BAB I

A.  Pendahuluan
Istilah jurnalistik[1] pada saat ini barangkali bukanlah sesuatu yang asing lagi terdengar. Di zaman modern kini, beragam media informasi dan telekomunikasi sangat mempengaruhi kehidupan masyarakat luas, terutama di perkotaan. Bahkan daya jangkau dan cakupan pengaruh media massa pun kini semakin merambah masyarakat pedesaan. Televisi dan radio bukan lagi dianggap barang mewah, semakin banyak dimiliki oleh penduduk pedesaan. Dari media massa itu (seperti TV, radio, koran, dan majalah) identik dengan sarana penampilan dan penyebaran hasil kerja jurnalistik.[2]

Dari segi kegiatannya, jurnalistik sering disamakan dengan istilah pers, yaitu kegiatan kewartawanan dalam mencari, menyusun, menulis, menyunting dan menerbitkan (mempublikasikan)  berita di media massa (baik media cetak maupun media elektronik).
Dari segi asal katanya, jurnalistik adalah berasal dari jornalistic (bahasa inggris) yang berasal dari journal atau dujour (bahasa Prancis) yang berarti catatan atau berita harian, di mana segala berita pada hari itu termuat dalam lembaran (kertas) yang tercetak. Kemudian karena berita itu dicetak (umumnya di atas kertas) dengan mesin cetak press, maka istilah pres juga digunakan untuk menyebut kegiatan dengan jurnalistik. Jadi kini pers sama saja maknanya dengan jurnalistik. Dulu dikenal istilah publisistik (ilmu penyiaran/publikasi).
Sedangkan public relations (PR) mulai dirasa penting terutama bagi organisasi atau perusahaan besar dimana setiap kegiatan atau usaha untuk mencapai keberhasilan haruslah mendapat goodwill dari masyarakat, baik kebijakan, out put yang dihasilkan maupun kinerja organisasi itu sendiri. Keberadaan PR saat ini dirasakan semakin penting dan tidak dapat diabaikan dalam roda kehidupan organisasi karena PR dibutuhkan antara lain sebagai wahana komunikasi ke dalam dan ke luar organisasi yang bertujuan untuk menciptakan, membina dan memelihara hubungan yang baik dengan publiknya melalui komunikasi timbal balik yang harmonis.[3]

BAB II
Pembahasan

B.  Pengertian Jurnalistik
Istilah jurnalistik[4] sangat erat kaitannya dengan istilah pers dan komunikasi massa. Terkadang istilah-istilah ini bercampur-baur dan saling tertukar pengertiannya hingga tak sedikit lembaga public relations yang belum memahami dengan benar pengetahuan ihwal istilah itu. Jurnalistik berasal dari kata journal atau du jour (bahasa Prancis) juga diurnal yang berarti catatan atau berita harian.[5]
Dari berbagai literatur dapat dikaji definisi jurnalistik yang jumlahnya begitu banyak tetapi semuanya berkisar pada pengertian bahwa jurnalistik adalah suatu pengelolaan laporan harian yang menarik minat khalayak, mulai dari peliputan sampai penyebarannya kepada masyarakat mengenai apa saja yang terjadi di dunia, apakah itu peristiwa faktual (fact) atau pendapat seseorang (opini), jika diperkirakan untuk menarik perhatian khalayak, merupakan bahan dasar bagi jurnalistik, akan menjadi bahan berita untuk disebarluaskan kepada masyarakat. Dalam perkembangan selanjutnya, kegiatan jurnalistik adalah kegiatan mengumpulkan, menyiapkan, menuliskan, dan menyebarkan informasi melalui media massa.
Onong U. Effendy mengemukakan jurnalistik adalah teknik mengelola berita sejak dari mendapatkan bahan sampai kepada menyebarluaskannya kepada khalayak. Pada mulanya jurnalistik hanya mengelola hal-hal yang sifatnya informatif saja. Itu terbukti pada Acta Diurna sebagai produk jurnalistik pertama pada zaman Romawi Kuno, ketika kaisar Julius Caesar berkuasa.[6] Menurut M. Djen Amar jurnalistik adalah usaha memproduksi kata-kata dan gambar-gambar yang dihubungkan dengan proses transfer ide/gagasan dengan bentuk suara. Inilah cikal bakal makna jurnalistik secara sederhana.[7] Sedangkan menurut M. Ridwan jurnalistik adalah suatu kepandaian praktis mengumpulkan, menulis, mengedit berita untuk pemberitaan dalam surat kabar, majalah, atau terbitan berkala lainnya. Selain bersifat keterampilan praktis, jurnalistik merupakan sebuah seni.[8]
Dari ragam definisi jurnalistik itu, dapat disimpulkan bahwa jurnalistik adalah suatu kepandaian untuk menuliskan hal-hal yang baru terjadi dengan cara menaruh perhatian dengan maksud agar diketahui orang sebanyak-banyaknya dan secepat-cepatnya. Sifatnya adalah mendidik, memimpin, mengecam, dan memberikan saran-saran. Sementara itu tujuan dari jurnalistik ialah untuk menyampaikan segala kabar yang baru terjadi kepada orang banyak dengan secepat mungkin.[9]

C.  Pengertian Jurnalistik Islam
Emha Ainun Nadjib mengemukakan, jurnalistik Islam adalah sebuah teknologi dan sosialisasi informasi (dalam kegiatan penerbitan tulisan) yang mengabdikan diri kepada nilai agama Islam bagaimana dan ke mana semestinya manusia, masyarakat, kebudayaan, dan peradaban mengarahkan dirinya.[10] Menurut A. Muis jurnalistik Islam adalah menyebarkan (menyampaikan) informasi kepada pendengar, pemirsa atau pembaca tentang perintah dan larangan Allah Swt. (al-Qur’an dan Hadits Nabi).[11] Bagi, Dedy Djamaluddin Malik jurnalistik islami adalah proses meliput, mengolah, dan menyebarluaskan berbagai peristiwa yang menyangkut umat Islam dan ajaran Islam kepada khalayak. Jurnalistik islami adalah crusade journalism, yaitu jurnalistik yang memperjuangkan nilai-nilai tertentu, yakni nilai-nilai Islam. Sedangkan menurut Asep Syamsul Ramli, Jurnalistik Islam ialah proses pemberitaan atau pelaporan tentang berbagai hal yang sarat dengan muatan nilai­-nilai Islam.
Dari sejumlah definisi jurnalistik Islam yang telah dipaparkan para ahli tersebut, penulis menyimpulkan bahwa jurnalistik Islam adalah suatu proses meliputi, mengolah, dan menyebarluaskan berbagai peristiwa dengan muatan nilai-nilai Islam dengan mematuhi kaidah-kaidah jurnalistik/norma-norma yang bersumber dari al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah Saw. Jurnalistik islami diutamakan kepada dakwah islamiyah, yaitu mengemban misi amar ma’ruf nahi mungkar (QS. Ali Imran [3]: 104).

D.  Sejarah Jurnalistik
Dalam bentuknya yang paling awal, kegiatan jurnalistik ini mungkin dapat kita telusuri sejak zaman peradaban Rowami Yunani Kuno, di mana cikal-bakal surat kabar yang bernama “Acta Diurna” pernah diterbitkan. Berita-berita dan pengumuman ditempelkan Acta Diurna di pusat kota yang kala itu disebut “Forum Romanum.” Atau bahkan lebih awal lagi sejak zaman peradaban Sumeria-Babilonia di lembah sungai Tigris dan Eufrat (Irak-Iran). 
Kegiatan perekaman dan penyebaran informasi melalui tulis-menulis, semakin meluas sejak masyarakat peradaban Mesir menemukan teknik pembuatan kertas dari serat tumbuhan Phapyrus. Oleh karena itu, kertas dalam bahasa inggris kini paper. Pada zaman-zaman selanjutnya, peradaban Cina, India dan Arab, berperanan sangat maju dalam mengembangkan dunia tulis-menulis ilmiah dan budaya baca-tulis masyarakatnya, sehingga peradabannya dapat berkembang sedemikian majunya memimpin peradaban dunia pada masanya.
Kegiatan jurnalistik dalam sejarah Islam “dimulai” ketika Nabi Saw. memerintahkan penulisan al-Qur’an setiap beliau menerima wahyu. Inilah yang dalam catatan sejarah dianggap sebagai permulaan penulisan dalam dakwah islamiyah.[12] Selain itu dalam pendekatan dakwahnya Nabi menggunakan pendekatan korespondensi melalui surat-surat yang ditujukan kepada non-Muslim baik Yahudi, Nasrani, maupun Majusi, dan orang-orang Musyrikin baik raja, kepadala daerah, maupun perorangan.
Surat-surat itu, berisi aturan-aturan dalam Islam, misalnya tentang zakat, sadaqah, dan lain sebagainya. Surat-surat ini juga berisi hal-hal yang wajib dikerjakan oleh orang perorangan non-Muslim terhadap pemerintah Islam, seperti masalah jizyah (iuran keamanan).[13]
Dalam sejarah Islam, buku-buku (media cetak) telah berperan sebagai sarana penyimpan informasi tentang fakta dan data yang membentuk ilmu pengetahuan umat manusia. Sejarah juga mencatat, betapa keberadaan sebuah lembaga ilmiah Islam seperti perpustakaan dan observatorium, didukung penuh oleh para sultan, para ulama dan seluruh masyarakat Islam. Bait al-hikmah adalah salah satu lembaga perpustakaan yang hidup dan progresif pada zaman kekhalifahan Islam Bani Abbasiyah, al-Makmun, di Baghdad, Irak.
Sampai pada suatu saat, orang-orang eropa- mereka mempelajari warisan ilmu pengetahuan dan teknologi pengetahuan dan teknologi tertulis yang diturunkan dan dikembangkan secara estafet dari zaman ke zaman, dari peradaban ke peradaban: Sumeria-Babilonia, Mesir, Yunani-Romawi, India, Cina, dan Arab, maka diketemukan dan berhasil diciptakan sebuah mesin cetak oleh Guttenberg[14]. Sejak saat itulah dunia percetakan dan penyebaran informasi dan ilmu pengetahuan tertulis serta jurnalisme-pers maju sangat pesat dan meluas.
Di Indonesia, perkembangan kegiatan jurnalistik diawali oleh Belanda. Beberapa pejuang kemerdekaan Indonesia pun menggunakan kewartawanan sebagai alat perjuangan. Di era-era inilah Bintang Timoer, Bintang Barat, Java Bode, Medan Prijaji, dan Java Bode terbit. Pada masa pendudukan Jepang mengambil alih kekuasaan, koran-koran ini dilarang. Akan tetapi pada akhirnya ada lima media yang mendapat izin terbit: Asia Raja, Tjahaja, Sinar Baru, Sinar Matahari, dan Suara Asia.[15]
Kemerdekaan Indonesia membawa berkah bagi kewartawanan. Pemerintah Indonesia menggunakan Radio Republik Indonesia sebagai media komunikasi. Menjelang penyelenggaraan Asian Games IV, pemerintah memasukkan proyek televisi. Sejak tahun 1962 inilah Televisi Republik Indonesia muncul dengan teknologi layar hitam putih.[16] 
Masa kekuasaan presiden Soeharto, banyak terjadi pembreidelan media massa. Kasus Harian Indonesia Raya dan Majalah Tempomerupakan dua contoh kentara dalam sensor kekuasaan ini. Kontrol ini dipegang melalui Departemen Penerangan dan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI). Hal inilah yang kemudian memunculkan Aliansi Jurnalis Independen yang mendeklarasikan diri di Wisma Tempo Sirna Galih, Jawa Barat. Beberapa aktivisnya dimasukkan ke penjara.[17]
Titik kebebasan pers mulai terasa lagi saat BJ Habibie menggantikan Soeharto. Banyak media massa yang muncul kemudian dan PWI tidak lagi menjadi satu-satunya organisasi profesi. Kegiatan kewartawanan diatur dengan Undang-Undang Pers Nomor 40 Tahun 1999 yang dikeluarkan Dewan Pers dan Undang-Undang Penyiaran Nomor 32 Tahun 2002 yang dikeluarkan oleh Komisi Penyiaran Indonesia atau KPI.[18]

E.   Jenis-Jenis Jurnalistik
Kurniawan Djunaedi mengatakan jurnalisme dapat dibagi beberapa jenis antara lain:
Pertama, jurnalisme dramatik, yakni aliran jurnalistik yang hanya mengemukakan data dan fakta tanpa menyisipkan sedikitpun opini. Tulisan ini disusun berdasarkan urutan peristiwa (kronologis) dan diharapkan berakhir dengan suspence (ketegangan). Dari rentetan peristiwa itu, pembaca diharapkan juga akan memperoleh sendiri makna dan siratan pemberitaan itu. Jurnalisme semacam ini memberi hak sepenuhnya kepada pembaca untuk memberi opini. Di Indonesia, majalah berita bergambar “Jakarta-Jakarta” pada awal terbitnya termasuk yang mengembangkan jurnalisme dramatik. Namun dalam praktiknya, jurnalisme ini cenderung berubah menjadi jurnalisme fakta.
Kedua, jurnalisme evaluatif, yakni gabungan jurnalisme objektif yang mengandalkan keunggulan data dan fakta akurat dengan jurnalisme baru yang mengandalkan subjektivitas wartawan ditunjang dengan penulisan berita selidik (investigate reporting). Jurnalisme model ini dirintis oleh majalah The Washington Monthly, 1969.
Ketiga, jurnalisme got atau sering juga disebut dengan istilah yellow papers (koran kuning), boulevard papers atau gutter papers. Jurnalisme ini kelihatannya mementingkan rakyat dan berjuang bagi hak-hak rakyat, padahal tujuannya sekedar meraih pembaca sebanyak-banyaknya. Pelopor jurnalisme model ini adalah William Radolph Herst (w. 1951).
Keempat, Jurnalisme investigatif, yakni jurnalisme yang mengandalkan penyelidikan mendalam.
Kelima, jurnalisme jazz, yakni sebutan bagi jurnalisme khusus yang berkembang di Amerika Serikat pada 1920-an seiring dengan munculnya pers sensasional dengan ukuran tabloid dan penggunaan foto-foto secara intensif.
Keenam, jurnalisme khas, yaitu jenis jurnalisme yang menggunakan cara penulisan khas berdasarkan tinjauan jangka panjang dan visi mendalam. Yang memperkenalkan jurnalisme model adalah Rosihan Anwar setelah menghadiri komperensi tentang “Perkembangan dan Kecendrungan dalam Penduduk Dunia” yang diselenggarakan oleh United Nations for Population Activities (UNFPA) bekerja sama dengan surat kabar The Guardian dan Third World Media di London, 22-24 November 1978.
Ketujuh, jurnalisme partisan, merupakan sebutan yang diberikan bagi jurnalistik yang memihak kepada sesuatu atau seseorang secara berat sebelah, khususnya dalam bidang politik. Jurnalisme ini berkembang pesat di Amerika Serikat pada abad XIX. Bila seorang wartawan atau surat kabar mendukung seorang politikus itu tidak menyukai seseorang, maka digunakan kata-kata ajektif untuk menuliskan segi-segi buruknya.
Kedelapan, jurnalisme objektif, adalah jurnalisme yang menggunakan penulisan berita yang memisahkan fakta dan opini, perintis jurnalisme ini adalah surat kabar The New York Times.
Kesembilan, jurnalisme pembangunan (development journalism) diperkenalkan tahun 1970-an oleh sejumlah orang pada proses Foundation of Asia di Manila, Fhilipina, jurnalisme ini beranggapan bahwa diperlukan sebarisan wartawan berita selidik yang terlatih dalam soal ekonomi dan yang dapat menerangkan kepada pembaca tentang seluk-beluk masalah kehidupan rakyat dan peningkatan kemajuan dan kesejahteraan.
Kesepuluh, jurnalisme penelitian, adalah suatu bentuk jurnalisme yang menyoroti suatu masalah ilmiah dalam kehidupan masyarakat berdasarkan sikap dasar jurnalistik, yakni check dan recheck dengan menggunakan metode dan teknik ilmiah. Perintis jurnalisme penelitian ini adalah Walter Loppman, wartawan dan kolumnis terkenal Amerika Serikat sebelum perang dunia II. Pada tahun 1922-1923, ia menulis suatu kritik tajam dalam surat kabar The New Republic atas penelitian seorang Professor Psikologi bernama Lewis Tarman yang pada tahun 1908 berusaha menerapkan skala intelegensia Binet Simon di Amerika menurut standar Amerika. Lippman berpendapat bahwa suatu hasil penelitian tidak dapat diterapkan begitu saja pada kelompok lain. Ternyata pendapatnya yang didasarkan pada penelitian kelak itu terbukti kebenarannya.
Kesebelas, jurnalisme proses, yakni jurnalisme yang menitik beratkan pada proses jalannya perkembangan suatu hal sebelum meledak menjadi berita yang hebat. Hal ini membedakannya dengan jurnalisme yang lain, seperti jurnalisme fakta. Jurnalisme jenis ini sangat menekankan why (mengapa) dalam rumus berita 5 W + 1 H.
Jadi keunggulan media cetak produk jurnalistik di atas dapat memberikan laporan atau sajian yang lebih lengkap dan mantap bila dibandingkan radio atau televisi yang dibatasi ruang dan waktu. Dapat pula digandakan dan disimpan lebih lama kendatipun waktu penyebarannya sudah lewat, misalnya dengan memfotokopi dan sebagainya. Kelemahannya ada pada kecepatan menyampaikan informasi ke khalayak. Sementara keunggulan media elektronik adalah kecepatannya yang luar biasa. Kini, media elektronik dapat menyiarkan suatu peristiwa secara langsung. Namun kelemahannya adalah apabila tidak diikuti pada saat penyiaran atau tidak disiarkan ulang, maka seseorang tidak akan mengetahuinya. Begitu juga untuk menggandakannya memerlukan sarana peralatan khusus.

F.   Fungsi Jurnalistik
Ketika perang berkecamuk, prajuritlah yang jadi panglima. Di saat kemenangan diraih, penalah yang jadi jenderalnya, demikian ungkapan Ibnu Khaldun. Berangkat dari statemen itu, jelaslah bahwa jurnalistik telah menjadi power (kekuatan) keempat (the fourth estate) negara-negara maju (superpower) setelah trias politika (legislatif, eksekutif, dan yudikatif). Adapun radio menempati kekuatan kelima (the fifth estate) pengaruhnya di dunia. Beberapa fungsi pers di antaranya adalah;

1.      Menyiarkan Informasi
Pers berfungsi melayani kebutuhan masyarakat akan informasi lebih-lebih pada zaman di mana informasi sudah berubah menjadi kebutuhan hidup sehari-hari. Surat kabar yang tidak menyajikan berita seperti yang dibutuhkan oleh pembacanya tak ubahnya ibarat sebuah perusahaan yang sedang memperdagangkan gambar dan huruf-huruf cetak yang tersusun beraturan, tetapi tidak memberikan makna apa-apa bagi kehidupan. Khalayak perlu mendapatkan kabar tentang segala sesuatu yang terjadi di bumi ini. Tentang peristiwa besar yang terjadi, kenyataan sosial yang berkembang, gagasan, dan pikiran orang yang sedang ramai diperbincangkan, isu yang sedang hangat dibicarakan orang dan lain-lain sebagainya.
Karena begitu beragamnya kebutuhan orang akan informasi, jurnalistik berusaha pula menyajikan banyak hal berkaitan dengan hidup dan kehidupan.  Mulai dari peristiwa maling kelas teri, korupsi kelas kakap, sampai pada kejadian mendaratnya beberapa penghuni bumi di bulan. Semuanya tersaji dalam lembaran koran dan majalah.

2. Fungsi Mendidik
Selain berfungsi menyiarkan informasi, media massa juga berfungsi mendidik. Dalam memainkan fungsinya itu, ada media massa yang secara khusus menyajikan ruang ilmu pengetahuan untuk menambah ilmu pengetahuan, tetapi banyak pula media massa yang memasukkannya secara implisit pada berita-berita, artikel,  atau tajuk rencana. Seringkali pula kita temukan berita-berita, artikel, atau tajuk rencana. Seringkali pula kita temukan berita-berita bergambar, ulasan berita, tajuk cerita bersambung atau pun cerita bersambung ataupun cerita pendek yang disajikan sarat dengan nilai-nilai pendidikan. Karena itu, jika surat kabar bertujuan memberantas buta huruf lewat pendidikan membaca, misalnya, hal-hal itu tidak berarti bahwa surat kabar tersebut harus menyediakan kolom “belajar membaca”, seperti halnya buku belajar membaca yang diperuntukkan bagi anak-anak kelas satu sekolah dasar. Tujuan ini biasa dicapai melalui kolom-kolom atau rubrik-rubrik yang biasa tersaji, baik langsung, maupun tidak langsung mengajarkan orang bisa membaca.

3. Fungsi Menghibur
Secara umum, media massa memang memiliki fungsi menghibur, lebih-lebih bagi masyarakat yang tingkat apresiasinya terhadap informasi masih relatif rendah, bahkan ada jurnalistik yang dikhususkan sebagai media hiburan. Ada juga yang menyisipkan materi-materi dengan maksud untuk mengimbangi berita-berita berat serta tulisan-tulisan yang menuntut pemikiran. Untuk kepentingan ini, surat kabar biasanya menyajikan cerita-cerita pendek, cerita bersambung, teka-teki silang, karikatur, di samping berita-berita dan artikel yang cukup berat. Media massa cetak pada umumnya hanya mampu menyiasati aspek hiburan ini melalui sajian bahasa tulisan, dengan memasukkan rangkaian kata dan susunan kalimat serta pesan-pesan abstrak dalam bentuk gambar dan foto. Semuanya memerlukan keterampilan khsusus dalam merangkai bahasa tulisan serta mengatur bentuk dan posisi gambar secara apik dan menarik. Foto, karikatur, ataupun gambar-gambar jenaka lainnya disajikan dalam kolom atau halaman tertentu.

4. Fungsi Mempengaruhi
Menurut catatan sejarah, Hitler pernah memanfaatkan jurnalistik guna melancarkan kampanye gagasan-gagasannya untuk mempengaruhi dan membujuk massa. Konon pemilihan jurnalistik sebagai media propagandanya itu dilakukan semata-mata karena kekuatan pengaruhnya yang cukup besar. Dengan jurnalistik, orang dapat dengan mudah mengatur kesan dan membentuk opini. Inilah yang menjadi fungsi terpenting jurnalistik, fungsi mempengaruhi, sehingga jurnalistik dapat berperan dalam masyarakat.


G.  Pengertian Public Relations
Pengertian public relations (PR) banyak dikemukakan oleh para ahli maupun praktisi yang bergelut dibidang PR. Jefkins mendefinisikan public relations sebagai sistem komunikasi untuk menciptakan kemauan yang baik. Hutapea menjelaskan bahwa public relations adalah suatu kegiatan untuk menanamkan dan memperoleh pengertian, good will dan penghargaan pada publik.[19] Dalam public relations terdapat suatu usaha mewujudkan suatu hubungan yang harmonis antara lembaga atau perusahaan dengan publiknya, usaha itu memberikan kesan yang menyenangkan, sehingga akan timbul opini publik yang menguntungkan bagi kelangsungan hidup lembaga atau perusahaan tersebut.
Public relation adalah seni menciptakan pengertian publik yang lebih baik sehingga dapat memperdalam kepercayaan publik terhadap suatu individu/organisasi. Public relation (humas) bertanggung jawab untuk memberikan informasi, mendidik, meyakinkan, meraih simpati, dan membangkitkan ketertarikan masyarakat akan sesuatu atau membuat masyarakat mengerti dan menerima sebuah situasi.[20]
Public Relation (hubungan masyarakat) adalah ahli komunikasi yang dapat membawa perusahaan/industri/organisasi/tokoh menjadi populer, berkembang pesat, solid, dan mendapat dukungan. Secara internal perusahaan menjadi pusat informasi perusahaan/industri/organisasi sehingga mampu mendinamisasi, motivator dan menciptakan iklim organisasi yang kondusif sesuai dengan tuntutan zaman. Sedangkan secara eksternal menjadi manager komunikasi dari pimpinan/perusahaan dalam menghadapi pers dan masyarakat. Seorang PR diharapkan untuk membuat program-program dalam mengambil tindakan secara sengaja dan terencana dalam upaya-upayanya mempertahankan, menciptakan, dan memelihara pengertian bersama antara organisasi dan masyarakatnya.[21]

H.  Sejarah Perkembangan Public Relations
Dalam sejarahnya istilah Public Relations sebagai sebuah teknik menguat dengan adanya aktivitas yang dilakukan oleh pelopor Ivy Ledbetter Lee yang tahun 1906 berhasil menanggulangi kelumpuhan industri batu bara di Amerika Serikat dengan sukes. Atas upayanya ini ia diangkat menjadi The Father of Public Relations. Perkembangan PR sebenarnya bisa dikaitkan dengan keberadaan manusia. Unsur-unsur memberi informasi kepada masyarakat, membujuk masyarakat, dan mengintegrasikan masyarakat, adalah landasan bagi masyarakat.
Berikut gambaran kronologis PR di dunia: Abad ke-19 , PR di Amerika dan Eropa merupakan program studi yang mandiri didasarkan pada perkembangan  Ilmu pengetahuan dan teknologi. Padan tahun 1865-1900, Publik masih dianggap bodoh. 1900-1918, Publik diberi informasi dan dilayani. 1918-1945, Publik diberi pendidikan dan dihargai. 1925, Di New York, PR sebagai pendidikan tinggi resmi. 1928, Di Belanda memasuki pendidikan tinggi dan minimal di fakultas sebagai mata kuliah wajib.  Disamping itu banyak diadakan kursus-kursus yang bermutu. 1945-1968, Publik mulai terbuka dan banyak mengetahui 1968, Di Belanda mengalami perkembangan pesat. Ke arah ilmiah karena penelitian yang rutin dan kontinyu. Di Amerika perkembangannya lebih ke arah bisnis. 1968-1979, Publik dikembangkan di berbagai bidang, pendekatan tidak hanya satu aspek saja. 1979-1990, Profesional/internasional memasuki globalisasi dalam perubahan mental dan kualitas .1990-sekarang, (1). Perubahan mental, kualitas, pola pikir, pola pandang, sikap dan  pola perilaku secara nasioal/internasional (2). Membangun kerjasama secara lokal, nasional,  internasional (3). Saling belajar di bidang politik, ekonomi, sosial budaya, Iptek, sesuai dengan kebutuhan era global/informasi.[22]

I.     Fungsi dan Tujuan Public Relations
Ruslan mengatakan bahwa fungsi PR adalah (1) Sebagai communication atau penghubung antara organisasi atau lembaga yang diwakili dengan publiknya. (2) Peranan back up manajemen yakni sebagai pendukung dalam fungsi manajemen organisasi atau perusahaan. (3) Membentuk corporate image artinya peranan public relations berupaya menciptakan citra bagi organisasi atau lembaganya. 
Selanjutnya Jefkin menjelaskan bahwa fungsi PR adalah (1) menciptakan dan memelihara citra serta kebijaksanaan lembaga atau perusahaan termasuk prosedur pelayanan dan para karyawannya. (2) Memonitor pendapat masyarakat dan menyampaikan kepada unsur pimpinan. (3) Memberikan saran kepada manajer mengenai masalah komunikasi, perumusan dan tekniknya; (4) Memberikan informasi kepada publik mengenai kebijaksanaan, kegiatan prosedur-prosedur dan kepegawaian sehingga publik mengerti dan memahami tentang lembaga atau perusahaan tersebut.
Menurut Mahmudi, berdasarkan organisasi atau lembaga tempat bernaungnya, PR memiliki fungsi yang berbeda-beda. PR pemerintah berfungsi melakukan pembinaan hubungan yang lancar dan harmonis antara masyarakat dan pemerintah. PR bisnis atau perusahaan berfungsi untuk mendukung kemampuan perusahaan untuk memperoleh laba untuk memenangkan persaingan, baik langsung maupun tidak langsung. 
Sitompul menjelaskan bahwa fungsi PR adalah menumbuhkan suasana kerjasama dan saling pengertian antar publik pada satu instansi atau perusahaan, untuk mencapai tujuan bersama dalam iklim yang saling menguntungkan. Sedangkan Canfield dalam Effendy menyatakan bahwa terdapat tiga fungsi PR, yakni (1) mengabdi pada kepentingan umum, (2) memelihara komunikasi yang baik, dan (3) menitik beratkan moral dan tingkah laku yang baik.
Berikut ini adalah pepatah asing yang mengungkapkan tentang bagaimana public relations tersebut bisa dipahami fungsi dan tugasnya secara gamblang yang membedakan dengan bidang lain. Pertama, if I tell you I am handsome and exciting, that is advertising. (Bila saya mengatakan kepada Anda bahwa saya rupawan dan menarik, maka itu adalah iklan). Kedua, If somebody else tells you I am handsome and exciting, that is sales promotion. (Seandainya ada orang lain mengatakan kepada Anda bahwa saya rupawan dan menarik, maka itu adalah dagang). Ketiga, if you come and tell me you have heard I am handsome and exciting, that is public relations. (Bila Anda datang dan mengatakan kepada saya bahwa Anda pernah mendengar bahwa saya rupawan dan menarik, itulah public relations).[23]
Dan konsepnya, fungsi public relations officer ketika menjalankan tugas dan operasionalnya, baik sebagai komunikator dan mediator, maupun organisator, menurut Onong Uchjana Effendy, adalah. Pertama, menunjang kegiatan manajemen dalam mencapai tujuan organisasi. Kedua, membina hubungan harmonis antara organisasi dengan publik internal dan eksternal. Ketiga, menciptakan komunikasi dua arah dengan menyebarkan informasi dari organisasi kepada publiknya dan menyalurkan opini publik kepada organisasi. Keempat, melayani publik dan menasihati pimpinan organisasi demi kepentingan umum. Kelima, operasionalisasi dan organisasi public relations adalah bagaimana membina hubungan harmonis antara organisasi dengan publiknya, untuk mencegah terjadinya rintangan psikologis, baik yang ditimbulkan dari pihak organisasi mapun dari pihak publiknya.
Dari uraian di atas, dapat ditarik kesimpulan mengenai fungsi public relations yang pada intinya adalah sebagai berikut; Pertama, sebagai comminicator atau penghubung antara organisasi atau lembaga yang diwakili dengan publiknya. Kedua, peranan back up management, yakni sebagai pendukung dalam fungsi manajemen organisasi atau perusahaan. Ketiga, membentuk corporate image, artinya peranan public relations berupaya menciptakan citra bagi organisasi atau perusahaan.
Tujuan public relations untuk mempengaruhi publiknya, antara lain sejauh mana mereka mengenal dan mengetahui kegiatan lembaga atau organisasi diwakili tersebut tetap pada posisi pertama, dikenal, dan disukai. Sedangkan posisi publik yang kedua, mengenal dan tidak menyukai itu, maka pihak public relations berupaya melalui proses teknik public relations tertentu untuk dapat mengubah pandangan publik menjadi menyukai. Pada posisi publik yang ketiga, membutuhkan perjuangan keras untuk mengubah opini publik yang selama ini tidak mengenal dan tidak menyukai melalui suatu teknik kampanye PR (PR campaign) yang mampu mengubahnya, yaitu dari posisi “nothing” menjadi “something”.
Menurut Rosady Ruslan, tujuan public relation adalah sebagai berikut: (1) Menumbuh kembangkan citra perusahaan yang positif untuk publik eksternal atau masyarakat dan konsumen. (2) Mendorong tercapainya saling pengertian antara publik sasaran dengan perusahaan. (3) Mengembangkan sinergi fungsi pemasaran dengan public relation. (4) Efektif dalam membangun pengenalan merek dan pengetahuan merek.[24]

J.     Public Relation Sebagai Teknik Komunikasi
Seperti telah dibahas sebelumnya bahwa kegiatan public relations pada hakikatnya merupakan bagian dari teknik kegiatan berkomunikasi (tehnique of communication) dengan ciri khas komunikasi dua arah (two way traffic communication) antara lembaga atau organisasi yang diwakilinya dengan publiknya atau sebaliknya. setelah melakukan kegiatan komunikasi tersebut, pihak public relations menganalisa untuk mengetahui efeknya atau feed back, apakah berdampak baik terhadap citra, atau sebaliknya menjadi negatif sehingga kurang menguntungkan posisi organisasi atau lembaga bersangkutan di mata masyarakat.
Ilmu komunikasi merupakan ilmu yang mempelajari “pernyataan” yang dapat diketahui dan bersifat umum, tidak bersifat rahasia, dan memenuhi persyaratan tertentu yang mudah dimengerti dan dipahami oleh siapa saja.
Yang dimaksud dengan bersifat umum adalah pernyataan yang dapat diketahui oleh publiknya. Memenuhi persyaratan yang mudah dipahami oleh komunikan melalui bentuk lambang yang mempunyai arti, isyarat, bahasa lisan dan tulisan, dapat berbentuk tanda gambar, dan sebagainya. Sedangkan komunikator mempunyai persyaratan tertentu (communication skill), baik berdasarkan pendidikan maupun pengalaman dan dukungan fasilitas serta alat yang akan dibahas kemudian.
Dalam melakukan kegiatan komunikasi, seorang praktisi public relations yang bersangkutan melakukan kegiatan persuasi (bujukan) dan sering dikatakan bahwa sebetulnya kegiatan public relations itu sama dengan kegiatan pembujuk atau persuader. Artinya, bagi PR bahwa melakukan persuasi tersebut merupakan tujuan dari proses komunikasi yang dilakukan dan persuasi itu merupakan proses belajar yang bersifat emosional atau perpindahan anutan dari hal yang lama ke hal yang baru melalui penanaman suatu pengertian dan pemahaman.


BAB III
Kesimpulan

Pekerjaan atau profesi jurnalistik menghasilkan beberapa karya tulis jurnalistik yang bisa dimuat khususnya di media cetak atau elektronik (TV, Radio) seperti; berita (news), liputan (reportase), feature (tulisan lepas), wawancara (interview), artikel opini, profil tokoh (biografi ringkas), resensi buku, resensi film, dan iklan.
Materi utama apa yang tersaji dalam sebuah media massa cetak tergantung dari jenis media tersebut. Apakah itu berupa surat kabar harian (news paper), tabloid berita mingguan, tabloid wanita, tabloid hiburan, tabloid olahraga, majalah berita mingguan, majalah keluarga, majalah wanita, majalah remaja, majalah anak-anak, majalah dakwah Islamiah, majalah otomotif, majalah pertanian, majalah sastra, majalah ekonomi, buletin dan jurnal. Saat ini banyak sekali macam media massa cetak yang beredar di masyarakat Indonesia. Belum lagi berbagai stasiun TV baik dalam negeri maupun luar negeri. Jurnalisme televisi adalah merupakan perkembangan lebih lanjut dari jurnalisme media cetak.
Sedangkan, public relations sama dengan bidang jurnalistik, periklanan (advertising), atau bidang komunikasi lainnya yang bukan merupakan ilmu tradisional yang hanya digunakan tujuan terbatas dan sesaat. Public relations merupakan fungsi manajemen untuk mencapai target tertentu yang sebelumnya harus mempunyai program kerja yang jelas dan rinci, mencari fakta, merencanakan, mengkomunikasikan, hingga mengevaluasi hasil-hasil apa yang telah dicapainya.

Daftar Pustaka
Abdullah, Aceng, Press Relations: Kiat Berhubungan dengan Media Massa Bandung: Remaja Rosdakarya, 2000

Amar, M. Djen, Hukum Komunikasi Jurnalistik, Bandung: Alumni, 1984

Effendy, Onong Uchjana, Dimensi-dimensi Komunikasi, Bandung: Alumni, 1986

Hutapea, EB, Public Relations sebagai Fungsi Manajemen, Majalah Widia Edisi Agustus No. 179/th XVII, 2000, hal. 233.

Jamilah, Joharotul, “Peran dan Fungsi Public Relations (PR)”, Dakwah Jurnal Kajian Dakwah, Komunikasi dan Budaya, Vol. VI No. 1 Edisi Juni 2004, Jakarta: Fakultas Dakwah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2004

Kasman, Suf, Jurnalisme Universal Menelusuri Prinsip-Prinsip Dakwah Bi al-Qalam dalam al-Qur’an, Jakarta: Teraju, Cet. I, 2004.

Muis, A,  Media Massa Islam dan Era Informasi Jakarta: Pustaka Panjimas, 1989

Nadjib, Emha Ainun, “Pers Islam Antara Ideologi, Oplag dan Kualitas Hidup.” Majalah Sahid, edisi, 08 Desember, 1991, hal. 28

Ridwan, M, Objektivitas Pemberitaan pada Surat Kabar Indonesia t.d. 1992

Ruslan, Rosady, Kiat dan Strategi Kampanye Public Relations, Jakarta: Raja Grafindo Persada, Cet. I, 1997

Kasman, Suf, Jurnalisme Universal Menelusuri Prinsip-Prinsip Dakwah Bi al-Qalam dalam al-Qur’an, Jakarta: Teraju, Cet. I, 2004

Samantho, Ahmad Y, Jurnalistik Islami; Panduan Praktis bagi Para Aktivis Muslim, Jakarta: Harakah, Cet. I, 2002



[1] Jurnalisme (berasal dari kata journal), artinya catatan harian, atau catatan mengenai kejadian sehari-hari, atau bisa juga berarti suratkabar. Journal berasal dari istilah bahasa Latin diurnalis, yaitu orang yang melakukan pekerjaan jurnalistik. Di Indonesia, istilah ini dulu dikenal dengan publisistik. Dua istilah ini tadinya biasa dipertukarkan, hanya berbeda asalnya. Beberapa kampus di Indonesia sempat menggunakannya karena berkiblat kepada Eropa. Seiring waktu, istilah jurnalistik muncul dari Amerika Serikat dan menggantikan publisistik dengan jurnalistik. Publisistik juga digunakan untuk membahas Ilmu Komunikasi. Di akses tanggal 30 April 2011 dari http://id.wikipedia.org/wiki/Kewartawanan.
[2]Ahmad Y. Samantho, Jurnalistik Islami; Panduan Praktis bagi Para Aktivis Muslim, (Jakarta: Harakah, Cet. I, 2002), hal. 43
[3]Joharotul Jamilah, “Peran dan Fungsi Public Relations (PR)”, Jurnal Kajian Dakwah, Komunikasi, Agama dan Sosial Budaya, Vol. VI No. I, (Jakarta: Fakultas Dakwah, 2004), hal. 50
[4]Ditinjau dari sudut pandang ilmu komunikasi, jurnalistis adalah salah satu metode praktik komunikasi massa yang paling menonjol pada saat ini. Sedangkan yang dimaksud dengan komunikasi massa adalah jenis komunikasi yang ditujukan kepada sejumlah khalayak yang tersebar, heterogen, dan anonim melalui media cetak atau elektronik sehingga pesan yang sama dapat diterima secara serentak dan sesaat. Secara sederhana, komunikasi massa adalah komunikasi melalui media massa, yakni surat kabar, majalah, radio televisi dan film, internet, dan lain-lain.
[5]Aceng Abdullah, Press Relations: Kiat Berhubungan dengan Media Massa (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2000), hal. 9. Umumnya berita dicetak dengan mesin cetak press, maka istilah “pers” juga digunakan untuk menyebutkan kegiatan yang sama dengan jurnalistik. Jadi kini “pers” sama saja maknanya dengan “jurnalistik”. Dulu dikenal dengan istilah publisistik (ilmu penyiaran/publikasi).
[6] Onong Uchjana Effendy, Dimensi-dimensi Komunikasi (Bandung: Alumni, 1986), hal. 124.
[7] M. Djen. Amar, Hukum Komunikasi Jurnalistik (Bandung: Alumni, 1984), hal. 30.
[8] M. Ridwan, Objektivitas Pemberitaan pada Surat Kabar Indonesia (t.d. 1992), hal. 24-25.
[9]Suf Kasman, Jurnalisme Universal Menelusuri Prinsip-Prinsip Dakwah Bi al-Qalam dalam al-Qur’an, (Jakarta: Teraju, Cet. I, 2004), hal. 24.
[10] Emha Ainun Nadjib, “Pers Islam Antara Ideologi, Oplag dan Kualitas Hidup.” Majalah Sahid, edisi, 08 Desember, 1991, hal. 28
[11] A. Muis, Media Massa Islam dan Era Informasi (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1989), hal. 5.
[12]A. Hasmy, Dustur Dakwah Menurut al-Qur’an, (Jakarta:Bulan Bintang, 1994), hal. 249.
[13] Ali Mustafa Ya’kub, Sejarah dan Methode Dakwah Nabi, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1997), hal. 181-182.
[14]Johannes Gensfleisch zur Laden zum Gutenberg (sekitar 1398 - 3 Februari 1468) adalah seorang pandai logam dan pencipta berkebangsaan Jerman yang memperoleh ketenaran berkat sumbangannya di bidang teknologi percetakan pada tahun 1450-an, termasuk aloy logam huruf (type metal) dan tinta berbasis-minyak, cetakan untuk mencetak huruf secara tepat, dan sejenis mesin cetak baru yang berdasarkan pencetak yang digunakan dalam membuat anggur.
Tradisi menamainya sebagi pencipta movable type di Eropa, suatu perbaikan sistem pencetakan blok yang sudah digunakan di wilayah tersebut. Dengan mengombinasikan unsur-unsur ini dalam suatu sistem produksi, ia memungkinkan terjadinya pencetakan materi tertulis secara cepat, serta terjadinya ledakan informasi di Eropa Renaisans. Karya utamanya, Alkitab Gutenberg (juga dikenal sebagai Alkitab 42 baris), telah diakui memiliki estetika dan kualitas teknikal yang tinggi. Di akses tanggal 30 April 2012 dari http://id.wikipedia.org/wiki/Johann_Gutenberg.
[15] Di akses tanggal 30 April 2012 dari http://id.wikipedia.org/wiki/Kewartawanan.
[16] Ibid.
[17] Ibid.
[18] Ibid.
[19]EB Hutapea, Public Relations sebagai Fungsi Manajemen, Majalah Widia Edisi Agustus No. 179/th XVII, 2000, hal. 233.
[20] Di akses tanggal 30 April 2012 http://www.esaunggul.ac.id/Humas

[21] Ibid.
[23]Rosady Ruslan, Kiat dan Strategi Kampanye Public Relations, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, Cet. I, 1997), hal. 7.

Post a Comment

 
Top