![]() |
Sumber Gambar: |
Bidang sastra Indonesia
banyak pengaruhnya dari Persia, antara lain buku-buku yang kemudian disadur ke
dalam bahasa Indonesia Kalilah wa Dimnah, Bayam Budiman, Abu
Nawas, dan Kisah Seribu Satu Malam. Hampir semua cerita salinan itu, dinamakan hikayat dan dimulai
dengan nama Allah dan shalawat nabi. Kebanyakan hikayat ini tidak diketahui
penyalinnya. Selain itu, kesusastraan Islam Indonesia adalah syair, di antara
yang terkenal adalah syair sufi yang dikarang oleh Hamzah Fansuri, seperti
Syair Perahu. Syair lain sama saja, tidak diketahui siapa pengarangnya.
Kaligrafi Arab
merupakan bagian dari seni khath. Dibandingkan dengan negara Islam
lainnya, khath di Indonesia tidak begitu menonjol. Pernah pada awal
kedatangannya digunakan untuk mengukir nama dan menulis ayat al-Qur’an di
makam-makam terkenal, seperti makam wali Maulana Malik Ibrahim di Gresik dan
makam raja Pasai. Di makam itu ditulis dengan huruf Arab yang indah, seperti
nama, hari, dan tahun wafat serta ayat-ayat al-Qur’an. Namun, kelanjutan seni
kaligrafi tidak berkembang karena penerapan kaligrafi Arab sebagai hiasan
sangat terbatas. Bangunan-bangunan masa awal Islam tidak memberi peluang yang
berarti bagi penerapan hiasan
kaligrafi Arab. Masjid-masjid lama seperti di Banten, Cirebon, Demak, dan Kudus
menerapkan kaligrafi Arab hanya sebagai pelengkap motif hiasan yang bersumber pada tradisi seni hias Indonesia-Hindu. Walaupun demikian,
seni hias di kitab-kitab bacaan agak berkembang di Aceh dan kerajaan-kerajaan
Islam lain yang ulamanya banyak menulis kitab-kitab Agama. Ini bersamaan dengan
berkembangnya seni sastra Islam berupa syair-syair dan penulisan kitab-kitab
keagamaan.
Muncul juga seni tari
dan seni musik. Namun, itu pun tidak dapat dipisahkan pula dari pengamalan
tasawuf di Indonesia, di antaranya di kerajaan Aceh. Oleh sebab itu, muncul
suatu seni tari yang sampai sekarang masih ada di Aceh, yaitu tari Saman, di
Banjarmasin Samroh, di kalangan tertentu ada Rudad, di Banten ada atraksi
Debus. Khusus di Jawa ada pertunjukan wayang yang merupakan gabungan seni Islam
dan Hindu Indonesia, yang tercakup di dalamnya seni ukir, seni tari, dan seni
lagu.
Dalam seni sastra
Indonesia banyak gubahan baru yang asalnya dari Mahabarata, Ramayana, dan
Pancatantra menjadi Hikayat Pandawa Lima, Hikayat Perang Pandawa Jaya, Hikayat
Seri Rama, Hikayat Maharaja Rahwana, Syair Ken Tambunan, Lelakon Mesa Kumetir,
Syair Panji Sumirang, Carita Wayang Kinudang, Hikayat Panji Kuda Sumirang,
Hikayat Cekel Waneng Pati, Hikayat Panji Wila Kusuma. Saduran-saduran tadi
sebagian tertulis dalam tembang atau dalam gancaran.
Semua yang tersebut di
atas juga disebut hikayat yang berarti cerita atau dongeng. Sering berisi
keajaiban atau peristiwa yang tidak masuk akal. Terkadang juga berisi tokoh
sejarah atau berkisar kepada suatu peristiwa yang sungguh terjadi. Ada pula
yang disebut babad, yaitu cerita yang digubah sebagai cerita sejarah. Di Melayu
sering disebut salasilah dan tambo atau hikayat, seperti hikayat Raja-raja
Pasai, Hikayat Salasilah Perak, dan lain-lain. Ada kesusastraan yang mempunyai
sifat tersendiri, disebut suluk, yaitu kitab-kitab yang berisi ajaran tasawuf
yang bersifat panteisme (manusia bersatu dengan Tuhan).
Juga ada primbon, yaitu
kitab bercorak kegaiban dan berisi ramalan-ramalan, penentuan-penentuan hari
baik dan buruk, serta pemberian-pemberian makna kepada suatu kejadian. Di
antara kitab suluk, banyak yang tidak mempunyai judul dan tidak diketahui nama
kitabnya dan nama pengarangnya. Di Sumatera dikenal berbagai syair yang tidak
berjudul tetapi diketahui penulisnya, yaitu Hamzah Fansuri dari Barus (1600 M).
Di antara kitab suluk
adalah suluk sukarsa, suluk wuji, dan malang sumirang. Beberapa syair hasil
Hamzah Fansuri: Syair Perahu, Syair si Burung Pingai, Asrar al-Arifin, Syarah
Al-Asyikin. Ada juga beberapa hikayat seperti, Hikayat Amir Hamzah, Hikayat
Bakhtiar, Hikayat si Miskin (Hikayat Marakarma), Hikayat Jauhar Manikam,
Hikayat Hang Tuah. Sementara itu, ada juga babad, seperti sejarah Negeri Kedah,
Sejarah Melayu (disebut juga Sulalat al-Salatin), Babad Tanah Jawa,
Babad Giyanti, Sejarah Hasanudin, Sejarah Banten Rante-rante.
Ada lagi satu bentuk
kesusastraan disebut kitab karena isinya ajaran-ajaran moral dan tuntunan hidup
sesuai dengan syariat dan adat, misalnya Kitab Manik Maya, Kitab Ambiya, Kitab
Taj al-Salatin (Mahkota Segala Raja-raja), Bustan al-Salatin. Dengan adanya larangan Islam untuk
menggambarkan makhluk hidup dan memperlihatkan kemewahan, maka dalam zaman awal
Islam ada berbagai cabang kesenian yang kehilangan daya hidupnya atau dibatasi
atau disamarkan. Seni arca, seni tuang logam mulia, dan seni lukis kurang
berkembang.
Akan tetapi, ada juga seni zaman Hindu-Budha
yang terus berlangsung walaupun ada penyesuaian. Misalnya wayang, dibuatkan
cerita-cerita yang mengambil tema-tema Islam seperti Pandawa Lima dan
Kalimasada, dengan gambar manusianya disamarkan, tidak seperti manusia utuh
supaya tidak menyalahi peraturan Islam. Oleh Sunan Kalijaga, pertunjukan itu
tidak dihilangkan, bahkan dijadikan sarana untuk menyebarkan Islam. Muncul juga
wayang yang dimainkan oleh orang-orang sehingga dapat dikatakan bahwa seni
drama dan seni tari tetap berkembang, hanya mengikuti jiwa yang sudah
diislamkan. Cerita Amir Hamzah bahkan dipertunjukkan dari pahlawan-pahlawan
Islam.
Post a Comment