Hari
kiamat dimulai dengan teirakan yang sangat keras memekakkan telinga, setelah
itu terjadilah hal-hal yang amat mengerikan. Hal ini diungkapkan al-Qur’an (QS.
‘Abasa [80]: 33-42), melalui ayat-ayat di atas al-Qur’an menggambarkan tentang
rasa ngeri dan takut yang sangat, yang melanda manusia pada saat itu. Sehingga
diceritakan bahwa setiap orang lupa sama sekali kepada orang yang paling dekat
kepadanya. Pada saat itu ia lari saudaranya, ibu-bapaknya, istrinya dan
anak-anaknya karena setiap orang mempunyai urusan yang menyibukkannya.
Kesusahan dan malapetaka yang menimpa dirinya membuatnya lupa akan
segala-galanya sebagaimana yang diungkapkan oleh firman-Nya;
(37). Setiap
orang dari mereka pada hari itu mempunyai urusan yang cukup menyibukkannya.
(QS. ‘Abasa [80]: 37)
Ungkapan ayat di atas
cukup singkat, tetapi dapat tergambarkan dari pengertiannya keadaan psikologis
manusia pada hari yang penuh dengan rasa gugup dan khawatir terhadap tempat
kembali yang menakutkan yang akan ditemuinya.
Akhirnya al-Qur’an
menggambarkan keadaan orang-orang mukmin dan keadaan orang-orang kafir. Adapun
golongan orang mukmin tampak jelas baginya akibat yang bahagia sehingga
wajahnya tampak berseri-seri dan bergembira karena kenikmatan yang diterimanya
sebagaimana yang diungkapkan oleh fiman-Nya:
(38). banyak
muka pada hari itu berseri-seri, (39). tertawa dan bergembira ria,
(QS. ‘Abasa [80]: 38-39)
Adapun golongan lainnya,
yaitu orang-orang kafir, sesungguhnya mereka telah menemukan akibat yang sangat
menyedihkan. Hal itu tiada lain sebagai akibat dari apa yang telah dikerjakan
oleh kedua tangannya hingga pada roman muka mereka terdapat tanda-tanda
kesedihan dan wajah mereka dipenuhi dengan kemurungan, hitam dan pekat
warnanya. Mereka adalah orang-orang yang digambarkan oleh Allah swt. Melalui
firman-Nya:
(40). dan banyak
(pula) muka pada hari itu tertutup debu, (41). dan ditutup lagi oleh kegelapan.
(42). mereka Itulah orang-orang kafir lagi durhaka.
(QS. ‘Abasa [80]: 40-42)
Kiranya perlu kami
isyaratkan di sini bahwa gambaran tentang keadaan masing-masing dari
orang-orang mukmin dan orang-orang kafir tadi seharusnya dapat dijadikan
sebagai penenang hati dan semangat bagi jiwa yang beriman, dan menimbulkan rasa
kaget dan takut ke dalam jiwa orang-orang kafir. Barangkali saja mereka mau
mawar diri karena itu, lalu mereka berhenti dari melakukan keburukan dan
kekafiran, kemudian menempuh jalan kebaikan dan jalan hidayah.
Menurut
Syaikh Abu Bakar Jabir Al-Jazairi, pelajaran yang dapat diambil dari ayat 33-42
di antaranya:
- Penjelasan tentang kerasnya azab di hari Kiamat, sehingga setiap orang akan lari menjauhi orang yang paling dekat dengannya ketika di dunia.
- Buah keimanan dan ketakwaan seseorang akan terlihat pada wajahnya yang bercahaya. Demikian juga dengan buah kekufuran dan kemaksiatan seseorang akan terlihat di wajahnya yang hitam legam dan berdebu (kotor).
- Penetapan adanya hari kebangkitan dan hari pembalasan yang dibuktikan dengan salah satu gambaran (yang terjadi pada saat itu).[1]
Daftar Pustaka
Al-Jazairi,
Syaikh Abu Bakar Jabir, Aisar At-Tafaasir
li Al-Kalaami Al-Aliyyi Al-Kabir, terj. Fityan Amaliy dkk, Jilid. 7,
Jakarta: Darus Sunnah Press, Cet. II, 2011
Al-Maragi,
Ahmad Mustafa, Tafsir Al-Maraghi,
terj. Bahrun Abu Bakar, Juz 28, 29, dan 30, Semarang: CV. Toha Putra, Cet. II,
1992
Ar-Rifa’i,
Muhammad Nasib, Taisiru al-Aliyyul Qadir
li Ikhtishari Tafsir Ibnu Katsir, Jilid 4, terj. Syihabuddin, Jakarta: Gema
Insani Press, Cet. II, 2001
Asy-Syanqithi,
Syaikh, Adhwa’ul Bayan, Jilid 11, takhrij.
Syaikh Muhammad dan Abdul Aziz al-Khalidi, terj. Ahmad Affandi dkk, Jakarta:
Pustaka Azzam, Cet. I, 2011
Ibrahim Ali As-Sayyid Ali Isa, Fadhai’il Suwar al-Qur’an al-Karim, terj.
Abdul Hamid, Jakarta: Sahara Intisains, Cet. I, 2010
Katsir, Ibnu, Tafsir
Ibnu Kastsir, Jilid 8, terj. Salim Bahreisy, Surabaya: PT Bina Ilmu, Cet.
II, 1993
Quthb, Sayyid, Tafsir fi Zhilalil Qur’an, terj. As’ad Yasin, Jilid. 23, Jakarta: Gema Insani Press, Cet. I, 2002
Thabarah, ‘Afif Abdul Fattah, Tafsir Juz ‘Amma, terj. Bahrun Abu
Bakar, Bandung: Sinar Baru Algensindo, Cet. III, 1996
Post a Comment