Seandainya manusia
menyadari asal kejadiannya, maka niscaya ia tidak akan bersikap sombong dan
tidak akan ingkar kepada Rabb yang telah memberikan banyak nikmat kepadanya.
Bukankah Allah telah menciptakannya dari setetes air, lalu Dia menyempurnakan
bentuknya seperti layaknya manusia, yaitu memiliki anggota-anggota tubuh yang
lengkap.
Kemudian Allah swt.,
memberikan akal kepadanya, yang dengan akal itu dia dapat memperoleh petunjuk
ke jalan hidayah. Dan Allah telah memudahkan baginya untuk menempuh jalan
hidayah itu dengan memberi keistimewaan-keistimewaan yang telah dibekalkan di
dalam dirinya. Hingga apabila perjalanan hidup telah selesai, Allah
mematikannya, lalu menjadikan tempat peristirahatannya di dalam kubur, yaitu di
dalam tanah sebagai penghormatan untuknya. Apabila telah tiba saatnya hari
kiamat, Allah menghidupkannya kembali agar menjalani hisab dan memberikan
balasan atas semua amal perbuatan yang telah dikerjakannya. Apabila ternyata
perbuatan-perbuatannya itu baik, maka balasannya baik; dan apabila buruk, maka
balasannya pun buruk pula.
Berangkat pengertian
ini timbul suatu pertanyan, apakah manusia itu telah mempersiapkan dirinya
untuk menghadapi hari hisab? Hal ini dijawab oleh Allah melalui firman-Nya:
(23).
sekali-kali jangan; manusia itu belum melaksanakan apa yang diperintahkan Allah
kepadanya,
(QS. ‘Abasa [80]:
23)
Ayat ini merupakan
sanggahan yang ditujukan kepada orang kafir dan sekaligus sebagai celaan atas
kekafirannya. Dia adalah orang yang sembrono, tidak mensyukuri Penciptaannya,
dan pula tidak mengerjakan apa yang diperintahkan oleh-Nya untuk menjadi bekal
pada hari hisab.
Menurut Syaikh Abu Bakar Jabir
al-Jazairi, pelajaran yang dapat di ambil dari al-Qur’an Surat ‘Abasa Ayat
17-23 di antaranya;
Pertama,
penjelasan tentang kemampuan, ilmu, dan hikmah Allah yang mengharuskan untuk
beriman kepada Allah, ayat-ayat, Rasul, dan perjumpaan dengan-Nya.
Kedua,
sebuah hasil karya (ciptaan) menjadi dalil adanya yang menciptakannya. Sangat
mengherankan kekafiran orang kafir terhadap Rabbnya, padahal Dia-lah yang telah
menciptakan dan memberinya rezeki, mencukupi kehidupannya, dan memeliharanya
sampai batas waktu yang telah ditentukan (tiba ajal kematiannya).[1]
Sedangkan menurut
Ibrahim Ali As-Sayyid Ali Isa, “Surah ‘Abasa ini mengandung pelajaran
diantaranya adalah bahwa dalam melakukan aktivitas dakwah- hendaknya memberikan
penghargaan yang sama kepada orang-orang yang diberi peringatan dengan tidak
memandang kedudukan seseorang dalam masyarakat.”[2]
Post a Comment