A. Asbabul
Nuzul (Latar Belakang Historis Turunnya) QS. ‘Abasa [80]: 1-42
Surah ini diturunkan
berkenaan dengan kisah Ibnu Ummi Maktum.[1]
Ibnu Ummi Maktum terkenal dengan nama ‘Amr Ibnu Qais, dia adalah anak lelaki paman
Syaidah Khadijah. Dia adalah seorang tuna netra dan ikut berhijrah ke Madinah
bersama para sahabat yang lain. Nabi berkali-kali menyuruhnya sebagai pengganti
beliau dalam mengimami shalat dengan kaum Muslimin di Madinah. Dia adalah Muazzinur-Rasul
kedua setelah sahabat Bilal.
Sebagaimana yang diriwayatkan
Abdullah Ibnu Umar, bahwa ia mendengar Rasulullah SAW., bersabda; “Inna Bilaa lan yu’adzinu bilailin fakuluu
wasyrabuu hatta yu’adzzina Ibnu Ummi Maktum. (Sesungguhnya jika adzan masih
agak malam karena itu kamu boleh makan dan minum, sampai Ibnu Ummi Maktum
beradzan maka itu tanda sudah subuh dan mulai haram makan bagi orang yang akan
puasa.”[2]
Menurut kesepakatan
ahli tafsir, sebab diturunkannya ayat ini adalah Nabi Muhammad SAW sedang sibuk
berdakwah kepada pemuka-pemuka Quraisy.[3]
Sehingga mengacuhkan Ibnu Ummi Maktum (seorang tunanetra) yang berkata pada
beliau, “Wahai Rasulullah SAW, bacakanlah kepadaku dan ajarkanlah aku tentang
apa yang diajarkan Allah kepadamu.” Dia mengulang-ulang memintanya. Nabi tidak
menyadari hal tersebut karena Nabi menaruh harapan yang sangat besar kepada
tokoh-tokoh tersebut. Dalam kondisi seperti itu, Nabi bermuka masam dan
berpaling dari Ibnu Ummi Maktum.[4]
Kemudian Allah menegur
nabi-Nya, bahwa kebutaan, kelemahan dan kefakiran Ibnu Ummi Maktum hendaknya
tidak dijadikan penyebab berpalingnya kamu dari perkataan dan tidak
menghiraukannya. Sebab hal itu akan bisa menimbulkan keputusasaan pada golongan
fakir miskin yang engkau (Muhammad) telah diperintahkan agar memperhatikan
mereka.
Ibnu Ummi Maktum adalah
seorang yang hidup hatinya. Jika ia mendengar hikmah, ia segera memahami dan
mensucikan dirinya dari noda perbuatan dosa yang berbahaya sehingga bersih
jiwanya. Dia mau mengambil nasehat dan segera mengamalkannya begitu ia
mendengarnya.
[1] Menurut Ibnu Katsir, Anas Ibn
Malik r.a. berkata, “Surat Abasa turun mengenai Ibnu Ummi Maktum ketika ia
datang kepada Nabi SAW., sedang Nabi SAW, melayani Ubay Ibn Khalaf, sehingga
Nabi SAW, mengabaikannya, maka turunlah Surat Abasa. Kemudian sesudah itu Nabi
SAW, selalu memuliakannya, bahkan selalu menanyakan kepadanya kalau-kalau ia
ada hajat apa-apa. ( R. Abu Ya’laa), Lihat, Ibnu Katsir, Tafsir Ibnu Kastsir, Jilid 8, terj. Salim Bahreisy, (Surabaya: PT
Bina Ilmu, Cet. II, 1993), hal. 279
[2] Ibid., hal. 279
[3] Dalam riwayat Anas Ibn Malik r.
a. Disebutkan pembesar itu bernama Ubay Ibn Khalaf. Sedangkan menurut riwayat
Ibnu Abbas, mereka itu adalah Utbah Ibn Rabi’ah, Abu Jahal Ibn Hisyam, dan
Abbas Ibn Abdul Muththalib. Beliau sangat sering melayani mereka dan sangat
menginginkan agar mereka beriman. Lihat, Muhammad Nasib Ar-Rifa’i, Taisiru al-Aliyyul Qadir li Ikhtishari
Tafsir Ibnu Katsir, Jilid 4, terj. Syihabuddin, (Jakarta: Gema Insani Press,
Cet. II, 2001), hal. 911. Sedangkan menurut al-Maraghi para pembesar Quraisy
itu adalah ‘Utbah dan Syaibah, keduanya anak Rabi’ah, Abu Jahal Ibnu Hisyam,
Al-‘Abbas Ibnu ‘Abdul-Muthalib, Umayyah Ibnu Khalaf dan Walid Ibnu Mughirah.
Lihat, Ahmad Mustafa Al-Maragi, Tafsir
Al-Maraghi, terj. Bahrun Abu Bakar, Juz 28, 29, dan 30, (Semarang: CV. Toha
Putra, Cet. II, 1992 ), hal. 70.
[4] Syaikh Asy-Syanqithi, Adhwa’ul Bayan, Jilid 11, takhrij.
Syaikh Muhammad dan Abdul Aziz al-Khalidi, terj. Ahmad Affandi dkk, (Jakarta:
Pustaka Azzam, Cet. I, 2011), hal. 58.
Post a Comment