Pada saat Nabi saw.
bersikap sebagai orang yang mujtahid
di dalam mengambil keputusannya, maka dia mengambil sikap yang lebih layak. Hal
ini tiada lain timbul dari keinginannya yang sangat- di dalam menyebarkan
dakwah Islam. Dengan demikian maka Nabi saw. bukanlah orang yang bersifat
menolak untuk memberikan pengajaran kepada ‘Abdullah ibnu Ummi Maktum yang buta
itu. Akan tetapi, Allah pun mengarahkan teguran-Nya untuk meniadakan
keistimewaan bagi orang-orang yang terhormat, dan sekaligus menganjurkan untuk
menerima orang-orang yang berniat baik sekalipun mereka adalah orang yang
memiliki kekurangan.
Melalui Surah ini Allah
menganjurkan kepada Nabi-Nya agar dia lebih mengutamakan mereka daripada
orang-orang yang sombong terhadap kalimat yang hak sekalipun memiliki kedudukan
yang terpandang di mata masyarakat dan memiliki kekayaan yang banyak. Kelemahan
mad’u dan kemiskinannya tidak boleh dijadikan alasan untuk tidak menyukai
perkataannya dan bermuka masam dihadapannya serta berpaling daripadanya,
sekalipun ia melakukan kekeliruan, karena sesungguhnya dia adalah orang yang
berperasaan halus, baik jiwanya. Apabila mendengar ayat-ayat Allah, ia langsung
mengamalkannya.
Oleh karena itu, Allah
menegur Nabi-Nya melalui ayat-ayat ini, maksudnya sebagai pelajaran untuk kaum
muslimin agar mereka memperhatikan keadaan kaum lemah dan menyediakan sarana
yang cukup untuk pendidikan mereka serta tidak menyinggung perasaan mereka yang
halus itu. Hal ini juga mengandung anjuran lain, yaitu memprioritaskan
orang-orang yang lemah tetapi berkemauan keras untuk menerima petunjuk Allah.
Menurut Syaikh Abu
Bakar Jabir al-Jazairi, pelajaran yang dapat di ambil dari al-Qur’an Surat ‘Abasa Ayat 1-16 di antaranya;
Pertama,
Penjelasan tentang kedudukan Nabi Muhammad SAW yang mulia dan agung. Hal ini
ditunjukkan oleh teguran Allah sangat lembut kepadanya, karena bentuk
tegurannya dengan cara tidak menyebutkan secara langsung nama beliau agar tidak
melukai hatinya. Kemudian setelah beliau merasa tidak kaget dengan teguran-Nya,
maka beliau ditegur langsung dengan mengajak bicara langsung.
Kedua,
Rasulullah SAW, telah menerima didikan dari Allah, yang tidak pernah didapatkan
oleh orang lain. Abdullah Ibnu Ummi Maktum r. a. Setelah kejadian tersebut,
apabila Abdullah Ibnu Ummi Maktum datang menemui Rasulullah SAW, maka beliau
segera menyambutnya dan mendudukkannya di samping beliau seraya berkata,
“Selamat wahai orang yang telah menyebabkan Allah menegurku.” Rasulullah SAW,
beberapa kali mengangkat Abdullah Ibn Ummi Maktum sebagai gubernur Madinah.
Dahulu, Abdullah Ibn Ummi Maktum adalah muadzin beliau pada bulan Ramadhan.[1]
Ketiga,
Sangat mustahil apabila Rasulullah SAW, menyembunyikan wahyu, walaupun hanya
satu ayat. Ummul Mukminin, Aisyah r.a. pernah berkata, Seandainya Rasulullah
SAW, menyembunyikan wahyu Allah, maka yang pertama kali akan disembunyikan oleh
beliau adalah teguran Allah yang tercantum di dalam Surat ‘Abasa.”[2]
[1] Imam Ats-Tsauri berkata,
“Setelah kejadian ini (ditegur oleh Allah), maka apabila Nabi Muhammad SAW,
melihat Abdullah Ummi Ibnu Maktum r.a., maka beliau langsung membentangkan
selendangnya seraya berkata, “Selamat datang wahai orang yang dengannya Allah
Ta’ala menegurku,” kemudian beliau berkata kembali, “Ada keperluan apa?”
Rasulullah SAW, menjadikan Ibnu Ummi Maktum sebagai Gubernur di kota Madinah
sebaganyak dua kali selama terjadi dua peperangan. Anas Ibnu Malik r.a.
berkata, “Aku pernah melihatnya ketika terjadi perang Qadisiyyah naik kuda, memakai
baju besi, dan membawa bendera hitam.” Syaikh Abu Bakar Jabir al-Jazairi, Aisar At-Tafaasir li Al-Kalaami Al-Aliyyi
Al-Kabir, terj. Fityan Amaliy dkk, Jilid. 7, (Jakarta: Darus Sunnah Press,
Cet. II, 2011), hal. 807.
[2] Ibid., hal. 807.
Post a Comment