Engkau adalah apa yang engkau pikirkan, saudaraku,
selebihnya adalah tulang dan serat. Jika engkau memikirkan bunga mawar, engkau
adalah mawar kebun, jika engkau pikir engkau adalah onak, engkau adalah bahan
bakar tungku.
Jalaluddin Rumi
Viktor Frankl lahir pada tahun 1905. Sewaktu
Perang Dunia II ia mengalami nasib yang sangat dramatis. Ia adalah salah satu
tahanan penjara kamp konsentrasi NAZI.
Holocaust, atau “Pemecahan Akhir”, Hitler menamakannya demikian. Dan
Frankl juga dikenal sebagai survivor dari empat kamp konsentrasi maut: Dachau,
Maidek, Treblinka, dan Auschwitz. Orang-orang dimasukkan seperti hewan ke dalam
kereta yang penuh sesak dan digiring ke penjara. Sebuah nomor, yang dirajah di
lengan mereka, diberikan untuk menggantikan nama-nama mereka. Mereka dimasukkan
ke dalam ruang gas beracun untuk dimusnahkan. Diperkirakan lebih dari enam juta
orang dibunuh dengan gas, dibakar, ditembak, atau dibiarkan mati kelaparan.
Kerja paksa, penyiksaan yang tidak manusiawi, penghinaan yang paling
menyakitkan sudah ia alami bersama tahanan-tahanan lainnya. Setiap hari, selalu
ada sesama tahanan yang meninggal, apakah karena penyiksaan ataupun karena
kekurangan gizi sudah tidak dapat dibedakan lagi.
Viktor Frankl bereaksi secara positif terhadap
penderitaan yang mungkin paling hebat yang pernah terjadi dijagad raya ini.
Pada tahun-tahun penuh horor dan siksaan yang dijalaninya di kamp konsentrasi,
ia tetap fokus pada bayangan masa depan yang positif. Ia tetap mengendalikan
pikirannya untuk selalu positif dan optimis. Ia selalu membayangkan dirinya
menjadi psikolog sukses, menghadiri konser, dan menikmati gaya hidup yang
layak. Tidak pernah ia biarkan dirinya menyerah pada segala peristiwa yang
terjadi di sekelilingnya. Ketegaran yang luar biasa, ketidak-raguannya
mengambil keputusan, ketabahan, keuletan, dan kekuatan karakternya inilah yang
pada akhirnya memenangkan seluruh perjuangannya ketika perang berakhir.
Viktor Frankl kemudian menjadi salah seorang
ahli terapi terkenal dan telah menerima banyak penghargaan dari berbagai
universitas maupun lembaga-lembaga bergengsi di dunia. Viktor meyakini bahwa
manusia adalah satu-satunya makhluk di bumi yang tidak seperti makhluk lain,
manusia memiliki mind (pikiran) dan soul (jiwa) yang tidak dimiliki makhluk
lain. Oleh karena itu, penyembuhan penyakit yang diderita oleh manusia tidak
dapat hanya didasarkan pada obat atau zat kimia semata. (Dikutif dari buku
Change The World, Happy Sugiarto Tjandra)
Ketika pertama
kali kita terlahir ke muka bumi ini. Bersamaan itu pula sejumlah
penderitan, ujian dan cobaan sudah menyambut kehadiran kita. Berbagai macam
bentuk ujian dan cobaan tersebut, akan selalu mewarnai perjalanan singkat hidup
kita. Sampai akhirnya kita masuk kedalam
perut bumi. Bagi sebagian orang yang memiliki prasangka negatif, maka sudah
bisa dipastikan serangkaian penderitaan yang menerpanya menjadi keperihan dalam
hidupnya. Sebaliknya, bagi orang-orang yang menyikapinya dengan berbaik sangka,
maka ujian dan cobaan dapat menjadi jalan bahagia menuju keabadian. Sebagaimana
yang terdapat dalam firman-Nya, “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan
ini dengan sia-sia. Mahasuci Engkau, dan selamatkanlah kami dari api neraka.”
(QS. Ali-Imran [3]: 191).
Orang-orang yang berpikir positif seperti Viktor Frankl,
ia akan selalu mengalirkan energi positif ke seluruh pikiran, raga dan jiwanya sehingga ia menjadi lebih kuat, tegar, fokus,
konsentrasi dalam menjalani dan memaknai hidup. Dalam kondisi sesulit apapun
mereka selalu berusaha menciptakan
energi positif dan suasana yang damai, sejahtera serta menyenangkan dalam
bahasa agama di sebut qonaah.
Orang-orang yang selalu merawat energi positifnya akan
berdampak dalam cara ia menyikapi musibah atau masalah. Salah satunya adalah
semakin sering ia mengalami kegagalan, maka ia semakin bertambah yakin bahwa;
ia semakin dekat dengan zona kesuksesan. Dalam bahasa yang berbeda orang bijak
mengatakan, “Looser says its possible but too difficult but winners say its
too difficult but possible.” Dia akan selalu meniupkan, menebarkan dan
menciptakan energi positif (husnudzon) untuk diri dan lingkungannya. Dan dia
juga selalu berusaha menciptakan suasana yang menyenangkan (bersyukur) dalam
setiap ritme langkah yang ia ayunkan dalam meniti lika-liku jalan kehidupan.
Belajarlah pada bangsa Jepang, bagaimana menikmati
hidangan penderitaan dengan bijak dan cerdas. Jepang, sebagai bangsa yang
terletak di daerah paling sering dilanda gempa. Tidak membuat mereka menjadi
bangsa yang kerdil dan pesimis. Tetapi justru sebaliknya, dengan kondisi alam
yang tidak bersahabat itu, mereka menjadi bangsa yang sangat kreatif, inovatif,
dalam sains dan teknologi.
Komaruddin Hidayat menjelaskan, “Masyarakat Jepang
memiliki konsep “dosa sosial” yang sangat tinggi dan dipegang teguh sehingga
rasa malu berbuat salah di mata masyarakat itu membuat mereka sangat taat pada
adat. Menjaga sopan-santun sesama mereka, memelihara kebersihan rumah dan
disiplin dalam kerja merupakan “syariah hidup” yang sangat dipelihara layaknya
sebuah agama. Bekerja keras, disiplin, hidup produktif demi masa depan keluarga
dan negara adalah puncak-puncak kebaikan sehingga hidup menjadi bermakna”.
Falsafah hidup yang dapat kita petik dari karakter bangsa
Jepang adalah semakin kita terancam semakin besar peluang kita menuju puncak
kesuksesan (muflihun). Sebagaimana yang di kemukakan oleh Ary Ginanjar
Agustian, ia mengibaratkan kondisi bangsa jepang itu seperti ‘per’. Apabila per di tekan, maka per
itu akan mengeluarkan daya lenting serta daya dorong sebesar yang
dikeluarkannya, untuk mencapai titik keseimbangannya kembali.
Saya percaya bahwa dalam setiap penderitaan yang dialami
seseorang, bahkan terkadang harus berakhir dengan linangan air mata, pasti
dibalik semua itu terdapat jalan menuju kebahagiaan (blessing in disguise).
Begitu juga bagi seseorang yang selalu berusaha berbaik sangka dalam setiap
musibah yang menimpanya dengan izin Allah dia akan di mampukan mengatasi
berbagai aneka problematika kehidupan yang terlihat suram bagi sebagian orang.
“Hanya orang-orang yang berpikir positiflah berani mengemukakan bahwa
kebahagiaan itu adalah realisasi progresif sebuah impian yang berharga”. Tutur
Dexter Yager. Sedangkan Promod Batra menyarankan, “Jadikanlah berpikir positif, proaktif, kreatif dan
inovatif sebagai jalan meraih kebahagiaan dalam kehidupan sehari-hari. Tanpa
disadari Anda akan merasakan bagaimana sikap positif, proaktif, kreatif dan
inovatif dapat membuahkan hasil yang
mengesankan dalam setiap sudut kehidupan Anda. Ingatlah, Anda dilahirkan untuk
menang”.
Apakah kita ingin bahagia, senang, sedih atau pun kecewa
dalam menjalani lika-liku kehidupan ini, tergantung pada diri kita sendiri,
kita memiliki kebebasan penuh untuk memilih respon sendiri setiap fenomena
kehidupan yang terjadi di sekitar kita. Kita bertanggungjawab penuh atas sikap
yang ditimbulkan oleh pikiran kita. Meminjam ungkapan Psikolog, “Andalah raja
bagi pikiran anda sendiri”. Maka yang menjadi catatan
penting dalam hal ini, penulis menyarankan hendaklah setiap hari kita
meluangkan waktu sejenak (lima menit atau sepuluh menit) untuk melakukan
meditasi membayangkan hal-hal yang positif dalam kehidupan kita. Perlahan–perlahan
tanpa disadari Anda akan menjadi Insan yang lebih baik dan lebih bahagia.
(Selamat Mencoba!).
Post a Comment