![]() |
Sumber Gambar: |
Secara etimologi, kata
kaligrafi berasal dari bahasa Yunani kaligraphia atau kaligraphos.
Kallos berarti indah dan grapho berarti tulisan. Dengan demikian, kaligrafi
mempunyai dua unsur, yakni tulisan (aksara) dan keindahan (nilai estetis).
Dalam bahasa Arab, kaligrafi disebut khat, yang berarti dasar garis,
coretan pena, atau tulisan tangan. Bentuk kata kerjanya adalah khatta
yang berarti kataba (menulis) atau rasama (menggambar). Bahasa
Arab mengistilahkan kaligrafi dengan kata khat (tulisan atau garis),
yang ditujukan pada tulisan yang indah (al-kitabah al-jamilah atau al-khat
al-jamil).
Dari
segi terminologis, secara gamlang dikemukakan oleh Syaikh Syamsudin al Afkani
(ahli kaligrafi) dalam kitabnya Irsyad al Qasid pada bab Hasyr al
‘Ulum, “Khat adalah ilmu yang memperkenalkan bentuk huruf tunggal,
penempatannya, dan cara merangkainya menjadi tulisan atau apa yang ditulis
dalam baris-baris (tulisan), bagaimana cara menulisnya dan (menentukan mana)
yang tidak perlu ditulis, mengubah ejaan yang perlu digubah dan bagaimana
mengubahnya.” Pengertian ini menjelaskan bahwa ilmu khat mencakup tata
cara menulis huruf, menyusun dan merangkainya dalam komposisi tertentu demi
mencapai keserasian (harmony) dan keseimbangan (equilibrium) yang
dituntut setiap karya seni.
Dibandingkan
dengan seni Islam yang lain, kaligrafi memperoleh kedudukan paling tinggi, dan
merupakan ekspresi spirit Islam yang sangat khas. Oleh karena itu, kaligrafi
sering disebut sebagai “seninya seni Islam.” Kualifikasi ini memang pantas
karena kaligrafi mencerminkan kedalaman makna seni, yang esensinya berasal dari
nilai dan konsep keimanan. Oleh sebab itu, kaligrafi berpengaruh besar terhadap
bentuk ekspresi seni yang lain atau dengan kata lain, terhadap ekspresi kultural
secara umum. Hal ini diakui oleh para sarjana Barat yang banyak mengkaji seni
Islam, seperti Martin Lings,
Titus Burckhardt, Annemarie Schimmel, dan Thomas W. Arnold.
Keistimewaan kaligrafi dalam seni Islam terlihat terutama
karena merupakan suatu bentuk “pengejawantahan” firman Allah SWT yang suci.
Disamping itu, kaligrafi merupakan satu-satunya seni Islam yang dihasilkan
murni oleh orang Islam sendiri, tidak seperti jenis seni Islam lain (seperti arsitektur,
seni lukis, dan ragam hias)
yang banyak
mendapat pengaruh dari seni dan seniman non-muslim. Tidak mengherankan jika
sepanjang sejarah, penghargaan kaum muslim terhadap kaligrafi jauh lebih tinggi
dibandingkan dengan jenis seni yang lain.[1]
Seni adalah produk
aktivitas yang dilakukan secara sadar, bertujuan untuk mendapatkan atau
mencapai estetika, dan sekaligus berfungsi sebagai salah satu jalan atau cara
untuk menerjemahkan simbol-simbol. Kualitas simbol-simbol dan estetika tersebut
dipengaruhi oleh sublimasi antara harmoni, kontras, frekuensi, ritme serta
intensitas dalam proses kelahiran seni. Oleh karena itu, seni seringkali
berkonotasi estetika atau keindahan.
Islam, atau tepatnya
kebudayaan Islam, seperti dikatakan Ismail al-Faruqi memandang keindahan
sebagai nilai tempat bergantungnya seluruh validitas Islam, yang terpancar
melalui nilai-nilai keindahan absolute al-Qur’an. “Al-Qur’an Maha Mulia, tidak ada yang
melebihi otoritas al-Qur’an selain Allah sebagai pemberi sumber-Nya.” Al-Faruqi
selanjutnya mengisyaratkan, estetika dalam Islam adalah sublimasi bukti
keilahian, yaitu i’jaz (kualitas) al-Qur’an tidak dapat ditiru atau
ditandingi, baik dalam hal sastra, komposisi, irama, keindahan, balaghah,
kesempurnaan gaya, dan kekuatan dalam menampilkan makna. Dalam konsep Islam,
Allah adalah pusat dari nilai-nilai estetika ini.
Kaligrafi adalah salah-satu
karya kesenian Islam yang paling penting. Kaligrafi Islam yang muncul di dunia
Arab merupakan perkembangan seni menulis indah dalam huruf Arab yang disebut khat.
Definisi tersebut sebenarnya persis sama dengan pengertian etimologis kata
kaligrafi dari kata Yunani kaligraphia (menulis indah). Dalam perkembangannya,
huruf Arab yang menjadi obyek seni khat berkembang sesuai dengan
perkembangan tempat dimana tempat asal seni khat berada. Demikian pada abad
ke-10, misalnya, gaya kufi merupakan awal perkembangan khat yang tadinya agak
kaku menjadi semakin lentur dan ornamental meskipun tetap angular. Kemudian
berkembang pula bentuk khat yang bersifat kursif (miring) yang diwujudkan dalam
seni yang disebut sulus, naskhi, raiham, riqa, dan tauqi. Pada fase berikutnya
gaya riqa dan tauqiq tidak tampak lagi penggunanya.[2]
Kaligrafi Islam adalah
pengejawantahan visual dari kristalisasi realitas-realitas spiritual (al-haqa’q)
yang terkandung di dalam wahyu Islam. Kaligrafi datang untuk menduduki posisi
khusus yang sangat istimewa dalam Islam sehingga dapat disebut sebagai leluhur
seni visual Islam tradisional dan memiliki jejak yang sangat istimewa dalam
perabadan Islam.[3]
Munculnya, al-khat
al-Arabi
dengan bentuk yang baik dan indah sangat penting pada masa Islam, dikarenakan al-khat
adalah seni asli dan di dalamnya terdapat ruh peradaban dan falsafah Islam.[4]
Dengan demikian, kaligrafi menjadi salah satu seni tulisan yang berkembang hingga kini, dan memiliki peranan
penting dalam perkembangan agama Islam di penjuru dunia.
Post a Comment