Firman Allah SWT, dalam al-Qur’an Surat
‘Abasa [80]: 17-23
(17). binasalah manusia; Alangkah Amat sangat
kekafirannya? (18). dari Apakah Allah menciptakannya? (19). dari setetes mani,
Allah menciptakannya lalu menentukannya. (20). kemudian Dia memudahkan
jalannya. (21). kemudian Dia mematikannya dan memasukkannya ke dalam kubur, (22).
kemudian bila Dia menghendaki, Dia membangkitkannya kembali. (23). sekali-kali
jangan; manusia itu belum melaksanakan apa yang diperintahkan Allah kepadanya.
Pada ayat yang lalu
Allah menjelaskan tentang al-Qur’an yang merupakan Kitabul-lah dan berfungsi
memberi peringatan serta nasehat. Setiap orang bisa memanfaatkan
nasehat-nasehatnya bila ia menghendaki. Kemudian Allah SWT. Mengiringi
penjelasan-Nya dengan memperingatkan bahwa seseorang- sekalipun memiliki harta
yang banyak dan pengaruh yang kuat- ia tidak boleh berlaku takabbur dan
menyombongkan diri serta gemar menuruti kemauan hawa nafsunya dan tidak
memikirkan akibat perbuatannya.
Manusia juga tidak
berpikir bahwa ia diciptakan oleh Allah dengan mendapat anugerah dan kenikmatan
dari-Nya. Dia menciptakannya dalam bentuk yang paling baik dan dalam fase-fase
yang berbeda serta dalam bentuk yang tidak sama antara satu dengan yang
lainnya. Kemudian ia dilahirkan ke dunia dan tidak lama kemudian ia
dikembalikan ke tanah sebagaimana awal diciptakannya. Dia dimasukkan ke dalam
liang kubur sampai masa yang hanya diketahui oleh Allah. Setelah itu
dibangkitkan kembali dari alam kubur dan kemudian dilakukan perhitungan atas
amal perbuatan yang ia lakukan ketika hidup di dunia, dan ketika itulah ia akan
menerima balasan amal perbuatannya. Jika amaliahnya baik, maka balasan yang ia
terima pun baik pula. Dan apabila buruk amaliahnya, maka buruk pula balasannya.
Tetapi begitu sifat manusia. Dia sangat kufur terhadap nikmat Tuhannya, dan
sangat jauh dari mengikuti perintah-perintah-Nya serta menjauhi
larangan-larangan-Nya.
(17).
binasalah manusia; Alangkah Amat sangat kekafirannya?
(QS. ‘Abasa [80]: 17)
Kata qutila mempunyai banyak arti. Salah satu
di antaranya, digunakan sebagai doa jatuhnya kebinasaan atas perilaku buruk.
Dia juga digunakan untuk menampakkan keheranan atas sesuatu.
Kata ma pada firman-Nya: ma akfarahu digunakan untuk menunjukkan keheranan. Ada juga yang
memahaminya bermakna sebagai pertanyaan. Seakan-akan ayat tersebut menyatakan,
apa yang menjadikannya kafir yakni mengingkari nikmat-nikmat Allah yang
demikian melimpah.
Alangkah kufur-nya ia
kepada nikmat Allah yang meliputi dirinya. Dan alangkah sombongnya ia kepada
Yang melimpahkan nikmat kepadanya sejak ia diciptakan sampai mati. Pada ayat
selanjutnya Allah memerinci keterangan-Nya yang telah dijelaskan secara ringkas
pada ayat terdahulu. Kemudian Dia
menjelaskan pula bahwa nikmat yang dicurahkan kepada manusia terbagi menjadi beberapa
tahapan, yaitu tahap permulaan, pertengahan, dan tahap akhir. Untuk itu Allah
menjelaskan tahap pertama, yaitu tentang kejadian manusia dengan firman-Nya;
(18). dari Apakah Allah menciptakannya?
(QS. ‘Abasa [80]: 18)
Dari apakah Allah
menciptakannya? Dari sesuatu yang hina. Oleh karena itu ia tidak boleh sombong
dan takabbur. Pada ayat selanjutnya Allah menjawab pertanyaan di atas:
(19). dari setetes sperma, Allah
menciptakannya lalu menentukannya.
(QS. ‘Abasa [80]: 19)
Allah menciptakannya
dari sperma dalam beberapa tahapan yang berbeda dan menyempurnakan bentuknya
secara bertahap hingga lengkap dan sempurnalah anggota tubuhnya yang
disesuaikan dengan kebutuhan-kebutuhannya selama hidup. Di samping itu Dia
membekalinya dengan kekuatan yang mampu menggerakkan anggota tubuh tersebut
sesuai dengan fungsinya masing-masing. Dan semuanya itu diciptakan oleh-Nya
dalam kadar atau ukuran yang terbatas sesuai dengan ukuran manusia normal.
Berikut ini penjelasan
tentang fase pertengahan dari penciptaan manusia dengan firman-Nya:
(20). kemudian
Dia memudahkan jalannya.
(QS. ‘Abasa [80]: 20)
Kemudian Allah
memudahkan jalan baginya untuk melakukan perbuatan baik ataupun buruk. Untuk
itu Allah menganugerahkan kemampuan berbuat kepadanya dan akal yang dengannya
bisa membedakan dan mempertimbangkan hal-hal yang akan dilakukannya serta
akibat yang ditimbulkannya. Hal ini ditegaskan oleh Allah dalam firman-Nya;
(10). dan Kami
telah menunjukkan kepadanya dua jalan
(QS. Al-Balad [90]: 10)
Kepada umat manusia
Allah mengutus Rasul-rasulnya yang membawa berita gembira dan peringatan untuk
mereka. Dan diturunkan pula kepada mereka melalui para Rasul, Kitab-kitab yang
mengandung hikmah, nasehat dan dakwah kepada macam-macam kebajikan serta
peringatan kepada hal-hal yang buruk. Dalam kitab-kitab tersebut terkandung pula
hal-hal yang membawa umat manusia kepada kebahagiaan di dunia maupun di
akhirat.
Pada fase yang terakhir
Allah menjelaskan tentang akhir kejadian manusia melalui firman-Nya;
(21). kemudian
Dia mematikannya dan memasukkannya ke dalam kubur, (22). kemudian bila Dia
menghendaki, Dia membangkitkannya kembali.
(QS. ‘Abasa [80]: 21-22)
Setelah itu Allah
mencabut nyawanya. Tetapi Dia tidak membiarkannya terbuang di atas tanah
sehingga menjadi makanan binatang buas. Allah membekali fitrah manusia dengan
keinginan untuk menguburkan mayat teman sejenisnya sebagai penghormatan
kepadanya. Kemudian dengan kehendak Allah, dia dibangkitkan kembali setelah
mati, untuk menjalani hisab dan mempertanggungjawabkan amal perbuatannya. Yaitu
pada saat hari kiamat telah tiba, yang tiada seorang pun yang mengetahui
kepastiannya kecuali Allah.
Firman Allah idzaa sya-a, yang berarti kehendak
Allah, menunjukkan bahwa kepastian waktu hari kiamat tidak seorang pun bisa
mengetahuinya kecuali Allah sendiri. Dia yang mengetahui hal ini, dan hanya
Allah yang kuasa mempercepat atau memperlambat kejadiannya. Allah Maha Perkasa
di atas semua hamba-hamba-Nya. Dia berkuasa penuh terhadap mereka, baik
membiarkan hidup atau mematikan mereka semua. Hanya Allah yang akan
membangkitkan dan menggiring mereka untuk menjalani perhitungan atas amal
perbuatan mereka. Jika ia berbuat baik, maka balasannya baik pula. Dan jika
buruk, maka buruk pula balasannya.
Pada ayat berikut ini
Allah menjelaskan keingkaran manusia kepada nikmat-nikmat-Nya melalui
firman-Nya;
(23). sekali-kali jangan; manusia itu belum
melaksanakan apa yang diperintahkan Allah kepadanya,
(QS. ‘Abasa [80]: 23)
Sungguh ulah manusia
sangat mengherankan. Setelah ia melihat tanda-tanda kebesaran-Ku dalam dirinya
dan menyaksikan manfaat-manfaatnya yang besar- hatinya sama sekali tidak
tergerak untuk kembali kepada jalan kebenaran. Dia tidak memanfaatkan akal yang
dianugerahkan kepadanya untuk memikirkan tanda-tanda kekuasaan Allah yang pada
alam sekitarnya dan pada dirinya. Padahal semua itu merupakan saksi dan bukti
yang menunjukkan kepada adanya Yang Maha Pencipta yang wajib ia sembah dan ia
taati perintah-perintah-Nya.
Post a Comment