Sumber: mediawargakuningan.wordpress.com
Pesan adalah muatan atau content komunikasi yang dikemas atau dikonstruksi sebagai informasi, berita, isu dan lain sebagainya, yang bermuatan politik dalam beragam bentuk, dan ditransformasikan kepada khalayak dengan menggunakan media, baik media cetak, elektronik, dan online.
Pesan politik merupakan salah-satu unsur penting dalam komunikasi politik. Pada hakikatnya, pesan adalah suatu informasi yang disampaikan oleh komunikator kepada komunikan yang bertujuan untuk mencari persamaan makna atau persepsi. Karena pada dasarnya pula, pesan biasanya berisikan tentang gagasan atau ide manusia untuk disampaikan bahkan untuk diperbincangkan dengan manusia lain.

Jenis-jenis Pesan Politik
Pada kenyataannya ada beberapa jenis pesan politik menurut Dan Nimmo yaitu: Pertama, Retorika, menurut dan nimmo, retorika adalah penggunaan seni berbahasa untuk berkomunikasi secara persuasive dan efektif. retorika juga dapat diartikan sebagai suatu bentuk komunikasi dua arah, bisa dalam bentuk komunikasi antar personal atau dalam bentuk komunikasi kelompok bahkan publik, yang tujuannya adalah untuk mempengaruhi lawan bicara demi mempersamakan persepsi si komunikator.  
Retorika adalah kelihaian dalam mengolah kata dalam bahasa dimana retorika sangat diperlukan guna untuk alat kmunikasi secara prinsip, retorika sendiri berlaku untuk kehidupan sehari-hari guna berkomunikasi dengan obyek, perlunya retorika adalah maksud untuk mencapai sesuatu tujuan dari istilah kata yang diungkapkan. Selain itu, retorika memiliki nilia kata estetika yang murni dalam arti kata tidak ada unsur negatif biasanya istilah retorika banyak yang menyimpulkan pada sesuatu kebohongan, kepalsuan, abstrak serta banyak kelikuan dalam ungkapan sebuah perkataan, dalam istilah sederhana retorika bisa di artikulasikan basa-basi, kelihaian dalam berbahasi menggunakan istilah retorika akan lebih kongrit apabila sesuai dengan thema yang berlaku dan bukan pada maksud negtif walaupun banyak yang menggunakan bahasa retorika kearah yang demikian.
Banyak yang menjadikan retorika sebagai tameng dari kebongan guna tercapainya maksud yang sama sekali tidak ada kaitannya dengan nilai seni yang mengarah pada keindahan, ini bukan pada retorika tetapi bisa disimpulkan rekayasa, menghadapi bahasa retorika banyak orang yang tak paham dengan bahasa tersebut namun pada hakikatnya adalah arah bahasa yang lebih kental unsur seni (estetik), coba anda bayangkan atau mendengar seorang yang berpidato di tengah banyak orang audiens itu semua menggunakan istilah retorika atai dilihat dari pidato dalam sebuah estetika, atau melobi, juga saat ada merayu dan melobi seseorang, retorika di situ sangat diperlukan contohnya kata sanjungan untuk gadis desakata lembut untuk wanita.
Intelektualitas seseorang bisa dilihat dari seseorang pada saat menggunakan bahasa dan tutur kata pastinya dengan penuh retorika bahasa yang nampak saat di kumandangkan dari ucapan,kata berasal dari lidah yang sama seperti orang mengatakan retorika disini bisa dikatakan ada penilaian yang lebih tinggi dan mengandung dialektika intelektualitas seni bahasa yang lebih dari para pendengarnya atau dalam tulisan saat dibaca bisa tedapat pada sebuah teks tulisan.
Kedua, iklan Politik,  pada dasarnya, iklan politik hampir sama tujuannya dengan iklan komersial yaitu memperkenalkan sesuatu dengan tujuan khalayak mau mempercayai untuk memilih produk tersebut. Sehingga inti dari iklan politik adalah bagaimana caranya sebuah parpol dapat merekrut suara terbanyak demi kepentingan kekuasaan golongan parpol itu sendiri.
Ketiga, propaganda, salah satu bentuk komunikasi yang paling ekstrim dalam dunia politik adalah propaganda. Karena pesan yang disampaikan dalam kegiatan ini bersifat terus menerus demi menciptakan sebuah opini public yang baru dan diharapkan menjadi kuat, sehingga dalam hal ini khalayak dapat disetir oleh pemberitaan yang disampaikan oleh komunikator pesan tersebut.

Bahasa Hiperbola Politisi
Hiperbola berasal dari bahasa yunani yang memiliki arti sesuatu yang berlebihan  (lebay). Penggunaan gabungan kata yang memang sengaja dilebih-lebihkan atau dibesar-besarkan dari sisi jumlah, bentuk, ukuran adalah ciri khas pada majas hiperbola. Dengan demikian, akan memberikan kesan pada fakta yang sedang diutarakan lebih mendalam dan mendapat perhatian dari lawan bicara.
Hal inilah kenapa majas hiperbola digolongkan ke dalam majas pertentangan (majas konflik) hal ini dalam majas hierbola menggunkan kata yang memiliki makna kata yang berbeda dengan kata yang sesungguhnya. Pengunaan kata ini bermaksud untuk menguatkan atau menghebatkan kesan makna kata yang sesungguhnya. Majas hiperbola sering digunakanan dalam ceramah, pidato, nasehat, ungkapan kagum, syair, dan sering juga dalam percakapan sehari-hari. Berikut akan diuraikan contoh-contoh penggunaan majas hiperbola dalam kehidupan sehari-hari.
Contoh Hiperbola Politisi
Aku akan terus berjuang sampai tetes darah terakhir untuk mencari keadilan.
Harga-harga kebutuhan pokok semakin melambung namun tidak diimbangi dengan kesejahteraan rakyat. Disitu kadang saya merasa sedih.

Implikasi Komunikasi Politik Nonverbal
Kehadiran simbol-simbol, berupa bendera, baliho, posko, dan juga massa menjadi jauh lebih penting daripada ide atau pemikiran yang disampaikan. Forum diskusi menjadi tidak menjadi tidak begitu penting sebagai sarana komunikasi politik, apalagi perdebatan politik antar-elite, yang acapkali dianggap tidak cocok secara kultural.
Komunikasi nonverbal sendiri kebepradaannya sangat akrab dengan budaya masyarakat Indonesia. Peribahasa diam itu emas, tong kosong nyaring bunyinya, air beriak tanda tak dalam- menyiratkan lebih menghargai bahasa nonverbal dibandingkan kecakapan bahasa lisan dalam komunikasi.
Tentunya, budaya high context culture ini tidak sesuai dengan tuntutan demokrasi modern yang lebih banyak menuntut pentingnya argumentasi, dialog, hingga perdebatan. Demokrasi sangat menghargai pentingnya bahasa verbal sarat informasi dan pengetahuan.

Membangun Pesan Verbal yang Produktif
Sudah saatnya elit politik dan media massa menyosialisasikan pentingnya komunikasi verbal sebagai bentuk komunikasi politik yang demokratis. Politics is talk, demikian Mark Roeloef mengemukakan (Nimmo, 1993:73). Sebenarnya dalam konsepsi modern itu politik adalah pembicaraan. Konflik kepentingan dan berbagai pertentangan lain diturunkan dan diselesaikan melalui pembicaraan, apakah itu berupa negosiasi, dialog, lobi, perdebatan, ataupun kesepakatan, kesemuanya merupakan bentuk daripada pembicaraan.
Dengan demikian, kemampuan orang untuk bicara dalam proses politik menjadi sangat penting. Semua persoalan politik, apakah itu pada waktu kampanye, di parlemen, parpol, pemerintahan atau di mana saja memerlukan apa yang disebut dengan pembicaraan. Untuk itu tentu saja communication skill menjadi sangat penting, termasuk dalam hal kemampuan untuk mendengarkan tentunya. Dan bukan sebaliknya, bahwa kemampuan verbal elite politik justru dicurigai.
Peran Media Massa
Bagi media massa, tugas mereka adalah menyosialisasikan pentingnya politik melalui pembicaraan. Apakah itu berupa yang namanya perdebatan, negosiasi, ataupun kompromi dan lobi politi.
Kemampuan media mengungkap komunikasi politik verbal masyarakat berarti memberikan pula pemenuhan atas people rigth to know, apa yang sesungguhnya terjadi, sekaligus menjadikan media sebagai wahana diskusi masyarakat.

Daftar Pustakan
Abraham, Kathleen S. Communication Everyday Use. San Fransisco: Rinehart Press, 1977.

            Agee, Warren K, Phillp H. Ault and Edwin Emery. Introduction to Mass Communication, New York:             Harper and Row Publisher, 1977.

             Berlo, David. K. The Process of Communication: An Introduction to Theory and Practice. New                      York: Holt, Rinehart and Winston, 1960.

              Bonar, S. K. Hubungan Masyarakat Modern, Jakarta: PT Pembangunan, 1966.

             Book, Cassandra L. Human Communication: Principles, Contexs and Skills. New York: St. Martin’s              Press, 1980. 

            Cangara, Hafied. Ilmu Komunikasi dalam Lintasan Sejarah dan Filsafat. Surabaya: Karya Anda,                     1996.

            Nimmo Dan, Komunikasi Politik: Khalayak dan Efek, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2010.

            Subiakto Henry dan Rachmah Ida, Komunikasi Politik, Media, dan Demokrasi, Jakarta: Prenada                    Group, 2014.
               
                Internet

Post a Comment

 
Top