Terkait
dengan pemakmuran dan pemberdayaan masjid, pemerintah Sumsel dibawah
kepemimpinan Alex Noerdin menggiatkan gerakan peduli masjid. Gerakan ini dibuat
untuk mewujudkan visi Provinsi Sumsel sebagai provinsi berbudaya dan religius.
Melalui gerakan peduli masjid provinsi Sumsel menginginkan adanya keseimbangan
antara pembangunan fisik, mental, dan spiritual. Saat ini, pemerintah Sumsel
terus menerus mengupayakan terwujudnya gerakan peduli masjid. Antara lain
dengan memberikan bantuan serta dukungan kepada masyarakat yang ingin membangun
masjid.
Perhatian
itu diimplementasikan, dengan terpilihnya Gubernur Sumatera Selatan, Alex Noerdin sebagai ketua pembangunan masjid
Sriwijaya. Keputusan menunjuk Alex
Noerdin sebagai ketua pembangunan masjid Sriwijaya, merupakan hasil rapat
terbatas pengurus pembangunan Masjid Sriwijaya pada 21 Desember 2013 di Hotel
Borobudur Jakarta. Keputusan itu, disetujui Ketua Dewan Pembina Yayasan Wakaf
Masjid Sriwijaya (YWMS) Prof. Jimly Asshiddiqie. Menurut Zamzami pembangunan Masjid
Sriwijaya membutuhkan dana yang sangat besar mencapai Rp. 1,2 triliun. Dana
untuk pembangunannya berasal dari sejumlah donatur. Di antara para donatur itu
beberapa BUMN yang sudah menyatakan komitmennya untuk merealisasikan masjid
yang akan dibangun di atas lahan seluas 15 hektar.[1]
Gubernur
Alex Noerdin menyatakan siap dan akan segera merealisasikan pembangunan Masjid
Sriwijaya di kawasan Jakabaring. Menurut Alex, Sumatera Selatan sudah terbiasa
dengan proyek besar dan tentunya tantangan besar, seperti menyelenggarakan SEA
Games dengan persiapan hanya bulan. Ia akan segera mengambil langkah
menyelesaikan proyek tersebut. “Saya menginstruksikan Kepala Dinas Pekerjaan
Umum Provinsi Sumatera Selatanl Rizal Abdulah sebagai ketua pelaksana bersama
pelaksana tugas Sekretaris Daerah Mukti Sulaiman sebagai penanggung jawab
harian,” ujar Alex Noerdin.[2]
Menurut
Alex Noerdin untuk pembangunan masjid megah yang diberi nama Masjid Raya Sriwijaya
dan pusat peradaban Islam di Indonesia tersebut membutuhkan dana Rp 1,2
triliun. Tetapi dia meyakini dengan dukungan semua pihak dan kerja sama
pembangunan Masjid Sriwijaya ini akan dapat diselesaikan
dengan baik. Diantaranya; bantuan dana pembangunan Masjid Sriwijaya yang sudah
diterima berasal dari PT Pupuk Sriwidjaja (Pusri) yang disampaikan Direktur
Utama Musthofa kepada Yayasan Wakaf Masjid Sriwijaya pada awal September 2013
lalu. PT Pusri menyerahkan bantuan kepada Yayasan Wakaf Masjid Sriwijaya sebesar
Rp. 450 juta.[3]
Untuk
merealisasikan Masjid Sriwijaya, Alex Noerdin, tidak
segan untuk meminta bantuan kepada perusahaan-perusahaan besar yang ada
di Sumatera Selatan untuk menyisihkan dananya. “Semua ini kita lakukan, Untuk
mempercepat pembangunan masjid yang akan menjadi kebanggaan rakyat di bumi
Sriwijaya. Ini kita lakukan demi rakyat. Kalau untuk rakyat Sumsel tidak ada
yang tidak bisa kita lakukan,’’ katanya.[4]
Gubernur
Sumsel, Alex Noerdin juga meminta negara peserta Islamic Solidarity Games
(ISG) untuk membantu pembangunan Masjid Raya Sriwijaya di kawasan Jakabaring
Palembang. Selaku gubernur dan ketua panitia penyelenggara pesta olah raga
negara Islam yang digelar di Sumsel. Alex telah mendekati peserta ISG agar
membantu pembangunan masjid tersebut. Dia mengungkapkan pihaknya telah
menyampaikan surat permohonan kepada utusan negara peserta seperti Qatar dan
Arab Saudi agar turut membantu biaya pembangunan Masjid
Raya Sriwijaya itu.[5]
Menurutnya,
usulan itu penting karena peserta ISG merupakan negara Islam dan memiliki
kemampuan di bidang ekonomi. Saat kegiatan olahraga Internasional tersebut Alex
terus berupaya untuk mendapatkan masukan baik pembangunan maupun investasi.
Dengan kehadiran negara-negara Islam tersebut, sebagai panitia, Alex sangat
berharap ada negara peserta berpartisipasi dalam pembangunan masjid raya di
kawasan pusat kegiatan ISG itu. Pembangunan Masjid Raya Sriwijaya di
kawasan Jakabaring Palembang diperkirakan membutuhkan dana cukup besar. Hingga
kini, dana yang terkumpul untuk pembangunan masjid itu berasal dari sumbangan
warga, tetapi jumlahnya masih kurang. Pemerintah Provinsi Sumsel sendiri antara
lain membantu lahan untuk pembangunan masjid yang dirancang cukup megah
tersebut.[6]
Pembangunan Masjid
Sriwijaya ini, tentu sangat relevan dengan fungsi masjid sebagai lembaga
pembinaan masyarakat Islam. Masjid Sriwijaya ini juga didirikan atas
dasar takwa dan berfungsi mensucikan masyarakat yang dibina di dalamnya.
Sedemikian pentingnya lembaga masjid, sehingga Nabi Muhammad Saw, menjadikan
program pertama yang beliau kerjakan tatkala beliau mampir di Desa Quba, dalam
hijrahnya dari Mekah ke Madinah, adalah mendirikan masjid Quba. Setibanya di
Madinah, beliau bukan membangun rumah untuk diri dan keluarganya, juga bukan
asrama untuk kaum Muhajirin, melainkan membangun masjid, yaitu Masjid Nabawi.
Penomorsatuan mendirikan masjid itu tidak lain karena sebagaimana belakangan
terbukti, lembaga masjid menjadi pusat pembinaan masyarakat Islam, bahkan pusat
pemerintahan Islam. Semua masalah mulai dari ideologi, politik, ekonomi,
sosial, budaya, hingga persoalan kemiliteran, dipecahkan di dalam lembaga
masjid.[7]
Fungsi masjid juga mencakup
berbagai dimensi kehidupan itu. Namun pada saat ini, masjid hanya diidentikkan dengan tempat
shalat bagi umat Islam. Di luar
itu, masjid seolah-olah tidak memiliki fungsi dan peranan sosial apapun.[8]
Lebih-lebih untuk kegiatan-kegiatan sosial politik, ekonomi, ataupun
kegiatan-kegiatan sosial-budaya lainnya. Bahkan sebagiannya masih ada yang
cenderung menganggapnya haram. Akibatnya, peningkatan jumlah masjid di
tengah-tengah kehidupan masyarakat dewasa ini belum berpengaruh banyak terhadap
penurunan angka kemiskinan ataupun tensi konflik sosial yang dihadapinya.[9]
Dalam situasi apapun, idealnya masjid dapat menjadi
pusat kegiatan masyarakat untuk berusaha mewujudkan tatanan sosial yang lebih
baik. Jika selama ini pusat pembinaan masyarakat masih terpusat di
lembaga-lembaga formal seperti sekolah dan madrasah, maka bagi masyarakat
sekarang harus juga dikembangkan lembaga kemasjidan sebagai salah satu
alternatif pembinaan umat dan bahkan bangsa secara keseluruhan. Isyarat
teologis yang menyatakan bahwa masjid itu adalah “Rumah Allah” sesungguhnya
memberikan makna bahwa masjid tidak lagi mengikat individu sebagai sosok
pemiliknya, tetapi merupakan gambaran kolektifitas yang terikat pada semangat
ketuhanan yang universal. Ia harus memancarkan semangat kebersamaan yang tumbuh
melalui proses interaksi sosial secara alamiah.[10]
[5]“ISG 2013: Alex Noerdin Minta Negara Peserta Ikut Bangun
Masjid.” Artikel diakses tanggal 1 Februari 2015 dari http://kabar24.bisnis.com/read/20130923/78/164635/isg-2013-alex-no
er din-minta-negara-peserta-ikut-bangun-masjid
[7]Mohammad
E. Ayub, Manajemen Masjid: Petunjuk Praktis Bagi Para Pengurus, h.141.
[9]Miftah
Faridl, “Memperkokoh Fungsi Sosial Masjid,” dalam Nana Rukmana. Masjid dan
Dakwah: Merencanakan, Membangun, dan Mengelola Masjid (Jakarta: al-Mawardi,
Cet. 1, 2002), h. xxii-xiii.
Post a Comment