1.      Apa yang dimaksud dengan tasawwur dan Tashdiq, Dharuri, Nadzari berikut contoh-contohnya.
            Tashawwur, yaitu memahami sesuatu tanpa mengenakan (meletakkan) sesuatu (sifat) yang lain kepadanya, seperti memahami kata Ali, manusia, kerbau, kambing, rumah, sungai, gunung dan sebagainya.
            Tashdiq, yaitu memahami hubungan antara dua kata, atau menetapkan suatu (kata) atas sesuatu (kata) yang lain. Ketika kita memahami Ali sebagaimana adanya, tanpa menetapkan sesuatu yang lain kepadanya maka ilmu kita mengenai Ali tersebut tashawwur. Tetapi, ketika kita mengatakan Ali sakit, berarti kita memahaminya dengan menetapkan (meletakkan) sakit kepada Ali. Pemahaman kita pada waktu itu sudah berpindah dari tashawwur kepada tashdiq.
            Dharuri adalah pemahaman tentang sesuatu yang tidak memerlukan pikiran atau penalaran, seperti mengetahui diri merasa lapar karena terlambat makan; mengetahui dingin karena tidak memakai jaket; mengetahui satu adalah setengah dari dua dan yang semacamnya.
            Nazhari dimaksud dengan nazhari adalah pemahaman (ilmu) yang memerlukan pemikiran, penalaran atau pembahasan, seperti ilmu tentang matematika, gas bumi, kimia, teknologi radio, televisi, komputer, elektronika, nuklir, dan yang sejenisnya.
            Menurut Husein Al-Kaff MA, tingkat pengetahuan dan pemahaman seseorang sangat bergantung pada pengetahuan dharuri dan nazharinya. Misalnya, anak kecil sulit mengetahui hal-hal yang sulit
2.      Jelaskan makna Kulli dan Juz’i, Mutawahti’ dan Musakkak berikut contoh-contohnya.
            Kulli adalah mafhum (sebuah kata mufrad) yang ketika disebutkan menunjukkan kepada makna universal. Contohnya, ketika kita menyebutkan nahr (sungai), maka semua sungai terkena kata nahr itu. Ketika menyebut rumah dan masjid, maka semua rumah dan masjid terkena oleh kata rumah dan masjid itu.
            Juz’i adalah lafadz (kata-kata mufrad) yang ketika disebutkan lantas menunjuk kepada satu (bagian) saja dari keseluruhan makna yang dikandung oleh lafazh kulli. Contoh, ketika kita menyebut nahr, semua sungai terkena ke dalamnya. Tetapi ketika kita menyebutkan nahr Nil maka kata itu berubah menjadi juz’i, karena yang terkena hanya satu sungai saja, yaitu sungai. Nil dari keseluruhan sungai yang dikenai lafazh nahr. Demikian juga halnya dengan insan adalah lafazh kulli. Sedangkan sedangkan Ali, Fatimah, Hasan adalah lafazh juz’i-nya.
            Muthawathi’ adalah lafazh kulli yang mempunyai makna banyak atau mafhumnya satu, mishdaqnya banyak. Contoh, manusia, hewan, dan tumbuh-tumbuhan.
            Lafaf manusia mempunyai makna: Ali, Fatimah, Hasan, dan lain-lain. Hakikat dari nama-nama itu sama dalam hal manusianya. Mereka hanya berbeda dalam jenis dan sifat-sifatnya saja. Demikian juga lafazh hewan, dapat mengandung arti kucing, babi, anjing, dan lain-lain. Lafazh tumbuh-tumbuhan dapat berarti sawi, kol, kacang, dan lain-lain.
            Musakkak adalah lafazh kulli yang kualitas artinya berbeda. Artinya, lafazh musakkak itu satu, tetapi kualitasnya berbeda. Contoh, kata putih, tinggi, besan, dan lain-lain.
            Lafazh putih mempunyai arti bisa sangat putih, kurang putih, sedikit putih, atau putih sedang. Lafazh tinggi bisa sangat tinggi, kurang tinggi, dan seterusnya. Demikian juga halnya dengan lafazh besar, bisa sangat besar, kurang besar dan seterusnya.
3.      Sebutkan Nishab ar-Ba’ah (empat macam korelasi)
            Nisab ar-Ba’ah (empat macam korelasi) terdiri dari Tasawi (korelasi), Tabayun (differences), Umum Khusus Wajhi dan Umum Khusus Muthlak.
            Nishab Tasawi adalah dua lafazh kulli yang mishdaqnya sama, tetapi mafhumnya berbeda. Contoh al-nathiq (berpikir dan bertutur kata); al-Qabil li al-ta’lim al-raqi (mampu menerima pengajaran tinggi), Sekolah dan gedung-gedung tempat anak-anak dididik.
            Mafhum dari ketiga ungkapan ini berbeda. Yang satu mafhumnya al-nathiq (berpikir dan bertutur kata) dan yang satu lagi mafhumnya al-qabil li al-ta’lim al-raqi (mampu menerima pengajaran tinggi). Tetapi mishdaqnya sama, yaitu manusia. Perbandingan kedua lafazh kulli itu disebut mutasawi. Demikian juga sekolah dan gedung-gedung tempat anak-anak dididik, mafhumnya berbeda, tetapi mishdaqnya sama.
            Nishab Tabayun adalah adalah hubungan dua lafazh kulli yang berbeda, baik mafhum maupun mishdaqnya. Contoh, Gunung dan laut, rumah dan sungai, dan lain-lain.
            Umum Khusus Wajhi adalah hubungan antara dua lafazh kulli yang dilihat dari sati sisi (wajhi), yang pertama lebih umum dari yang kedua, tetapi dari sisi lainnya, yang kedua lebih umum dari yang pertama.
            Contohnya, manusia dan putih, bunga dan merah, kertas dan putih, dan lain-lain.  Dilihat dari satu sisi, manusia lebih umum, karena manusia tidak hanya putih, tetapi ada juga yang hitam, kuning atau sawo matang. Dilihat dari sisi lainnya, putih lebih umum dari manusia karena yang putih tidak saja manusia melainkan juga kertas, topi haji, salju, susu dan banyak lagi.
            Umum Khusus Muthlak adalah hubungan antara dua lafazh kulli, yang satu lebih umum secara mutlak daripada yang lainnya. Contoh, hasil pertambangan dan emas. Hasil pertambangan lebih umum secara mutlak dari emas, sebab emas hanyalah satu  dari sekian banyak hasil pertambangan

4.      Jelaskan macam-macam defenisi beserta syarat-syaratnya?
                  Ta’rif (defenisi) secara lughawi, adalah memperkenalkan, memberitahukan sampai jelas dan terang mengenai sesuatu. Secara mantik, takrif adalah teknik menerangkan baik dengan tulisan maupun lisan, yang dengannya diperoleh pemahaman yang jelas tentang sesuatu yang diterangkan/diperkenalkan. Dalam bahasa Indonesia, ta’rif tersebut dapat diungkapkan dengan perbatasan atau defenisi.
                  Dalam ilmu mantik, ta’rif  berperan sangat besar, karena istidlal (penarikan kesimpulan) yang merupakan tujuannya yang paling fundamental, tergantung amat erat kepada jelasnya ta’rif lafazh yang dipakai untuk menyusun qadhiyah-qadhiyah (kalimat-kalimat) yang darinya ditarik natijah (kesimpulan). Jika ta’rif lafazh tidak jelas, maka kesimpulan yang dihasilkan mungkin sekali keliru atau salah.
            Ta’rif terbagi menjadi empat macam yaitu;
Ta’rif  had adalah ta’rif yang menggunakan rangkaian lafazh kulli jins dan fashl. Contohnya, manusia adalah hewan yang berpikir. Hewan adalah jins an berpikir adalah fashl bagi manusia.
Ta’rif  had terbagi dua; ta’rif had tam dan had naqish. Ta’rif Had Tam adalah ta’rif dengan menggunakan lafazh jins qarib dan fashl. Contohny, manusia adalah hewan yang berpikir. Hewan adalah jins qarib (dekat) kepada insan karena tidak ada lagi jins di bawahnya. Artinya di bawah hewan tidak ada lagi lafazh kulli yang dapat terkategori jins, kecuali manusia yang terkategori nau’. Sedangkan berpikir adalah fashl bagi manusia. Sedangkan ta’rif Had Naqish adalah (1) ta’rif yang menggunakan jins ba’id dan fashl, atau (2) menggunakan fashl qarib saja.
Contoh (1) manusia adalah jism (tubuh) yang dapat berpikir. Jism adalah jins ba’id bagi manusia dan dapat berpikir adalah fashl baginya.
Contoh (2) manusia adalah yang dapat berpikir (tanpa menyebutkan jins).
Ta’rif Rasm adalah ta’rif yang menggunakan jins dan ‘irdhi khas. Contohnya, manusia adalah hewan yang dapat tertawa. Hewan adalah jins dan tertawa adalah ‘irdhi khas (sifat khusus) manusia.
Ta’rif  Rasm terbagi dua yaitu; Ta’rif Rasm Tam dan Ta’rif Rasm Naqish. Ta’rif Rasm Tam adalah ta’rif yang menggunakan lafazh jins qarib dan fashl. Contohnya, manusia adalah hewan yang dapat ketawa. Hewan adalah jins bagi manusia. Sedangkan ketawa adalah irdhi khas baginya. Sedangkan Ta’rif Rasm Naqish adalah ta’rif yang menggunakan (1) lafazh jins ba’id dengan ‘irdhi khas, atau (2) menggunakan lafazh ‘irdhi khas saja.
Contoh (1)
Manusia adalah jism yang bisa ketawa.
Contoh (2)
Manusia adalah yang ketawa
Ketawa adalah ‘irdhi khas (sifat khusus) bagi manusia.
Ta’rif dengan lafazh adalah ta’rif dengan menggunakan lafazh lain yang sama artinya saja. Contoh, tepung adalah terigu, insan adalah manusia, itik adalah bebek, lembu adalah sapi.
Ta’rif dengan mitsal adalah ta’rif dengan memberikan contoh mitsal. Contohnya, lafazh kulli adalah seperti insan. Lafazh juz’inya adalah seperti Muhammad, Mustafa, Hindu. Kalimat (bahasa Indonesia) adalah seperti: Guru datang. Kata-kata (bahasa Indonesia) adalah seperti: Batu, kayu, dan besi.
Syarat-syarat Ta’rif
Ta’rif menjadi benar dan dapat diterima, jika syarat-syarat terpenuhi. Syarat-syarat tersebut ada enam, sebagai berikut;
a.       ta’rif harus jami’-mani’ (istilah untuk itu ialah muththarid-mun’akis).
Secara lughawi, jami’ berarti mengumpulkan dan mani’ berarti melarang. Dalam Ilmu Mantik, jami’ berarti mengumpulkan, semua satuan yang di-ta’rif-kan ke dalam ta’rif. Sedang mani’ berarti melarang masuk segala satuan hakekat lain dari yang di-ta’rifkan ke dalam ta’rif tersebut. Oleh karena itu, ta’rif tidak boleh lebih umum atau lebih khusus dari yang di-ta’rif-kan.
Contoh ta’rif lebih umum;
Manusia adalah hewan
Ta’rif ini belum mani’ karena masih terlalu umum sehingga tidak melarang sapi, kambing, anjing dan lain-lainnya masuk ke dalam ta’rif itu.
Contoh ta’rif lebih khusus;
Manusia adalah hewan yang bisa membawa dan menulis.
Ta’rif ini jami’ karena terlalu khusus sehingga manusia-manusia yang tidak pandai membaca dan menulis, belum terkumpul ke dalam ta’rif ini.
Ta’rif yang sesuai; manusia adalah hewan yang berpikir/berkata-kata. Ta’rif ini menjadi benar, karena sudah jami’ mani’. Semua manusia sudah terkumpul di dalamnya dan yang selain manusia sudah terlarang masuk ke dalamnya. Hal ini disebabkan karena ta’rif tersebut tidak terlalu umum dan tidak pula terlalu khusus.
b.   Ta’rif harus lebih jelas dari yang di-ta’rif-kan. Jadi, ta’rif tidak boleh sama samarnya atau lebih samar dari yang di-ta’rif-kan.
Contoh:
Buah kelapa adalah buah sebesar kepala yang bulat, berbungkus kulit keras, berjuntai di pohonnya dan berisi santan yang bisa dijadikan minyak untuk menggoreng pisang.
Ta’rif ini membuat yang di-ta’rif-kan tidak menjadi semakin jelas, malah, sebaliknya, semakin samar, terutama bagi mereka yang belum pernah tahu kelapa.
c.       Ta’rif harus sama pengertiannya dengan yang di-ta’rif-kan. Jadi, tidaklah benar ta’rif, seperti; Rokok adalah asap yang mengepul dari mulut ke udara dan berbau memabukkan. Barangkali ta’rif ini akan menjadi benar, jika disempurnakan sebagai berikut; Rokok tembakau kering yang dibungkus dengan daun kawung (nipah) yang dibakar ujungnya untuk diisap asapnya dari pangkalnya.
d.      Ta’rif tidak boleh berputar-putar (daur). Contoh, Cabe adalah rasa pedas yang dimakan.
e.       Ta’rif tidak boleh memakai kata-kata majaz (kiasan atau metaforik). Contoh, Pahlawan adalah singa yang gugur. Singa dalam ta’rif ini adalah kiasan dari seorang prajurit yang sangat berani. Kata kiasan semacam ini tidak boleh tidak boleh dipakai di dalam ta’rif. Akan tetapi, jika disertai dengan qarinah (kata-kata yang menjelaskannya), maka pemakaian kata majaz itu dibenarkan dipakai dalam ta’rif. Contoh, Pahlawan adalah singa yang gugur di medan perang.
f.       Ta’rif  tidak boleh menggunakan kata-kata musytarak (mempunyai lebih dari satu arti). Contoh, Arloji adalah pukul yang dipakai di tangan. Pukul dalam ta’rif ini mempunyai dua arti, yaitu jam dan pukulan. Oleh karenanya, ta’rif ini tidak benar. Dia akan menjadi benar, jika disempurnakan dengan qarinah, yang memberi petunjuk kepada makna yang dimaksudkan. Contoh, Arloji adalah pukul yang dipakai di tangan untuk mengetahui waktu (pukul berapa sekarang?)
5.      Apa yang dimaksud dengan hukum kontradiksi, sebutkan syarat-syaratnya.
Seluruh ilmu pengetahuan dibangun berdasarkan kontradiksi
Mulla Sadra
Menurut Dr. Baihaqi, At-tanaqudh (kontradiksi) adalah dua qadhiyah berlawanan secara positif (ijab) dan negatif (salab) sehingga yang satu benar dan yang lainnya salah. Sedangkan menurut Husein al-Kaff MA, Hukum kontradiksi; ada dua kontradiksi yang berlawanan, ketika yang satu benar maka dengan sendirinya yang lain salah. Dua proposisi ini tidak mungkin ada semuanya dan tidak ada semuanya. (Jadi salah satu pasti ada). Contohnya,
Emas barang tambang (Q.1)
Emas bukan barang tambang (Q.2)
Maka (Q.1) benar dan (Q.2) salah.
            Terjadinya kontradiksi memenuhi dua persyaratan.
a.       Sama subjeknya (saya di Bandung. Saya di Jakarta)
b.      Harus sama prediketnya (Saya di Jakarta. Saya bukan di Jakarta)
c.       Waktu (zaman), kalo waktunya berbeda tidak terjadi pertentangan, jadi waktunya harus sama.
d.      Tempat, (tempatnya harus sama tidak boleh berbeda), Misalnya, Cuaca mendung di Jakarta. Cuaca tidak mendung di Jakarta.
e.       Potensi dan Aktual, Misalnya, Saya mati. Saya tidak mati (akan terjadi pertentangan potensi dan aktual.
f.       Harus sama semua (kulli) dan juz’inya. Misalnya, Afrika tandus (sebagian), Afrika tidak tandus (sebagian).
g.      Possessive (kepemilikan)/Idhofa. Misalnya empat adalah setengah dari delapan. Empat bukan setengah dari delapan. 
Empat bukan setengah dari delapan. Empat bukan seperempat dari enam belas.
h.      Terjadi kontradiksi kalau berbeda kuantitas dan kualitasnya.
      Kualitas (positif dan negatif)
      Kuantitas (semua dan sebagian)
      1. Semua manusia itu berpikir (benar) ini kuantitas positif          
      2. Sebagian manusia itu berpikir (benar) ini sebagian
      3. Tidak satupun dari manusia itu kekal (benar)
      4. Sebagian manusia tidak kekal
      At-Tanaqudh (kontradiksi) untuk qadhiyah hamliyah syakshiyah dan qadhiyah syarthiyah makhshushah memadai dengan membuat yang satu mujibah (kalimat positif) dan yang lainnya salibah (kalimat negatif). Adapun qadhiyah yang diberi sur, baik hamliyah maupun syarthiyah, tidak memadai dengan yang mujibah (positif) di-salibah-kan (dinegatifkan), tetapi harus dilengkapi yang kulliyah menjadi juz’iyah dan muhmalah menjadi kulliyah.

Bibliography
A. K, Baihaqy, Prof. Dr, Ilmu Mantik; Teknik Dasar Berpikir Logika, Bandung:
Darul Ulum Press, 1998, Cet. Ke- 2
Al-Kaff, Husein, Ir. M.Hum, Logic II, Jakarta: MA The First Semester Icas-Paramadina University, 2009
Bakry, Hasbullah, H, Drs. S.H, Sistematik Filsafat, Jakarta: Widjaya, 1986, Cet.
Ke-8

Post a Comment

 
Top