kitab pada keturunannya, dan Kami berikan kepadanya balasannya di dunia; dan Sesungguhnya Dia di akhirat, benar-benar Termasuk orang-orang yang saleh.”(QS. al-Ankabut [29]: 27).
“Dan ingatlah hamba-hamba Kami, Ibrahim, Ishaq dan Ya'qub yang mempunyai perbuatan-perbuatan yang besar dan ilmu-ilmu yang tinggi.”(QS. Shaad [38]: 45)
Katakanlah, “Kami beriman kepada Allah dan kepada apa yang diturunkan kepada Kami dan yang diturunkan kepada Ibrahim, Ismail, Ishaq, Ya'qub, dan anak-anaknya, dan apa yang diberikan kepada Musa, Isa dan Para Nabi dari Tuhan mereka. Kami tidak membeda-bedakan seorangpun di antara mereka dan hanya kepada-Nyalah Kami menyerahkan diri.”(QS. al-Imran [3]: 84)
“Sesungguhnya Kami telah memberikan wahyu kepadamu sebagaimana Kami telah memberikan wahyu kepada Nuh dan nabi-nabi yang kemudiannya, dan Kami telah memberikan wahyu (pula) kepada Ibrahim, Isma'il, Ishak, Ya'qub dan anak cucunya, Isa, Ayyub, Yunus, Harun dan Sulaiman. dan Kami berikan Zabur kepada Daud.”(QS. an-Nisa [4]: 163)
“Dan isterinya berdiri (dibalik tirai) lalu Dia tersenyum, Maka Kami sampaikan kepadanya berita gembira tentang (kelahiran) Ishak dan dari Ishak (akan lahir puteranya) Ya'qub.”(QS. Huud [11]: 71)  
Dan Demikianlah Tuhanmu, memilih kamu (untuk menjadi Nabi) dan diajarkan-Nya kepadamu sebahagian dari ta'bir mimpi-mimpi dan disempurnakan-Nya nikmat-Nya kepadamu dan kepada keluarga Ya'qub, sebagaimana Dia telah menyempurnakan nikmat-Nya kepada dua orang bapakmu sebelum itu, (yaitu) Ibrahim dan Ishak. Sesungguhnya Tuhanmu Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.(QS. Yusuf  [12]: 6).
 “Dan tatkala mereka masuk menurut yang diperintahkan ayah mereka, Maka (cara yang mereka lakukan itu) Tiadalah melepaskan mereka sedikitpun dari takdir Allah, akan tetapi itu hanya suatu keinginan pada diri Ya'qub yang telah ditetapkannya. dan Sesungguhnya Dia mempunyai pengetahuan, karena Kami telah mengajarkan kepadanya. akan tetapi kebanyakan manusia tiada mengetahui.”(QS. Yusuf [12]: 68)
 “Yang akan mewarisi aku dan mewarisi sebahagian keluarga Ya'qub; dan Jadikanlah ia, Ya Tuhanku, seorang yang diridhai.” (QS. Maryam [19]: 6).

B.       Raja yang Berkuasa pada Masa Nabi Ya’qub
Pada masa hidup nabi Ya’qub, kekuasaan negerinya di bawah kekuasaan raja Saljam. Dia adalah  raja yang ingkar dan kufur kepada Tuhan, Allah Swt.
Pada suatu waktu raja Saljam berjalan-jalan memasuki daerah dimana nabi Ya’qub menetap. Melihat penduduknya yang belum dikenal sang raja tercengang, dengan penuh kesombongan raja Saljam bertanya kepada Nabi Ya’qub as, “Siapakah yang mengizinkan engkau bertempat tinggal di wilayah kekuasaanku?,” Nabi Ya’qub menjawab, “Perkenalkan nama saya Ya’qub putera Ishaq Ibn Ibrahim. Aku bertempat tinggal di sini atas izin Allah Swt., sesungguhnya aku diutus untuk mengajakmu masuk dalam agama Allah, yaitu dengan mempercayai bahwa tiada Tuhan selain Allah.” Karena sinar hidayah tak berpihak pada sang raja, ajakan Ya’qub membuat panas telinganya, dengan penuh keangkuhan raja Saljam berkata, “Dengan apa engkau memerangi aku, sedang engkau tak punya seorang tentara pun.” Dengan penuh kearifan nabi Ya’qub menjawab pertanyaan raja, “Ku perangi engkau dengan bantuan Allah, malaikat, dan anak-anakku.” Mendengar jawaban Nabi Ya’qub, membuat raja semakin berang, dan akhirnya terjadi pertempuran antara pasukan raja dan keluarga Nabi Ya’qub.[9]
Dalam peperangan antara raja dan perangkatnya melawan keluarga nabi Ya’qub as, membuat porak-poranda kerajaan, sama sekali tak terduga dalam benak raja bila warganya yang baru diketahuinya itu mempunyai kekuatan yang sangat menakjubkan. Dalam peperangan yang sangat sengit itu, Simon meminta izin kepada bapaknya, “Ya Nabiyullah, jika engkau izinkan, saya akan bertanggung jawab untuk meruntuhkan benteng pertahanan musuh, serahkan saja padaku ayah,” katan Simon memohon izin. Ya’qub, mengabulkan permohonan puteranya itu. Setelah mendapat izin dari ayahnya, sebelum berangkat, Simon berdoa, “Ya Allah, bukakanlah pintu ini dengan mudah dan Engkaulah ya Allah sebaik-baik yang memberi kemenangan, dengan nama-Mu ya Allah, selamatkanlah kami.” Dengan penuh keyakinan ditendangnya benteng kerajaan, atas pertolongan Allah dinding benteng hancur berantakan, sehingga banyak prajurit yang mati. Setelah benteng kerajaan hancur, nabi Ya’qub dan puteranya masuk untuk memerangi sang raja. Akhirnya Saljam dapat dikalahkan nabi Ya’qub dan putera-puteranya, yang hanya terdiri dari beberapa orang saja.[10]

C.       Nabi Ya’qub as, Sabar dalam Penantian

“Ya Bapakku, semalam aku bermimpi melihat sebelas bintang, matahari dan bulan bersujud kepadaku.” Cerita Yusuf suatu pagi. “Terangkanlah arti mimpiku itu, Bapak.” Nabi Ya’qub tersenyum lebar mendengar cerita Yusuf. Dengan penuh kasih sayang beliau menjelaskan. “Itulah kabar gembira dari Allah Swt. Dia akan mengistimewakan engkau dalam pengetahuan dan kenikmatan, sebagaimana yang telah diberikan-Nya kepada kakek-kakekmu Nabi Ibrahim dan Nabi Ishaq.” Yusuf mengucapkan puji syukur kepada Allah, mendengar penjelasan sang Bapak.
“Anakku, jangan sekali-sekali engkau ceritakan mimpimu kepada saudara-saudaramu,” pesan Nabi Ya’qub. “Sebab hanya akan menambah kebencian mereka kepadamu.”
Kesepuluh putra Nabi Ya’qub yang lain memang sangat dengki dan iri kepada Yusuf dan Benyamin. Oleh karena Nabi Ya’qub “mengistimewakan” kedua putra bungsunya tersebut.  Bagi Nabi Ya’qub perlakuan beliau itu suatu kewajaran. Sebab di samping Yusuf anak yatim juga memiliki keistimewaan. Yusuf sangat tampan, berperangai baik dan amat luas pengetahuannya dibanding putra-putra Nabi Ya’qub yang lain.
Suatu hari kesepuluh putra Nabi Ya’qub memohon agar Yusuf diperkenankan ikut mereka berburu. Semula Nabi Ya’qub tidak mengizinkan, “Bapak tidak keberatan Yusuf turut pergi bersama kalian. Tapi Bapak khawatir Yusuf dimangsa serigala.”
Wahai Bapak kami, janganlah terlalu khawatir. Kami semua bertanggung jawab atas keselamatan Yusuf,” anak Nabi Ya’qub yang tertua meyakinkan. “Benar Bapak. Kami semua akan melindungi Yusuf dari mara bahaya,” dukung yang lain. “Bukankah kami juga akan rugi bila sampai kehilangan saudara sendiri?”
Melihat kesungguhan tutur-kata kesepuluh anaknya. Nabi Ya’qub mengizinkan kepergian Yusuf bersama mereka. Meski hati beliau diliputi kekhawatiran. Peristiwa ini dinyatakan di dalam Al-Qur’an;


[1] Sesudah Taurat diturunkan, ada beberapa makanan yang diharamkan bagi mereka sebagai hukuman. Nama-nama makanan itu disebut di dalamnya. Lihat selanjutnya surat An Nisa' ayat 160 dan surat Al An'aam ayat 146.
[2]Afif, Abdu Al-Fatah, Thabbarah, Ma’a Al-Anbiya fi Al-Qur’ani Al-Karim, terj. Tamyiez Dery dkk, (Semarang: Toha Putra, Cet. I, 1985), hal. 241.
[3]Israil murakkab dari kata isra yang berarti hamba, kesucian, manusia atau muhajir, dan il berarti Allah. Dengan demikian, israil adalah hamba dari kesucian Allah. Ada yang memberikan arti orang yang memerangi atau tentara Allah. Ada yang mengartikan raja yang berjuang bersama Allah. Lihat, Afif, Abdu Al-Fatah, Thabbarah, Ma’a Al-Anbiya fi Al-Qur’ani Al-Karim, terj. Tamyiez Dery dkk, (Semarang: Toha Putra, Cet. I, 1985), hal. 241.

[4] Muhammad, Ali Ash-Shabuni, an-Nubuwwah Wal An-Biya, terj. Muslich Shabir, (Semarang: CV. Cahaya Indah, Cet. I, 1994), hal. 368.
[5] Lihat, Ath-Thabari, Tarikh, Jilid I, hal. 320. Lihat juga, Ibnu Katsir, Al-Bidayah wan Nihayah, Jilid I, hal. 182. Lihat juga,  Muhammad, Ali Ash-Shabuni, an-Nubuwwah Wal An-Biya, terj. Muslich Shabir, (Semarang: CV. Cahaya Indah, Cet. I, 1994), hal. 369-370.
[6]Al-Asbath adalah anak-anak Ya’qub yang berjumlah dua belas. Kata Asbath adalah jamak, sedangkan tunggalnya sabath yang artinya anak atau cucu. As-Sabath dalam bahasa Yahudi berarti Kabilah dalam bangsa Arab, yakni mereka yang mempunyai nenek moyang (ayah) satu. Dan masing-masing anak Ya’qub sebagai ayah dari Sabath di kalangan bangsa Israil. Maka seluruh bangsa Israil merupakan keturunan dari dua belas anak Ya’qub tersebut. Dari Al-Sabath ini lahirlah beberapa Nabi, antara lain dari Sabath Lawi muncul beberapa Nabi, yakni Nabi Musa, Harun, Ilyas dan Ilyasa. Dari Sabath Yahudza lahir Nabi Daud, Sulaiman, Zakaria, Yahya dan Isa. Sedang dari Sabath Bunyamin muncullah seorang Nabi, yaitu Yunus. Lihat, Afif Abdu Al-Fatah Thabbarah, Ma’a Al-Anbiya fi Al-Qur’ani Al-Karim, terj. Tamyiez Dery dkk, (Semarang: Toha Putra, Cet. I, 1985), hal. 243.
[7] Muhammad, Ali Ash-Shabuni, op. cit., hal. 370.
[8] Ibid., hal. 241
[9] Rafi’udin, Lentera Kisah dua puluh lima Nabi dan Rasul, (Jakarta: Kalam Mulia, Cet. I, 1997), hal. 108-109.
[10] Ibid., hal. 109.

(Yaitu) ketika mereka berkata: "Sesungguhnya Yusuf dan saudara kandungnya (Bunyamin) lebih dicintai oleh ayah kita dari pada kita sendiri, Padahal kita (ini) adalah satu golongan (yang kuat). Sesungguhnya ayah kita adalah dalam kekeliruan yang nyata.
Bunuhlah Yusuf atau buanglah Dia kesuatu daerah (yang tak dikenal) supaya perhatian ayahmu tertumpah kepadamu saja, dan sesudah itu hendaklah kamu menjadi orang-orang yang baik.
Seorang diantara mereka berkata: Janganlah kamu bunuh Yusuf, tetapi masukkanlah Dia ke dasar sumur supaya Dia dipungut oleh beberapa orang musafir, jika kamu hendak berbuat.
(QS. Yusuf [12]: 8-10)

Untuk kelanjutan cerita Yusuf, mari kita pahami ayat-ayat berikut ini;
Mereka berkata, “Wahai ayah Kami, Sesungguhnya Kami pergi berlomba-lomba dan Kami tinggalkan Yusuf di dekat barang-barang Kami, lalu Dia dimakan serigala; dan kamu sekali-kali tidak akan percaya kepada Kami, Sekalipun Kami adalah orang-orang yang benar."
Mereka datang membawa baju gamisnya (yang berlumuran) dengan darah palsu. Ya'qub berkata, "Sebenarnya dirimu sendirilah yang memandang baik perbuatan (yang buruk) itu; Maka kesabaran yang baik Itulah (kesabaranku). dan Allah sajalah yang dimohon pertolongan-Nya terhadap apa yang kamu ceritakan."
 (QS. Yusuf [12]: 17-18)


Hari perjumpaan Nabi Ya’qub dengan Yusuf
Ayah dan saudara-saudaranya tinggal di Palestina. Krisis dan kelaparan juga melanda negeri itu. Ketika mendengar kebaikan hati penguasa Mesir, mereka pergi ke sana untuk meminta bantuan. Di saat saudara-saudaranya itu menemui Nabi Yusuf, mereka tidak lagi mengenalnya karena saat ditinggal di dalam sumur umurnya baru 10 tahun. Sekarang, mereka datang dan memohon belas kasihannya. Mereka mengharap bantuan makanan dari penguasa yang terkenal baik hatinya tersebut.
Biasanya, ketika orang yang meminta bantuan datang, selalu ditanya asalnya, berapa jumlah  keluarganya, dan berapa kebutuhan yang diperlukan. Namun, ketika sampai giliran saudara-saudaranya itu, Nabi Yusuf tidak lagi menanyakan hal itu, tapi menanyakan keberadaan saudara seayah mereka. Saudara-saudaranya itu bingung ketika ditanya tentang saudara seayah mereka.
Nabi Yusuf berjanji, jika saudara seayah mereka bisa dihadirkan, maka jumlah bahan makanan itu akan ditambah. Mereka menjawab, “Maaf, kami tidak bisa menghadirkan dia ke sini.” Mereka bukan tidak mau, tetapi mereka menyadari betapa sulitnya membujuk sang ayah untuk mengizinkan lagi membawa saudaranya itu bersama-sama mereka setelah apa yang dilakukan terhadap Nabi Yusuf.

“Jika kamu tidak membawanya kepadaKu, Maka kamu tidak akan mendapat sukatan lagi dari padaku dan jangan kamu mendekatiku.”
(QS. Yusuf [12]: 60)

Nabi Yusuf mengancam, jika saudaranya itu tidak dibawa maka tidak ada lagi bantuan untuk mereka selamanya.
Mereka berkata, “Kami akan membujuk Ayahnya untuk membawanya (ke mari) dan Sesungguhnya Kami benar-benar akan melaksanakannya.”
(QS. Yusuf [12]: 61)

Mendengar ancaman itu, mereka pasrah dan akan berusaha meminta ayah mereka menginzinkan membawanya.

Yusuf berkata kepada bujang-bujangnya, “Masukkanlah barang-barang (penukar kepunyaan mereka) ke dalam karung-karung mereka, supaya mereka mengetahuinya apabila mereka telah kembali kepada keluarganya, Mudah-mudahan mereka kembali lagi.”
(QS. Yusuf [12]: 62)

Setelah saudara-saudaranya setuju, Nabi Yusuf menyuruh para pembantunya memasukkan kembali barang-barang kerajinan mereka ke dalam karung supaya mereka tahu barang-barang itu kembali utuh dengan harapan mereka mau kembali lagi ke Mesir.
Ketika tiba di rumah, mereka terkejut dan gembira melihat bantuan yang banyak dan barang-barang mereka sendiri kembali utuh. Mereka kagum dengan kebaikan hati penguasa itu. Atas dasar itu, mereka membujuk sang ayah untuk mengizinkan membawa Bunyamin bersama mereka pada kunjungan yang kedua nanti.
Mereka berhasil membujuk ayahnya untuk membawa Bunyamin. Pada kunjungan kedua ini, Bunyamin ikut bersama mereka menemui Penguasa Mesir yang baik hati itu. Nabi Yusuf memenuhi janjinya memberi bantuan bahan makanan karena telah membawa saudara seayah mereka tersebut. Tapi, diam-diam dimasukkan sebuah gelas emas milik raja ke salah satu kantong mereka.
Maka tatkala telah disiapkan untuk mereka bahan makanan mereka, Yusuf memasukkan piala (tempat minum) ke dalam karung saudaranya. kemudian berteriaklah seseorang yang menyerukan, "Hai kafilah, Sesungguhnya kamu adalah orang-orang yang mencuri".
(QS. Yusuf [12]: 70)

Mereka terkejut dan berkata, “Tidak mungkin, kalian tahu maksud kedatangan kami kemari. Tidak ada niat untuk berbuat kerusuhan di tempat ini, kami hanya ingin minta bantuan. Kami bukanlah pencuri!”
Akhirnya diambil kesepakatan, siapa saja yang ditemukan dalam karungnya gelas emas raja itu, maka dia dilarang pulang dan harus menjalani hukuman.

“Maka mulailah Yusuf (memeriksa) karung-karung mereka sebelum (memeriksa) karung saudaranya sendiri, kemudian Dia mengeluarkan piala raja itu dari karung saudaranya. Demikianlah Kami atur untuk (mencapai maksud) Yusuf. Tiadalah patut Yusuf menghukum saudaranya menurut undang-undang Raja, kecuali Allah menghendaki-Nya. Kami tinggikan derajat orang yang Kami kehendaki; dan di atas tiap-tiap orang yang berpengetahuan itu ada lagi yang Maha mengetahui.”
Mereka berkata, "Jika ia mencuri, Maka Sesungguhnya, telah pernah mencuri pula saudaranya sebelum itu". Maka Yusuf Menyembunyikan kejengkelan itu pada dirinya dan tidak menampakkannya kepada mereka. Dia berkata (dalam hatinya): "Kamu lebih buruk kedudukanmu (sifat-sifatmu) dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu terangkan itu.”
(QS. Yusuf [12]: 76-77)

Kemudian saudara-saudara Yusuf yang lain berkata, “Tolonglah kami, mohon jangan mengambilnya. Dia memiliki seorang ayah yang sudah sangat tua. Ambillah salah satu dari kami untuk menggantikannya karena kami tidak mungkin kembali tanpa membawanya.”
Usaha mereka sia-sia. Bunyamin tetap tidak bisa pulang bersama mereka. Kemudian, saudara-saudaranya yang lain kembali ke Palestina. Setelah bertemu dengan ayah mereka, diceritakan semua kejadian itu padanya. Ayah mereka tidak percaya. 

Dan Ya'qub berpaling dari mereka (anak-anaknya) seraya berkata: "Aduhai duka citaku terhadap Yusuf", dan kedua matanya menjadi putih karena Kesedihan dan Dia adalah seorang yang menahan amarahnya (terhadap anak-anaknya).
(QS. Yusuf [12]: 84)

Anak-anaknya heran dan bertanya, “Ayah, di saat sedih begini engkau masih ingat Yusuf?” Ya’qub menjawab, “Aku tidak mengeluh pada siapa-siapa, tapi aku hanya sampaikan keluhan dan kesedihan ini kepada Allah.”

(Ya’qub berkata), “Hai anak-anakku, Pergilah kamu, Maka carilah berita tentang Yusuf dan saudaranya dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir.”
(QS. Yusuf [12]: 87)

Sekali lagi Nabi Ya’qub meminta anak-anaknya pergi ke Mesir untuk mencari saudaranya tersebut. Ketika berjumpa dengan Nabi Yusuf, mereka berkata;
Maka ketika mereka masuk ke (tempat) Yusuf, mereka berkata: "Hai Al Aziz, Kami dan keluarga Kami telah ditimpa kesengsaraan dan Kami datang membawa barang-barang yang tak berharga, Maka sempurnakanlah sukatan untuk Kami, dan bersedekahlah kepada Kami, Sesungguhnya Allah memberi Balasan kepada orang-orang yang bersedekah".
(QS. Yusuf [12]: 88)

Nabi Yusuf merasa, mereka sudah berubah. Ketika barang-barang yang akan ditukar dengan makanan itu diberikan kepada Nabi Yusuf, mereka ditanya;
 
Yusuf berkata, “Apakah kamu mengetahui (kejelekan) apa yang telah kamu lakukan terhadap Yusuf dan saudaranya ketika kamu tidak mengetahui (akibat) perbuatanmu itu?”
(QS. Yusuf [12]: 89)

Dia ingin mengingatkan perbuatan buruk mereka dengan cara yang halus. Pertanyaan itu sangat mengejutkan, karena mereka tidak terpikir akan ditanya masalah ini.

Mereka berkata, “Apakah kamu ini benar-benar Yusuf?”  Yusuf menjawab: "Akulah Yusuf dan ini saudaraku. Sesungguhnya Allah telah melimpahkan karunia-Nya kepada kami". Sesungguhnya barang siapa yang bertakwa dan bersabar, Maka Sesungguhnya Allah tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat baik"
Mereka berkata, "Demi Allah, Sesungguhnya Allah telah melebihkan kamu atas Kami, dan Sesungguhnya Kami adalah orang-orang yang bersalah (berdosa)".
Dia (Yusuf) berkata, "Pada hari ini tak ada cercaan terhadap kamu, Mudah-mudahan Allah mengampuni (kamu), dan Dia adalah Maha Penyayang diantara Para Penyayang".

(QS. Yusuf [12]: 90-92)

Nabi Yusuf berkata, “Tidak usah takut dan khawatir, kalian tidap apa-apa. Sekarang, temui ayah dan usapkan baju ini ke wajahnya. Setelah itu, pindahlah kalian semua ke Mesir”

Maka tatkala mereka masuk ke (tempat) Yusuf, Yusuf merangkul ibu bapanya dan Dia berkata, "Masuklah kamu ke negeri Mesir, insya Allah dalam Keadaan aman".
Dan ia menaikkan kedua ibu-bapanya ke atas singgasana. dan mereka (semuanya) merebahkan diri seraya sujud kepada Yusuf. dan berkata Yusuf, "Wahai ayahku Inilah ta'bir mimpiku yang dahulu itu; Sesungguhnya Tuhanku telah menjadikannya suatu kenyataan. dan Sesungguhnya Tuhanku telah berbuat baik kepadaKu, ketika Dia membebaskan aku dari rumah penjara dan ketika membawa kamu dari dusun padang pasir, setelah syaitan merusakkan (hubungan) antaraku dan saudara-saudaraku. Sesungguhnya Tuhanku Maha lembut terhadap apa yang Dia kehendaki. Sesungguhnya Dialah yang Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.
 (QS. Yusuf [12]: 99-100)

Perhatikanlah kemuliaan yang ditunjukkan Nabi Yusuf. Kepada ayahnya dia tidak berkata, “Mereka sengaja meletakkanku di dalam sumur agar tidak sakit hati.” Nabi Yusuf juga tidak berkata, “Saya selamatkan kalian dari kelaparan,” tetapi dia berkata, “Allah membawa kita dari dusun padang pasir.” Terhadap saudara-saudaranya pun dia berkata, “Setanlah yang telah merusak hubungan kami.” Sungguh akhlak yang sangat agung.

Post a Comment

 
Top