Sumber Gambar: masalahkomunikasipolitikdiaceh.blogspot.com

Komunikator Politik adalah orang atau sekelompok orang yang menyampaikan pesan politik yang biasanya berkaitan dengan kekuasaan pemerintah, kebijakan pemerintah, aturan pemerintah, kewenangan pemerintah yang bertujuan untuk mempengaruhi khalayak baik itu verbal atau non verbal.
Menurut Nimmo (1989) mengklasifikasikan komunikator utama dalam politik sebagai berikut: Pertama, politikus, tipe politikus tersebut memiliki kemampuan memengaruhi orang lain, seperti memengaruhi pendapat (opini) terhadap suatu isu tertentu. Kelompok partisan memengaruhi dengan cara menciptakan situasi yang saling menguntungkan kedua belah pihak, misalnya dengan bargaining (tawar menawar). Dalam menggolkan suatu keputusan politik.
Politikus termasuk orang yang memegang jabatan pemerintah, tidak perduli apakah mereka dipilih, ditunjuk pejabat karir. Dan tidak mengindahkan apakah jabatan itu eksekutif, legislatif, yudikatif. Misalnya, pejabat eksekutif (presiden, menteri, gubernur, dsb). Pejabat Legislatif (ketua MPR, ketua DPR/DPD, anggota DPR/DPD dsb) Pejabat Yudikatif (MA, MK, Agung dsb).
Kedua, profesional yaitu orang-orang yang mencari nafkahnya dengan berkomunikasi, karena keahliannya berkomunikasi di antaranya; Jurnalis yang notabene karyawan organisasi berita yang menghubungkan sumber berita dengan khalayak; Mereka bisa mengatur para politikus dengan publik umum, menghubungkan publik umum dengan para pemimpin dan membantu menempatkan masalah dan peristiwa pada agenda diskusi publik.
Selanjutnya, promotor yaitu orang yang dibayar untuk mengajukan kepentingan langganan tertentu. Termasuk ke dalam promotor adalah agen publisitas tokoh masyarakat yang penting, personel hubungan masyarakat pada organisasi swasta atau pemerintah, sekretaris pers kepresidenan dan sebagainya.
Promotor merupakan orang yang dibayar untuk mendahulukan kepentingan pelanggannya. Apa yang harus mereka sampaikan kadang-kadang bertentangan dengan dirinya, tetapi hal ini tidak berarti subjektivitas mereka hilang begitu saja, hanya apa yang harus didahulukan ialah kepentingan pelanggan.
Dengan demikian, yang termasuk ke dalam promotor yaitu juru bicara tokoh masyarakat yang penting personel humas pada organisasi swasta atau pemerintah, juru bicara jawatan pemerintah.
Kemudian aktivis sebagai  komunikator poltik utama yang bertindak sebagai saluran organisasional dan interpersonal. Ia cukup terlibat baik dalam politik dan semiprofesional dalam komunikasi politik. Mewakili tuntutan keanggotaan suatu organisasi, melaporkan keputusan dan kebijakan pemerintah kepada anggota suatu organisasi.

Komunikator yang Efektif
Diperlukan persyaratan tertentu untuk para komunikator dalam sebuah program komunikasi, baik dalam segi sosok kepribadian maupun dalam kinerja kerja. Dari segi kepribadian, agar pesan yang disampaikan bisa diterima oleh khalayak maka seseorang komunikator mempunyai hal berikut (Ruben&Stewart, 1998; 105-109). Pertama, memiliki kedekatan (proximility) dengan khalayak. Jarak seseorang dengan sumber memengaruhi perhatiannya pada pesan tertentu. Semakin dekat jarak semakin besar pula peluang untuk terpapar pesan itu. Hal ini terjadi dalam arti jarak secara fisik ataupun secara sosial.
Kedua, mempunyai kesamaan dan daya tarik sosial dan fisik. Seorang komunikator cenderung mendapat perhatian jika penampilan fisiknya secara keseluruhan memiliki daya tarik (attractiveness) bagi audiens.
Ketiga, kesamaan (similirity) merupakan faktor penting lainnya yang memengaruhi penerimaan pesan oleh khalayak. Kesamaan ini antara lain meliputi gender, pendidikan, umur, agama, latar belakang sosial, ras, hobi, dan kemampuan bahasa. Kesamaan juga bisa meliputi masalah sikap dan orientasi terhadap berbagai aspek seperti buku, musik, pakaian, pekerjaan, keluarga, dan sebagainya. Preferensi khalayak terhadap seorang komunikator berdasarkan kesamaan budaya, agama, ras, pekerjaan, dan pendidikan berpengaruh terhadap proses seleksi, interpretasi, dan pengingatan pesan sepanjang hidupnya.
Evert M. Rogers (1995;286:287) menyebut kesamaan antara komunikator dan khalayak dengan prinsip homofili antara kedua belah pihak ini sangat efektif bagi penerimaan pesan. Tetapi kadang-kadang diantara keduanya terjadi hubungan yang bersifat heterofili, suatu keadaan yang tidak setara anyata sumber dan target sasaran.
Keempat, dikenal kredibilitasnya dan otoritasnya. Khalayak cenderung memerhatikan dan mengingat pesan dari sumber yang mereka percaya sebagai orang yang memiliki pengalaman dan atau pengetahuan yang luas. Menurut Ferguson, ada dua faktor kredibilitas yang sangat penting untuk seorang sumber: dapat dipercaya (trustworthiness) dan keahlian (expertise). Faktor-faktor lainnya adalah tenang, sabar (compusere), dinamis, bisa bergaul (sociability), terbuka (extroversion) dan memiliki kesamaan dengan audiens.
Menunjukkan motivasi dan niat. Cara komunikator menyampaikan pesan berpengaruh terhadap audiens dalam memberi tanggapan terhadap pesan tersebut. Respon khlayak akan berbeda menanggapi pesan yang ditunjukkan untuk kepentingan informasi (informative) dari pesan yang diniatkan untuk meyakinkan (persuasive) mereka.
Kelima, pandai dalam cara penyampaian pesan. Gaya komunikator menyampaikan (delivery) pesan juga menjadi faktor penting dalam proses penerimaan informasi. Keenam, dikenal status, kekuasaan dan kewenangannya. Status di sini menunjuk kepada posisi atau ranking baik dalam struktur sosial maupun organisasi. Sedangkan kekuasaan (power) dan kewenangan (authority) mengacu pada kemampuan seseorang memberi ganjaran (reward) dan hukuman (punishment).
Ketujuh, source of credibility, dalam proses komunikasi seorang komunikator akan sukses apabila ia berhasil menunjukkan source of credibility, artinya menjadi sumber kepercayaan bagi komunikan. Kepercayaan komunikan kepada komunikator ditentukan oleh keahlian komunikator dalam bidang tugas pekerjaannya dan dapat tidaknya ia dipercaya. Seorang ahli hukum akan mendapat kepercayaan apabila ia berbicara mengenai masalah hukum. Demikian pula seorang dokter akan memperoleh kepercayaan kalau ia membahas masalah kesehatan. Kepercayaan kepada komunikator mencerminkan bahwa pesan yang disampaikan kepada komunikan dianggap benar dan sesuai dengan kenyataan empiris.
Jadi seorang komunikator menjadi source of credibility disebabkan adanya ethos pada dirinya yaitu apa yang dikatakan oleh Aristoteles, dan yang hingga kini tetap dijadikan pedoman yaitu good sense, good moral character dan good will, yang oleh para cendikiawan modern diterjemahkan menjadi itikad baik (good intentions), dan dapat dipercaya (thrustworthiness) dan kecakapan atau kemampuan (competence or expertness). Berdasarkan hal itu komunikator yang ber-ethos menunjukkan bahwa dirinya mempunyai itikad baik, dapat dipercaya dan mempunyai kecakapan dan keahlian (Effendy, 2007:306).

Juru Bicara (Spokes Person)
Dari segi pengertian, ”Juru Bicara adalah orang yang kerjanya memberi keterangan resmi dan sebagainya kepada umum; pembicara yang mewakili suara kelompok atau lembaga; penyambung lidah”. (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1999 : 423). 
Dan Nimmo mengatakan bahwa Juru Bicara dalam kepentingan organisasi biasanya : “bukan profesional dalam komunikasi. Namun, ia cukup terlibat baik dalam politik maupun dalam komunikasi sehingga dapat disebut aktivis politik dan semiprofesional dalam komunikasi politik. Berbicara untuk kepentingan yang terorganisasi merupakan peran yang serupa dengan peran politikus yang menjadi wakil partisan, yakni mewakili tuntutan keanggotaan suatu organisasi dan tawar-menawar untuk pemeriksaan yang menguntungkan” (Nimmo dalam Rakhmat, 1999 : 36). 
Dari pengertian di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa Juru Bicara adalah pihak atau seeorang yang mewakili tuntutan keanggotaan suatu organisasi atau lembaga untuk berbicara atau menyampaikan pesan, antara lain kebijakan-kebijakan organisasi yang bersangkutan kepada pihak luar. Dalam hal ini, Juru Bicara Departemen Luar Negeri RI merupakan wakil Departemen Luar Negeri RI yang bertugas untuk menyampaikan informasi mengenai kebijakan-kebijakan Departemen Luar Negeri, juga mengklarifikasi issu-issu atau masalah yang sedang dihadapi, guna menjaga citra Departemen Luar Negeri, baik di dalam maupun di luar Departemen dan juga menjaga citra Indonesia baik di mata bangsa Indonesia, maupun di mata dunia.
Sedangkan Siagian berpendapat bahwa Juru Bicara organisasi dalam hubungan dengan pihak-pihak di luar organisasi merupakan salah satu fungsi kepemimpinan yang hakiki. Dalam bukunya “Teori dan Praktek Kepemimpinan” mengatakan bahwa Lima fungsi-fungsi kepemimpinan adalah sebagai berikut:

1. Pimpinan selaku penentu arah yang akan ditempuh dalam usaha pencapaian tujuan,
2. Wakil dan juru bicara organisasi dalam hubungan dengan pihak-pihak di luar organisasi,
3. Pimpinan selaku komunikator yang efektif.
4. Mediator yang andal, khususnya dalam hubungan ke dalam, terutama dalam menangani situasi konflik.
5.Pimpinan selaku integrator yang efektif, rasional, objektif dan netral.
(Siagian, 1999 : 48).

Kepemimpinan Politik dalam Komunikasi Politik
Setidaknya, terdapat 4 model kepemimpinan politik, yaitu: (1) Negarawan, (2) Demagog, (3) Politisi Biasa, dan (4) Citizen-Leader. [1] Negarawan adalah seorang pemimpin politik yang memiliki visi, karisma pribadi, kebijaksanaan praktis, dan kepedulian terhadap kepentingan umum yang kepemimpinannya itu bermanfaat bagi masyarakat. Demagog adalah seseorang yang menggunakan keahliannya memimpin untuk memeroleh jabatan publik dengan cara menarik rasa takut dan prasangka umum untuk kemudian menyalahgunakan kekuasaan yang ia peroleh tersebut demi keuntungan pribadi. Politisi seorang pemegang jabatan publik yang siap untuk mengorbankan prinsip-prinsip yang dimiliki sebelumnya atau mengesampingkan kebijakan yang tidak populer agar dapat dipilih kembali. Citizen-Leader Seseorang yang mempengaruhi pemerintah secara meyakinkan meskipun ia tidak memegang jabatan resmi pemerintahan. 

Karakteristik Masing-masing Model Kepemimpinan Politik 
Definisi masing-masing model kepemimpinan politik sudah diketahui. Persoalan selanjutnya adalah, bagaimana melakukan perabaan guna mengidentifikasi seorang capres masuk ke kategori mana. Untuk itu diperlukan seperangkat indikator. Indikator ini penting demi melakukan pengukuran karakter seorang individu capres.  
Karakteristik Negarawan 
 Mengejar kebaikan umum. Pemimpin terbaik termotivasi bukan oleh kepentingan diri sendiri yang kasar melainkan oleh kebaikan umum. 
Kebijaksaan yang praktis. Visi kebaikan publik, semenarik apapun tidak akan berguna tanpa orang yang memiliki visi tersebut tidak tahu bagaimana cara mencapainya. Sebab itu, pemimpin yang baik harus memiliki kebijaksaan yang praktis, dengan mana lewat kebijaksanaan itu, pemimpin dapat memahami hubungan antara tindakan yang diambil dengan konsekuensi-konsekuensinya.
Keahlian politik. Pemimpin yang baik sekaligus pula seseorang yang punya bakat dalam menilai dan melakukan pendelegasian wewenang. Dalam memimpin negara, pemimpin harus menjalankan birokrasi raksasa, mengarahkan para staf, bekerja sama dengan para legislator demi meloloskan program pemerintahan, dan menggalang opini publik sehubungan dengan kebijakan administrasi. Tanpa keahlian politik yang menyukupi, mustahil tugas-tugas berat seperti ini dapat berjalan secara baik.
Kesempatan luar biasa. Negarawan lahir dari suatu kondisi kritis. Ketika suatu negara berada dalam pusaran kejenuhan, kebosanan, stagnasi, disorientsi, atau perang, dari sinilah negarawan umumnya lahir. Nasib baik. Terkadang, seorang negarawan lahir karena nasib baik. Kadang pula disebutkan, bahwa ia dianugerahi berkah oleh Yang Mahakuasa untuk memikul beban masyarakat dan negaranya.

Karakteristik Demagog 
Ia mengeksploitasi prasangka publik. Sebagai seorang tokoh, demagog sangat sensitif akan prasangka-prasangka sosial yang berkembang di tengah masyarakat. Ia kemudian memerankan diri sebagai berdiri di sisi masyarakat sehubungan dengan prasangka yang muncul. Peran tersebut dibarengi dengan rangkaian janji bahwa ia akan memastikan bahwa prasangka tersebut akan ditanggulangi apabila ia menduduki jabatan politik. 
Kerap melakukan distorsi atas kebenaran. Kebenaran adalah tidak lebih dari komoditas politik. Apabila kebenaran tersebut tidak sejalan dengan prakteknya untuk menggapai kekuasaan, ia akan mendistorsinya. Distorsi tersebut sebagian besar diperkuat dengan aneka fakta "kuat" yang ia susun sehingga distorsi tersebut masuk akal. Dengan kata lain, ia membuat "babad" yaitu rangkaian cerita historis yang menguatkan posisinya di atas kebenaran yang ada.
Mengumbar janji-janji manis untuk memeroleh kuasa politik. Terlebih, apabila janji tersebut cukup populis dengan pangsa pemirsa yang cukup besar. Sekali lagi, bagi seorang demagog, janji adalah komoditas politik yang akan digunakannya sebagai instrumen kampanye guna meneguhkan posisinya dibanding para kompetitornya yang lain. 
Tidak canggung menggunakan metode yang dinilai kurang bermoral. Hal ini terkait dengan karakteristik-karakteristik sebelumnya. Masalah moral bukan masalah yang harus diprioritaskan. Moral bergantung pada tujuan, dan moral dalam diri seorang demagog adalah situasi di mana keinginannya untuk berkuasa terealisasi. Tidak ada penilaian moral untuk metode yang ia gunakan untk mencapai tujuan kekuasaan.
Memiliki daya tarik yang besar terhadap masyarakat banyak. Seorang demagog sekaligus adalah orang yang populer di mata publik. Aneka daya tarik bisa saja dimiliki seorang demagog. Daya tarik inilah yang sesungguhnya membuat publik memercayai seorang demagog. Publik tidak lagi kritis akan variabel ideosinkretik yang melekat di dalam diri demagog. Publik hanya memercayai apa dan bagaimana performance seorang demagog secara aktual.
Jika negarawan secara tulus peduli akan keadilan dan kebaikan umum, maka Demagog sekadar berpura-pura peduli dalam rangka memeroleh jabatan, yang begitu ia mendapatkannya, tanpa ragu ia akan mengkhianatinya. Hal ini sesuai dengan karakteristik seorang demagog, bahwa ia hanya ingin berkuasa. Setelah ia berkuasa, segala hal yang ia janjikan di masa-masa sebelumnya akan direnegosiasi ulang.

Karakteristik Politisi biasa 
Tidak punya visi dan bakat yang cemerlang. Seorang politisi biasa tampak kurang bersinar. Ia hanya berada di "sekeliling" tanpa pernah menjadi pusat pengambilan arah suatu masyarakat. Visi yang ia miliki terlampau umum, kurang greget, "biasa", dan terkesan asal ambil. Bakat yang ia miliki mungkin alami atau "karbitan", tetapi publik memandangnya sebagai "datar", "umum", dan "kurang menarik."
Hidup cuma day-to-day, dengan upaya untuk mengatasi tekanan dan hambatan yang dialami dalam keseharian. Politisi biasa tidak hidup untuk long-term melainkan short-term. Ia hanya dipusingkan urusan bagaimana agar ia tetap bercokol di lingkaran kekuasaan. Ia tidak terlalu pusing apabila disebut tidak melakukan apa-apa di dalam jabatannya. Ia baru merasa pusing apabila menghadapi kemungkinan akan tidak dipakai kembali di masa mendatang.
Kendati ingin berbuat sesuatu yang baik, mereka selalu kesulitan menjaga isu-isu moral dan etika secara tegas. Politisi biasa janganlah diharapkan untuk bicara masalah moral ataupun etika. Masalah moral dan etika bukanlah prioritas di dalam jabatannya. Kerapkali memang, politisi biasa ingin berbuat sesuatu yang baik. Namun, kerap pula keinginan tersebut dibatasi oleh keinginannya untuk menyenangkan seluruh pihak. Ia ingin diterima oleh semua pihak dan moral serta etika kerap menjadi korban dari kehendaknya tersebut.
Mereka sulit mengatasi risiko politik. Karena itulah, mereka memosisikan diri mereka di titik aman. Ia berusaha netral bahkan di saat ia ada dalam posisi terjepit untuk memilih. Pilihan barulah ia buat apabila ada keyakinan bahwa pilihan tersebut membawanya ke titik aman lainnya. Bagi politisi biasa, perjuangan untuk tetap di pusaran kekuasaan adalah lebih penting ketimbang ia menunjukkan posisi dirinya yang asli. 
Kendati mereka ini umumnya tidak korup, tetapi sesungguhnya mereka mudah sekali untuk disuap. Karena mereka enggan menanggulangi risiko politik, mereka menerapkan image tidak korup. Dan, ketidakkorupan ini bukanlah sesuatu yang mutlak kita tidak harus percaya. Sayangnya, mereka justru membuka diri untuk disuap. Kesediaan disuap ini tegas dilatarbelakangi oleh kehendak mereka untuk mencari aman.
Mereka ini tidak lebih baik atau lebih buruk dari manusia lainnya. Bedanya, mereka punya posisi untuk melakukan hal-hal buruk (ataupun baik) dengan dampak lebih besar. Secara umum, mereka sulit dibedakan dengan warganegara lain pada umumnya. Mereka terlampau biasa, sehingga perilaku yang mereka tunjukkan di layar kaca atau media massa sama persis dengan perilaku kita, keluarga kita, ataupun teman kita. Bedanya, kita, keluarga kita, ataupun teman kita tidak punya kuasa untuk membuat kebijakan umum. Para politisi biasa ini bisa.
rakteristik Citizen-Leader 
Memiliki pengabdian unik atas masyarakat. Mereka ini, dalam waktu lama, aktif memimpin suatu segmen dalam masyarakat dalam memerjuangkan keyakinan dan posisi mereka di dalam politik  suatu negara. Mereka nyaris tidak lagi memiliki kehidupan privasi karena hampir di setiap saat, mereka harus bergerak, bekerja, dan mengatasi permasalahan segmen masyarakat yang mereka wakili. Mereka inilah yang kerap berhadapan dengan kuasa-kuasa formal, bersitegang, dan menerima sanksi atas keyakinan pengabdiannya. Sulit untuk meminta sesuatu yang sifatnya formalitas pada mereka karena kuasa negara yang formal itu pun dalam anggapan mereka sudah bersifat informal.
Punya magnet personal di dalam dirinya. Seorang citizen-leader diyakini memiliki daya tarik yang luar biasa di dalam diri mereka. Magnet inilah yang membuat para pengikutnya bahkan rela memberikan loyalitas mereka kepada dirinya. Daya tarik ini dapat merupakan perpaduan unik antara berkah dari Yang Mahakuasa dengan bakat-bakat kepimpimpinan yang ia miliki.
Keberaniannya di atas rata-rata, sehingga menarik orang-orang untuk menjadi pengikutnya. Dare to be different adalah pasti kualitas yang ada di dalam diri seorang citizen-leader. Keberanian yang ia miliki jauh di atas rata-rata orang di sekelilingnya. Keberanian yang ia miliki menular kepada para pengikutnya sehingga perjuangan yang ia bawakan memiliki stamina cukup untuk durasi panjang.

DAFTAR PUSTAKA

Mulyana, Deddy.  Ilmu Komunikas: Suatu Pengantar. Bandung: Remaja Rosdakarya, .2013
Thomas M. Magstadt, Understanding Politics: Ideas, Institutions, and Issues, Belmont: Wadsworth, 2010
http://setabasri01.blogspot.co.id/2014/05/model-model-kepemimpinan-politik.html
http://wardanirian.blogspot.co.id/2012/04/komunikator-politik.html

http://all-about-theory.blogspot.co.id/2010/10/pengertian-juru-bicara.html

Post a Comment

 
Top