Dan sesungguhnya Kami telah mengutus Musa dengan membawa mu‘jizat-mu‘jizat
Kami kepada Fir‘aun dan pemuka-pemuka kaumnya. Maka Musa berkata: “Sesungguhnya
aku adalah utusan dari Tuhan seru sekalian alam”. (Q.S. al-Zukhruf ayat 46)
Nabi Musa adalah salah satu pemimpin yang mampu bersikap tegas kepada orang-orang yang telah banyak memberikan jasa kepadanya. Hal ini bukan lantaran Nabi Musa orang yang tidak pandai membalas jasa, akan tetapi yang dikedepankan adalah prinsip-prinsip kebenaran. Apa yang dilakukan oleh Nabi Musa ini adalah sebagai gambaran dari kesempurnaan iman kepada Allah dengan meletakkan-Nya pada posisi yang paling tinggi dan yang paling agung.
Bila hal ini sudah mampu dilakukan, maka
persoalan kemanusiaan selalu ditempatkan pada level kedua sesudah pesan-pesan
Allah. Implikasi yang mudah dirasakan adalah bahwa peraturan yang sudah
disepakati bersama akan berjalan dengan baik, bilamana para pemimpin memiliki
ketegasan sikap tanpa ada pengecualian. Inilah yang selalu disebut dengan
istilah “hukum sebagai panglima” atau “penegakan supremasi hukum”.
Ketika Nabi Musa diperintahkan untuk
berhadapan dengan Fir’aun yang notabene adalah ayah angkatnya sendiri, maka
dapat dibayangkan bagaimana runyamnya kondisi pada saat itu. Pada satu sisi,
posisi Nabi Musa berada pada level orang-orang yang pernah menerima jasa,
sedangkan pada posisi lain Fir’aun adalah sosok yang telah memberikan jasa
kepada Nabi Musa. Adapun materi dari pesan yang disampaikan Nabi Musa sudah
pasti membuat Fir’aun akan murka.
Kedua sosok manusia ini memiliki sifat
dan tempramen yang jauh bertolak belakang, di mana Nabi Musa tidak tega jika
bangsanya Bani Israil diperbudak oleh Fir’aun. Adapun Fir’aun merasakan
nikmatnya ketika memperbudak Bani Israil yang berlangsung ratusan tahun.
Beberapa pesan yang disampaikan oleh Nabi Musa ternyata satupun tidak ada yang
digubris oleh Fir’aun sehingga membuat kedua sosok ini berjalan pada sikap
masing-masing.
Apa yang dilakukan oleh Nabi Musa ini
patut untuk direnungi karena mampu mengambil sikap tegas terhadap orang yang
sudah berjasa kepadanya. Sikap ketegasan Nabi Musa ini muncul setelah
mendapatkan tugas dari Allah untuk menyampaikan pesan-pesan kebenaran kepada
Fir’aun yang tiran. Hal ini menunjukkan bahwa prinsip yang terdapat dalam diri
Nabi Musa adalah memprioritaskan pesan-pesan Allah sekalipun dirinya akan
berhadapan dengan resiko yang sangat besar.
Terkadang, hal yang sulit dilakukan
oleh seorang pemimpin adalah ketegasan dalam bersikap, khususnya kepada
orang-orang yang telah banyak memberikan jasa bagi dirinya. Adapun yang paling
sulit lagi adalah jika yang memberikan jasa tersebut adalah orang-orang yang
banyak menyelamatkan kehidupannya atau orang-orang yang memiliki hubungan
kekerabatan. Dalam kondisi yang seperti ini banyak di kalangan pemimpin yang
mempetaruhkan nilai-nilai idealismenya.
Kesulitan yang seperti ini hanya dapat
diterobos oleh pemimpin-pemimpin yang memiliki prinsip ketegasan dalam
menyuarakan kebenaran. Sebut saja misalnya Nabi Nuh dan Nabi Luth yang harus
berhadapan dengan isteri dan anak-anak mereka, Nabi Ibrahim yang harus
berhadapan dengan ayahnya, demikian juga Nabi Musa yang berhadapan dengan
Fir’aun yaitu ayah angkatnya yang berjasa dalam membesarkannya. Sekalipun
banyak di antara nabi-nabi yang berhasil meretas kekakuan “balas jasa” ini
namun hanya sebatas adu argumentasi, dan belum sampai kepada tingkat adu
kekuatan. Berlainan halnya dengan Nabi Musa yang melakukan debat sengit dengan
Fir’aun yang akhirnya berbuntut kepada aksi balas dendam, dimana Fir’aun
berencana untuk menghabisi riwayat Nabi Musa yang notabene adalah anak
angkatnya sendiri.
Ketegasan Nabi Musa ini patut untuk
dicontoh karena pengaruh orang-orang yang telah berjasa ini dapat meluluh-lantakkan
nilai-nilai idealisme yang seharusnya menjadi kriteria utama bagi seorang
pemimpin. Bila ketegasan seperti ini tidak dapat ditegakkan maka kepemimpinan
seseorang selalu berakhir dengan tragis. Oleh karena itu, banyak juga di
kalangan para pemimpin yang reputasinya hancur disebabkan ulah orang-orang yang
telah banyak memberikan jasa dalam kehidupannya. Kisah tentang Nabi Musa ini
agaknya merupakan sindiran Allah kepada semua pemimpin, bahwa tidak ada istilah
menimbang jasa dalam menegakkan prinsip-prinsip kebenaran. Artinya, ketika
seorang pemimpin mengambil sikap tegas, maka ketegasan dimaksud harus berlaku
kepada seluruh lapisan masyarakat tanpa kecuali, sekalipun di dalamnya terkena
orang-orang yang telah banyak menanamkan jasa kepadanya.
Dalam tataran ini seorang calon
pemimpin atau yang sudah jadi pemimpin yang defenitif, harus bertindak bijak
dan tegas dengan memperhatikan orang-orang yang ada di sekitarnya (khususnya
kepada para tim sukses). Tindakan bijak dimaksud ialah dengan tidak memberikan
sebuah jabatan atau proyek vital kepada orang-orang yang dekat dengannya hanya
dengan mempertimbangkan jasa bukan mempertimbangkan keprofesionalan. Apa yang
terjadi pada zaman Nabi Musa bukanlah merupakan satu-satunya kasus dan bukan
pula merupakan kasus yang terakhir terjadi. Akan tetapi kasus yang seperti ini
akan tetap saja terjadi selama dalam dunia ini ada yang menjadi pemimpin. Kasus
yang terjadi antara Nabi Musa dengan Fir’aun ini harus dijadikan pelajaran oleh
para pemimpin dalam hal ketegasan untuk bersikap, khususnya kepada orang-orang
yang sudah dianggap banyak menanamkan jasa supaya para pemimpin tidak terkesan
pilih kasih.
Apabila kasus Nabi Musa ini tidak dijadikan pelajaran oleh mereka-mereka
yang duduk menjadi pemimpin, maka tidak mustahil bahwa mereka akan berhadapan
dengan perlawanan rakyat. Biasanya isu-isu yang selalu dilontarkan kepada
pemimpin yang tidak berani bersikap tegas ini ialah kroniisme, koncoisme,
nepotisme dan lain-lain. Isu ini paling cepat menggelinding di tengah-tengah
masyarakat sehingga mudah sekali dipolitisir untuk menghabisi umur kepemimpinan
seseorang.Semua fenomena yang telah disebutkan di atas dapat diatasi dengan
baik dan benar bila pemimpin memiliki sifat yang tegas. Sebaliknya hal-hal yang
sepele dapat menjadi runyam bilamana pemimpin tidak berani mengambil
ketegasan. Bila hal ini terjadi maka dipastikan kemelut akan datang karena
pemimpin terlalu lamban dalam mengambil kebijakan.
Post a Comment