Judul : Gerakan
Massa Menghadang Imperialisme Global
Editor : Coen
Husain Pontoh
Penerbit : Resist
Book
Cetakan :
Pertama Yogyakarta, Mei 2005
Tebal : xvii+124
halaman
Sejumlah artikel, makalah yang disampaikan di beberapa diskusi ataupun
dalam seminar telah melahirkan hasil karya kumpulan dari beberapa penulis yang
diterbitkan menjadi buku. Menyebut beberapa nama penulis yang terdapat dalam
buku ini antara lain, James Petras,
Wilson, dan bahkan editor buku ini, Coen Husain Pontoh, juga turut
menyertakan karyanya dalam buku yang diberi judul: “Gerakan Massa Menghadang Imperialisme Global”.
Kumpulan tulisan itu adalah cerita mengenai pengalaman pembangunan gerakan
buruh pengangguran perkotaan di Argentina, yang ditulis oleh James Petras. Dua
artikel lain sisanya ditulis oleh Wilson, masing-masing tentang sukses
pembangunan gerakan petani pedesaan tak bertanah di Brazil dan gerakan buruh di
Korea Selatan. Dua artikel lain ditulis oleh Coen Husain Pontoh, Editor buku
ini, masing-masing mengulas tentang keberhasilan penerapan program anggaran
parsipatif sosial di Porto Alegre, Brazil, dan penerapan strategi tranformasi
pemerintahan Hugo Chavez di Venezuela.
Upaya ‘melawan’
imperialisme-kapitalisme dalam jagad
perbukuan bisa dibilang langka. Menyebut contoh lain, kemunculan nama Simon Tormey, guru besar politik dan
teori-teori kritis di University of Nottingham Inggris, berusaha menyeruak
belantara buku Antikapitalisme-neoliberalisme yang gersang, selama ini belum
diisi oleh penulis-penulis lain, karenanya ia menambahkan ‘For Beginner’ dalam
judul bukunya Anti-Kapitalisme : A
Beginner’s Guide (2005).
Mengutip lirik lagu yang pernah dinyanyikan
musisi Indonesia; dunia ini
panggung sandiwara.... Lalu, kalau dunia ini diibaratkan panggung sandiwara.
Maka sudah bisa dipastikan pemain utamanya adalah kapitalisme-neoliberalisme,
bahkan sebelum usai perang dingin kapitalisme sudah menjadi sistem dunia
‘global’ yang menjadi inspirasi kolonialisme dan penaklukan antar benua.
Kebijakan neoliberalisme seperti, liberalisasi perdagangan dan investasi,
privatisasi perusahaan-perusahaan milik negara, pasar tenaga kerja yang semakin
fleksibel dan pemotongan anggaran belanja publik secara besar-besaran. Rezim
seperti ini disebut rezim kapitalis-neoliberal. Kebijakan-kebijakan neoliberal
tersebut membuat keadaan ekonomi masing-masing negara mereka semakin menderita
krisis, jurang kaya miskin semakin lebar, konflik sosial semakin menjadi-jadi
dan ketergantungan perekonomian nasional terhadap ekonomi internasional semakin
dalam. (hlm., viii)
Membaca buku ini akan terlacak, bahwa kemiskinan kolektif, pengangguran dan
ketidakberdayaan-sengaja diciptakan oleh sekelompok orang
kapitalis-neoliberalisme. Hal ini dilakukan tidak lain karena kompetisi yang
ketat mengharuskan mereka menekan biaya
produksi dan mengurangi gaji para pekerja, tentu saja argumentasi ini masih
bisa diperdebatkan.
Lubang hitam yang dibuat kapitalis-neoliberalisme untuk memendam
‘kreativitas cerdas’ kaum pinggiran telah melahirkan perlawanan global dari
kelompok-kelompok antikapitalis-neoliberalis. Lahirlah gerakan antikapitalis-neolibaralis
tentu saja didorong oleh banyak faktor. Kebanyakan kaum radikal di Barat telah
menyederhanakannya dalam analisis-analisis ‘posmoterialis’ yaitu: kemiskinan,
pengangguran, dan ketidak berdayaan.
Gerakan Massa Menghadang Imperialisme Global menarik
untuk di simak bukan hanya karena ia memuat kisah sukses perlawanan dari
beberapa negara yang mampu keluar dari jeratan kapitalis-neoliberal. Lebih dari
itu ia menyajikan “solusi alternatif” menghadang imperialisme global. Misalnya,
ketika menyembulnya penolakan pasar bebas, harus ada semacam alternatif yang
konkret diluar pasar bebas misalnya, nasionalisme, neo-struktural, atau
sosialisme. Tetapi bagaimana mengejawantahkannya dalam dunia praktis tentu
tidak semudah kita membalikkan telapak tangan.
Gerakan antikapitalis-neoliberalis terdiri dari kelompok radikal dan
reformis, juga kelompok-kelompok yang memiliki afiliasi ideologi dan identitas yang
kuat. seperti gerakan perempuan, gerakan lingkungan, perlawanan melalui
internet dan lain-lain. Kehadiran kelompok-kelompok ini menjadi sangat
strategis dalam mengkampanyekan isu-isu sfesifik-atas dasar perluasan ruang
hak-hak yang berjalan dalam sepertiga akhir abad dua puluh, menjadi wacana umum
dalam politik jalanan, khususnya di AS. Langkah-langkah yang telah diupayakan
gerakan antikapitalis-neoliberalis telah meningkatkan kesadaran bahwa hanya
sebuah perlawanan ‘global sejati’ dapat menyelesaikan kemiskinan kolektif.
Demokrasi sebagai suatu sistem pemerintahan pada praktiknya hanya melayani
kekuasaan oligarkhi. Di sisi lain rakyat tetap hidup dalam kubangan lumpur
kemiskinan. Struktur ekonomi yang timpang itu menyembulkan komitmen rezim
demokrasi pasar yang bias kepentingan oligharki. Di bawah kendali kapitalisme-neoliberalisme
kaki dan tangan pemerintah dirantai agar tidak bertanggung jawab terhadap
rakyat miskin.
Untuk mengembalikan makna demokrasi yang redup adalah dengan
mengkampanyekan demokrasi parsipatoris. di mana rakyat berkuasa mengoperasikan
dan mengontrol kekuasaannya secara langsung. Dalam beberapa kasus, bentuk
demokrasi parsipatoris merupakan gabungan antara demokrasi perwakilan dan
demokrasi langsung, seperti dalam kasus pelaksaan kebijakan anggaran
parsipatoris di porto Alegre, Brazil.
Menurut Michael Kaufman, ada empat kata kunci dalam memahami demokrasi
parsipatoris: proses, transisi, transformasi, dan pemberdayaan. Proses adalah
perubahan yang sedang berlangsung termuat di dalamnya kesulitan, konflik yang
membantu, dan perjuangan yang ditempuh. Transisi adalah proses yang menuju masa
depan yang bersifat alternatif. Tranformasi adalah proses transisi yang tidak
sekedar bersifat kuantitatif atau peningkatan yang linear. Tetapi pergeseran
secara substansial baik hubungan
politik, ekonomi, sosial, dan budaya yang berlangsung terus-menerus. Sedangkan
pemberdayaan, adalah partisipasi rakyat
yang tidak memonopoli alat-alat kekuasaan politik, ekonomi, sosial dan budaya pada
satu tangan, apakah itu kelas, seks, strata sosial, atau elite birokrasi
Persoalan merumuskan alternatif konkret jelas membutuhkan kerja keras dan
konsistensi gerakan demokratik. Tak ada jalan pintas untuk mencapai kemenangan
rakyat miskin. Keberhasilan gerakan sosial, dengan demikian sangat dientukan
oleh kemampuannya memberikan alternatif yang konkret itu. Inilah yang
dicontohkan petani tak bertanah di Brasil, sehingga mengantarkan Partai Buruh
Brasil sebagai pemenang pemilu di negara Amerika Latin terbesar itu.
Salah
satu semangat yang diusung buku ini adalah bagaimana masyarakat mengambil peran
yang strategis-dalam arti partisipasi demokratis. Bagi Fransisco Budi Hardiman,
Partisipasi masyarakat yang ditandai dengan upaya pembentukan civil society dan otonomi publik yang
makin luas. Tanpa terasa, saking terbawa perasaan, buku tipis ini akan segera
tamat dibaca, sementara pembaca boleh jadi belum puas membaca dan menelaah
kisah sukses masyarakat, negara, yang selamat dari cengkraman kapitalisme dan neoliberalisme.
Post a Comment