Sumber Gambar: bahterailmu.wordpress.com

BAB I
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang Masalah
Di dunia global saat ini, selalu saja ada satu waktu dimana manusia merasa tidak mengerti, tidak tahu serta tidak mampu mengatasi permasalahan kehidupan yang dihadapinya. Bahkan, orang yang mengedepankan rasional, rang yang sudah berhasil menempuh pendidikan jenjang tertinggi sekalipun suatu saat mengalami kondisi saat dirinya tidak tahu dan tidak mampu.
Ketika seseorang merasa tidak tahu dan tidak mampu untuk mengatasi permasalahan yang dihadapinya, maka ia akan membutuhkan kekuatan dari luar dirinya yang diyakini akan bisa membantu mengatasi permasalahannya. Kekuatan dari luar mungkin bisa Sang Pencipta atau hal-hal lain yang dianggap mampu dan diyakini mampu membantu mengatasi permasalahan.
Sebagai Insan yang beriman tentu saja dalam mangatasi problematika kehidupan selalu disandarkan pada kekuatan Tuhan, tidak dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan Agama. Apalagi sebagai umat islam dituntunkan untuk meminta pertolangan hanya kepadanya. Sebagaimana dalam al-Qur’an dijelaskan, “Hanya kepada Engkaulah yang Kami sembah dan hanya kepada Engkaulah Kami meminta pertolongan. (QS.Al Faatihah ayat 5)
Salah satu ekspresi seorang dalam meminta pertolangan kepada Allah dengan melalui do’a pernikahan yang dipanjatkan dengan tulus ikhlas dan dengan keyakinan penuh akan terkabulnya. Do’a pernikahan merupakan harapan munculnya kekuatan dari Tuhan agar bisa memecahkan permasalahan dalam tangga, Do’a pernikahan juga sebagai sugesti pasangan yang baru menikah agar mampu mengatasi berbagai permasalahan hidup yang diahadapi.
 Sebab jika ada surga di dunia, maka surga itu adalah pernikahan yang bahagia. Tetapi jika ada neraka di dunia, itu adalah rumah tangga yang penuh pertengkaran dan kecurigaan yang menakut di antara suami isteri.[1] Oleh karenanya, pentingnya do’a pernikahan dipanjatkan, agar pasangan suami isteri yang baru menikah akan memperoleh kebagiaan dan akhirnya dapat menciptakan “surga di dunia.”
   
BAB II
KAJIAN TEORITIK DOA


A.  Pengertian Doa
Kata prayer (doa)[2] diartikan sebagai kegiatan yang menggunakan kata-kata baik secara terbuka bersama-sama atau secara pribadi untuk mengajukan tuntutan-tuntutan (petitions) kepada Tuhan. Ibnu Arabi memandang doa sebagai bentuk komunikasi dengan Tuhan sebagai satu upaya untuk membersihkan dan menghilangkan nilai-nilai kemusrikan dalam diri.
Menurut Zakiyah Darajat yang dikutip oleh Dadang Ahmad fajar, doa merupakan suatu dorongan moral yang mampu melakukan kinerja terhadap segala sesuatu yang berada diluar jangkauan teknologi. Doa merupakan suatu bentuk penyadaran tingkat tinggi guna mencapai kesuksesan ruhani seseorang. Di kalangan awam, doa muncul ketika mereka berada dalam keadaan cemas akan menuju sebuah keadaan fana’ (kehancuran). Dalam hal ini, doa merupakan wujud penyadaran atas diri yang tidak mempunyai daya upaya dalam diri ini, selanjutnya akan terpancar keyakinan bahwa Yang Maha Esa dan Maha Benar itu pasti ada.[3]
Doa adalah permohonan kepada Allah yang disertai kerendahan hati untuk mendapatkan suatu kebaikan dan kemaslahatan yang berada di sisi-Nya. Sedangkan sikap khusyu’ dan tadharru’ dalam menghadapkan diri kepada-Nya merupakan hakikat pernyataan seorang hamba yang sedang mengharapkan tercapainya sesuatu yang dimohonkan. Itulah pengertian doa secara syar’i yang sebenanya. Doa dalam pengertian pendekatan diri kepada Allah dengan sepenuh hati, banyak juga dijelaskan dalam ayat-ayat Al-Qur’an. Bahkan Al-Qur’an banyak menyebutkan pula bahwa tadharu’ (berdoa dengan sepenuh hati) hanya akan muncul bila di sertai keikhlasan. Hal tesebut merupakan kebiasaan yang dilakukan oleh orang-orang shalih.
Dengan tadharu’ dapat menambah kemantapan jiwa, sehingga doa kepada Allah akan senantiasa dipanjatkan, baik dalam keadaan senang maupun dalam keadaan susah, dalam penderitaan maupun dalam kebahagiaan, dalam kesulitan maupun dalam kelapangan. Dalam Al- Qur’an Allah telah menegaskan, “Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan senja hari dengan mengharapkan keridhaan-Nya, dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka karena mengharapkan perhiasan kehidupan dunia, dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingati Kami serta menuruti hawa nafsunya dan adalah keadaannya itu melewati batas.” (QS. Al-Kahfi : 28).
Al-Qur’an juga memberikan penjelasan bahwa orang-orang yang taat melakukan ibadah senantiasa mengadakan pendekatan kepada Allah dengan memanjatkan doa yang disertai keikhlasan hati yang mendalam. Sebuah doa akan cepat dikabulkan apabila disertai keikhlasan hati dan berulangkali dipanjatkan. Hal ini banyak ditegaskan dalam ayat Al-Qur’an, di antaranya, “Berdoalah kepada Tuhanmu dengan berendah diri (tadharu’) dan suara yang lembut. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas. Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi sesudah Allah memperbaikinya, dan berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut akan tidak diterima dan penuh harapan untuk dikabulkan. Sesungguhnya rahmat Allah sangat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik.” (QS. Al-A’raf : 55-56).
Pengertian doa bagian dari ibadah adalah bahwa kedudukan doa dalam ibadah ibarat mustaka dari sebuah bangunan mesjid. Doa adalah tiang penyangga, komponen penguat serta syiar dalam sebuah peribadatan. Dikatakan demikian karena doa adalah bentuk pengagungan terhadap Allah dengan disertai keikhlasan hati serta permohonan pertolongan yang disertai kejernihan nurani agar selamat dari segala musibah serta meraih keselamatan abadi.
Berdasarkan definisi di atas, maka doa dalam penelitian ini merupakan suatu kegiatan permohonan serta bentuk komunikasi dengan Tuhan sebagai bentuk permintaan atau harapan yang dilakukan oleh individu kepada Allah, dalam upaya untuk suatu kebaikan, juga sebagai salah satu upaya untuk membersihkan dan menghilangkan nilai-nilai kemusrikan dalam diri. Sehingga dapat memberikan ketenangan pada jiwa.
Fungsi Doa
Dalam Islam, doa dipahami dalam tiga fungsi, yakni (1) sebagai ungkapan syukur, (2) sebagai ungkapan penyesalan, yaitu pengakuan atas penyimpangan dari ketentuan tuhan, dan (3) sebagai permohonan, yaitu harapan akan terpenuhinya kebutuhan dan dilengkapinya kekurangan dalam rangka mengabdi kepada tuhan.[4]
Selain berfungsi sebagai sarana untuk memohon kepada Allah, doa juga merupakan wujud pengabdian hakiki. Makna doa dalam diri seseorang di mana Allah didudukkan atas dua persoalan. Pertama, sebagai pelayan, yaitu seseorang memperlakukan Allah sebagai pelayan untuk mewujudkan segala permohonannya. Dalam keadaan seperti ini, seseorang merasakan ketergantungan, di mana tanpa-Nya, semua tugasnya tidak akan mencapai keberhasilan.
Kedua, Allah didudukkan sebagai Tuhan yang Maha dari segala Maha. Konsekuensinya, tidak selalu diharap pengabulan Allah atas setiap doa, tetapi lebih kepada kepuasan batiniah karena telah terjalin komunikasi dengan Allah. Menurut pendapat kedua ini, doa tidak sekedar memohon sesuatu kepada Allah, tetapi lebih tertuju pada pengabdian tanpa pamrih. Berdasarkan definisi di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa fungsi doa di sini adalah sebagai ungkapan sukur, ungkapan penyesalan serta sebagai ungkapan permohonan yang dilakukan oleh individu sebagai bentuk usaha untuk mengatasi masalahnya.

B.   Macam-macam dan Bentuk Doa
Ditinjau dari makna, doa adalah pengharapan kepada sesuatu kekuatan yang dinilai melebihi kemampuan dirinya. Dalam pengertian ini doa dibagi kedalam beberapa bagian. Pertama, doa mahmudah, yakni doa yang kandungannya adalah segala sesuatu yang telah diajarkan oleh nabi Muhammad Saw melalui hadis-hadisnya atau segala hal yang berkaitan dengan nilai kebenaran menurut syariat Islam, baik yang dibawa Nabi Muhammad Saw maupun yang dibawa oleh nabi-nabi yang sebelumnya, serta semua pengharapan akan kebaikan yang diperoleh oleh agama. Kedua, doa madzmumah atau fasidah, yaitu harapan yang berakhir keburukan atau niat buruk yang bertentangan dengan syariat, serta apa saja yang dilarang langsung oleh Rasulullah SAW.
Dalam kategori mahmudah, jika ditinjau dari bentuknya, dapat dibagi menjadi beberapa kelompok. Pertama, yang menggunkan kalimat perintah (fi’l  amr) atau permohonan kepada Allah. Kedua, yang menggunakan nama-nama Allah atau al-asma’ al-husna, yaitu dengan membaca berulang-ulang salah satu nama-Nya dengan harapan mendapatkan sesuatu yang sesuai dengan makna nama tersebut. Ketiga, yang berupa pujian kepada Allah dan secara harfiah tidak menyiratkan apa yang dimohonkan. Pada masa ini, doa dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu doa fuqoha dan doa para sufi.

C.   Cara Berdoa
Doa dapat diperoleh dengan berbagai cara, di ataranya dibuat berdasarkan kebutuhan pribadi sehingga perlu dengan merangkai ungkapan doa yang sesuai dengan harapanya. Selain itu, ada cara-cara untuk mendapatkan doa yaitu: Pertama, cara mushafahah, yaitu secara langsung mendapat izin dari Rasulullah. Hal ini bisa dilakukan para sahabat saat mendapat masalah yang kemudian diadukan kepada Rasulullah Saw. Di masa sekarang doa mushafahah dilakukan dengan cara membaca hadis-hadis Rasulullah yang diberikan izin oleh pengajar atau guru setelah mendapat penjelasan teknis tentang apa yang dilakukan Rasulullah dalam hadis itu.
Kedua, melalui pendekatan barzakhi, yaitu suatu metode sufi dalam menghadapi ridha dan makrifat Allah. Doa ini dipakai dan diyakini para ahli tasawuf sebagai doa mustajab dan ma’tsur barzakhi. Selain itu, dengan metode barzakhi ini, mereka bukan bertemu dengan Rasulullah, melainkan bertemu dengan para guru yang telah wafat dan kemudia mengajarkan beberapa doa Rasulullah yang tidak sempat diterima saat guru itu masih hidup.
  
D. Tujuan Berdoa
1. Agar selamat dunia akhirat;
2.  Memohon hidup selalu dalam bimbingan Allah SWT;
3.  Untuk mengungkapkan rasa syukur kepada Allah SWT;
4.  Meminta perlindungan Allah SWT dari Setan yang terkutuk.

E. Manfaat Doa
1.  Mengurangi daya stress yang ditimbulkan oleh beraneka ragam persoalan hidup yang kita alami mereka yang suka malas berdoa akan lebih mudah untuk mengalami stress;
2.  Meningkatkan ketegaran hati mereka yang lebih tekun berdoa akan lebih tegar menghadapi peristiwa – peristiwa yang terjadi di luar yang dikehendakinya bahkan peristiwa pahit sekalipun;
3.  Menjadikan yang tidak baik menjadi baik setiap orang yang tekun berdoa akan memiliki kemampuan untuk merubah yang tidak baik menjadi baik, dibandingkan mereka yang malas berdoa justru menjadikan yang baik menjadi buruk;
4. Layak menerima keselamatan. Dengan berdoa tekun seseorang mendapatkan kesempatan untuk semakin kuat dan bahkan karena relasinya yang baik dengan Allah selagi di dunia ini ia juga akan mengalami yang sama kelak di keabadian;
5. Menurunkan tingkat emosi atau kemarahan mereka yang lebih sering berdoa akan lebih mampu mengendalikan diri dalam hal emosi dan kemarahan mereka yang sedang mau marah dan kemudian berdoa niscaya emosinya menjadi stabil;
6.  Mengurangi bahkan menghilangkan rasa putus asa mereka yang tekun berdoa akan memiliki kemampuan lebih untuk tidak mudah putus asa saat berada dalam kegagalan dibanding mereka yang jarang bahkan sama sekali malas berdoa;
7.  Membuat orang menjadi lebih terbuka terhadap kelemahan dan kekurangan sesama mereka yang tekun berdoa dengan baik memiliki sikap yang lebih terbuka terhadap sesamanya karena ia akan terbantu dalam doa-doanya untuk menyadari juga kelemahan – kelemahannya sendiri
8.  Meningkatkan kemampuan dalam mengembangkan diri. Seseorang yang dalam hidupnya tekun untuk berdoa akan memiliki kekuatan dan kemampuan untuk mengembangkan diri dengan lebih maksimal, karena ia akan semakin memahami talenta – talenta yang Tuhan berikan dan bagaimana seharusnya dikembangkan;
9. Meningkatkan daya tahan tubuh dari penyakit – penyakit yang disebabkan gangguan psikis dengan ketekunan dalam berdoa, seseorang akan memiliki daya tahan secara fisik karena mampu untuk menghadapi dan menjalani kehidupan dengan segala peristiwanya dalam terang Kehendak Allah, sehingga tubuh tidak menjadi mudah lemah karena beban pikiran dan pekerjaan;
10. Meningkatkan daya cinta kasih kepada diri sendiri dan orang lain ketekunan dalam doa membuat seseorang memiliki relasi intim dengan Tuhan Allah. Allah sendiri adalah kasih maka mereka yang tekun berdoa niscaya memiliki daya cinta kasih yang lebih kepada diri sendiri dan sesamanya. Mereka yang terjerumus dalam narkoba pastilah orang yang tidak tekun berdoa karena tidak mampu mencintai dan mengasihi diri sendiri.

F. Doa Pernikahan
Pernikahan adalah sunnah karuniah yang apabila dilaksanakan akan mendapat pahala tetapi apabila tidak dilakukan tidak mendapatkan dosa tetapi dimakruhkan karna tidak mengikuti sunnah rasul.[5] Arti dari pernikahan disini adalah bersatunya dua insane dengan jenis berbeda yaitu    laki-laki dan perempuan yang menjalin suatu ikatan dengan perjanjian atau akad.
Suatu pernikahan mempunyai tujuan yaitu ingin membangun keluarga yang sakinah mawaddah warohmah serta ingin mendapatkan keturunan yang solihah. Keturunan inilah yang selalu didambakan oleh setiap orang yang sudah menikah karena keturunan merupakan generasi bagi orang tuanya.[6] 
Pernikahan juga bermakna upacara pengikatan janji nikah yang dirayakan atau dilaksanakan oleh dua orang dengan maksud meresmikan ikatan perkawinan secara hukum agama, hukum negara, dan hukum adat. Karena begitu sakralnya upacara ini, maka ketika seseorang menghadiri suatu upacara pernikahan, entah itu pernikahan sahabat, rekan, handai tolan, sudah lazimnya para tamu undangan memberikan ucapan atau do'a kepada mereka.
Dan mungkin di antara kita ada yang masih mengucapkan do'a, selamat berbahagia, semoga murah rezeki dan banyak anak. Atau mungkin ucapan-ucapan selamat lainnya. Sebenarnya, hukum dari pengucapan ini adalah makruh. Sebagaimana yang diceritakan dalam sebuah hadist berikut,  dari Al-Hasan, pada waktu pernikahan ‘Aqil bin Abi Thalib menikah dengan seorang wanita dari Jasyam, para tamu mengucapkan selamat dengan ucapan jahiliyah yaitu, birafa’ wal banin, (semoga kedua mempelai murah rezeki dan banyak anak).[7]
Kemudian Aqil bin Abi Thalib melarang mereka seraya berkata,  “Janganlah kalian ucapkan demikian. Karena Rasulullah SAW, melarang ucapan demikian”. Para tamu bertanya, “Lalu apa yang harus kami ucapkan?”. Aqil menjelaskan, bahwa disunnahkan mengucapkan doa:  
بَارَكَ اللهُ لَكَ وَبَارَكَ عَلَيْكَ وَجَمَعَ بَيْنَكُمَا فِي خَيْرٍ

“Semoga Allah memberi berkah padamu, semoga Allah memberi berkah atasmu, dan semoga Ia mengumpulkan kalian berdua dalam kebaikan.”[8]  
Selain berdoa untuk kebahagiaan kedua mempelai, disunnahkan menabuh rebana pada hari dilaksanakannya pernikahan. Ada dua faedah yang terkandung di dalamnya: Pertama, publikasi (mengumumkan) pernikahan. Kedua,  Menghibur kedua mempelai.  Hal ini berdasarkan hadits dari Muhammad bin Hathib, bahwa Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
فَصْلُ مَا بَيْنَ الْحَلاَلِ وَالْحَرَامِ الدُّفُّ وَالصَّوْتُ فِي النِّكَاحِ
“Pembeda antara perkara halal dengan yang haram pada pesta pernikahan adalah rebana dan nyanyian (yang dimainkan oleh anak-anak kecil)”[9]  
Sebagaimana fase kehidupan lainnya, hari-hari dalam kehidupan berumah tangga juga diwarnai oleh dua hal;  Terkadang kita menemukan hal-hal yang kita sukai, kadang kita menemukan hal yang tidak kita sukai. Kadang kita mengalami hal-hal yang kita inginkan, kadang kita mengalami hal-hal yang tidak kita inginkan. Kadang kita menjumpai perkara dan peristiwa yang membuat hati kita senang, kadang kita menjumpai perkara dan peristiwa yang membuat hati kita tidak senang. Pada kedua sisi itu, kita berharap ada barakah. Pada kedua sisi itu, kita mendoakan pasangan suami istri selalu mendapatkan barakah. Inilah yang kita tangkap dari doa ini. Dan inilah yang jauh lebih baik daripada “bahagia dan banyak anak.”
Dalam doa yang diajarkan Rasulullah ini, ada kata laka dan ada ‘alaika. Meskipun sama-sama keberkahan yang diminta, tetapi dengan adanya preposisi yang berbeda ini, maknanya menjadi: barakah pada hal-hal yang disenangi dan sekaligus barakah pada hal-hal yang tidak disenangi. Jadi kita mendoakan pengantin muslim senantiasa mendapatkan keberkahan baik dalam kondisi yang mereka senangi maupun tidak mereka senangi. Misalnya saat mereka diluaskan rezekinya oleh Allah, mereka berada dalam keberkahan dengan sikap syukur dan banyaknya infaq. Dan ketika suatu saat mereka berada dalam keterbatasan ekonomi, mereka juga berada dalam keberkahan dengan sikap sabar dan iffah-nya.[10]
Dengan mendoakan barakah, berarti kita merangkum sekian banyak kebaikan dalam satu ikatan. Seperti saat menyuruh seseorang untuk shalat dengan khusyu’, sesungguhnya untuk dapat mencapai perintah itu harus thaharah dulu, berwudhu dulu, memenuhi syarat dan rukun shalat. Demikian pula dengan barakah.
Ada suami istri yang banyak berbahagia di dunia, tetapi di akhirat masuk neraka. Tentu bukan itu yang kita harapkan terjadi pada saudara kita pengantin baru. Pun ada suami istri yang pernikahannya langgeng dan abadi di dunia, tetapi keduanya masuk neraka. Seperti Abu Lahab dan istrinya yang di-nash Allah dalam surat Al Lahab. Tentu pula, bukan seperti ini yang kita harapkan pada saudara kita pengantin baru. Kita mengharapkan mereka memperoleh banyak kebaikan; kendati bahagia dan duka datang silih berganti, dan tak semua pasangan suami istri memiliki anak yang banyak. Dan doa yang diajarkan Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam itulah doa yang paling tepat.


BAB III
PENUTUP

Pernikahan adalah bersatunya dua insan dengan jenis berbeda yaitu laki-laki dan perempuan yang menjalin suatu ikatan dengan perjanjian atau akad. Dengan dipanjatkannya doa pernikahan, diharapkan keluarga yang baru terbentuk mampu menjaga kelangsungan hidup manusia dengan jalan berkembang biak dan berketurunan. Kedua, mampu menjaga suami istri tidak terjerumus dalam perbuatan nista dan mampu mengekang syahwat setan dan mampu menahan pandangan dari sesuatu yang diharamkan. Ketiga, mampu menenangkan dan menentramkan jiwa denagn cara duduk-duduk dan bencrengkramah dengan pacarannya.
Pada akhirnya, terbangun hubungan suami istri secara tulus menjalankan masing-masing kewajibannya dengan didasari keyakinan bahwa menjalankan kewajiban itu merupakan perintah Allah SWT yang dalam menjalankannya harus tulus ikhlas. Suami menjaga hak istri dan istri menjaga hak-hak suami. Kemudian dari sini muncul saling menghargai, mempercayai, setia dan keduanya terjalin kerjasama untuk mencapai kebaikan didunia ini sebanyak-banyaknya melalui ikatan rumah tangga. Suami menunaikan kewajiabannya sebagai suami karema mengharap ridha Allah. Dengan menjalankan kewajiban inilah suami berharap agar amalnya menjadi berpahala disisi Allah SWT. Sedangkan istri, menunaikan kewajiban sebagai istri seperti melayani suami, mendidik anak-anak, dan lain sebagainya juga berniat semata-mata karena Allah SWT. Kewajiban yang dilakukannya itu diyakini sebagai perinta Allah, tidak memandang karena cintanya kepada suami semata, tetapi di balik itu dia niat agar mendapatkan pahala di sisi Allah melalui pengorbanan dia dengan menjalankan kewajibannya sebagai istri.
DAFTAR PUSTAKA


A.  Al-QUR’AN

Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya. Jakarta: Proyek Pengadaan Kitab Suci al-Qur’an Depag RI, 2004.

Katsir, Ibnu. Mukhtashar Tafsir Ibnu Kastsir, Jilid 8, terj. Salim Bahreisy. Surabaya: PT Bina Ilmu, Cet. II, 1993.


B.  AL-HADITS

‘Atha’,  Abdul Qadir Ahmad. Adabun Nabi. Penerjemah Syamsuddin. Jakarta: Pustaka Azzam, Cet. I, 1999.

C.  BUKU

Adhim, Mohammad Fauzil, Kado Pernikahan untuk Istriku, Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2014.

At-tihami, Muhammad, Merawat Cintah Kasih Menurut Syriat Islam, Surabaya: Ampel Mulia, 2004.

Fajar, Dadang Ahmad, Epistemologi Doa: Meluruskan, Memahami, dan Mengamalkan, Bandung: Nuansa Cendikia, 2004.

Muhammad  ‘uwaidah, Syaikh Kamil, Fiqih Wanita, Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 1998.

Rafi Baihaqi, Ahmad, Membangun Surga Rumah Tangga, Surabaya: Gita Media Press, 2006.


D.  SITUS INTERNET

Muchlisin, Mengapa Rasulullah Melarang Mendoakan Pengantin “Semoga Bahagia dan Banyak Anak.” Artikel diakses tanggal 13 Mei 2016 dari http://keluargacinta.com/mengapa-rasulullah-melarang-mendoakan-pengantin-semoga-bahagia-dan-banyak-anak/

Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Tata Cara Pernikahan, artikel diakses tanggal 13 Meri 2016 dari https://almanhaj.or.id/3229-walimatul-urus-pesta-pernikahan.html





[1]Mohammad Fauzil Adhim, Kado Pernikahan untuk Istriku, (Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2014), h. 23
[2]Dalam literatur keislaman berbahasa inggris, kata prayer kadang-kadang diartikan sebagai doa atau shalat, secara bersama-sama atau sendirian
[3]Dadang Ahmad Fajar, Epistemologi Doa: Meluruskan, Memahami, dan Mengamalkan, (Bandung: Nuansa Cendikia, 2004), h. 39

[4]Ibid., h. 40.
[5]Syaikh Kamil Muhammad  ‘uwaidah, Fiqih Wanita, (Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 1998),  h. 375.
[6]Ahmad Rafi Baihaqi, Membangun Syurga Rumah Tangga, (Surabaya: Gita Media Press, 2006),  h. 8.
[7]Para ulama menerangkan bahwa hukum mendoakan pengantin dengan ucapan “semoga bahagia dan banyak anak” ini adalah makruh. Larangan tersebut tidak serta merta haram karena dalam hadits yang lain Rasulullah membanggakan banyaknya jumlah umatnya dibanding umat nabi-nabi sebelumnya. Jadi dalam Islam, banyak anak itu bagus. Bahagia dalam pernikahan juga bukan sebuah hal yang dilarang. Namun, mendoakan pengantin dengan ucapan “semoga bahagia dan banyak anak” bukanlah doa yang tepat.
[8]Diriwayatkan oleh Abu Dawud (no. 2130), at-Tirmidzi (no. 1091), Ahmad (II/381), Ibnu Majah (no. 1905), al-Hakim (II/183) dan al-Baihaqi (VII/148), dari Sahabat Abu Hurairah radhiyallaahu ‘anhu.
[9]Hadits shahih: Diriwayatkan oleh an-Nasa-i (VI/127-128), at-Tirmi-dzi (no. 1088), Ibnu Majah (no. 1896), Ahmad (III/418 dan IV/259), al-Hakim (II/183) dan ia berkata, “Sanadnya shahih.” Dan disepakati oleh adz-Dzahabi. Lihat, Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Tata Cara Pernikahan, artikel diakses tanggal 13 Meri 2016 dari https://almanhaj.or.id/3229-walimatul-urus-pesta-pernikahan.html
[10]Muchlisin, Mengapa Rasulullah Melarang Mendoakan Pengantin “Semoga Bahagia dan Banyak Anak.” Artikel diakses tanggal 13 Mei 2016 dari http://keluargacinta.com/mengapa-rasulullah-melarang-mendoakan-pengantin-semoga-bahagia-dan-banyak-anak/

Post a Comment

 
Top