![]() |
| Sumber Gambar: |
"Sebaik-baik wanita adalah yang jika engkau
melihatnya akan senang, jika engkau
memerintahkannya ia akan mentaatimu,
jika engkau memberinya maka ia akan berterima kasih dan jika engkau
tidak ada di sisinya, maka ia akan menjagamu dan hartamu.”
(HR. Nasa’i)
Tidak
ada kebahagiaan terindah bagi seorang wanita dalam berumah tangga, kecuali
memiliki anak-anak yang baik, bertaqwa dan menyenangkan bila dilihat. Suami
yang baik dan menyayangi dengan sepenuh hati.
Sebaik
apaun kedudukan seorang wanita dalam strata sosial dan karirnya akan menjadi
hampa bila saat dirinya kembali kerumah yang didapati hanyalah kesuraman dan
pertengkaran. Istri yang baik sudah tentu akan berusaha untuk membahagiakan
suami dan anak-anaknya.
"Wanita (istri) terbaik ialah jika engkau
melihat kepadanya, ia menyenangkanmu. Jika engkau menyuruhnya, ia taat
kepadamu. Jika engkau pergi darinya, ia menjagamu dengan menjaga dirinya dan
menjaga hartamu." (HR. Muslim dan Ahmad).
Hendaklah seorang istri berusaha memenuhi kriteria shalihah yang dijelaskan oleh Rasulullah dalam haditsnya diatas. Selain itu terhadap suaminya, seorang istri
harus menjalankan hal-hal antara lain:
1. Mentaati suami
Mentaati suami adalah dalam batasan-batas perintah Allah SWT
dan selama tidak dalam kemaksiatan kepada Allah SWT, karena tidak ada ketaatan
kepada makhluk dalam kemaksiatan khalik, taatilah suami dan jadikanlah diri
berbahagia dengan ketaatan tersebut.
فَإِنْ أَطَعْنَكُمْ فَلا تَبْغُوا عَلَيْهِنَّ
سَبِيلا إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلِيًّا كَبِيرًا
"Kemudian jika mereka mentaati kalian, maka janganlah
kalian mencari-cari jalan untuk menyusahkan mereka." (An-Nisa': 34)
Ketaatan tersebut akan membuahkan pahala bagi istri,
karena keridhaan suami akan membuka jalan bagi istri untuk menuju syurganya Allah
SWT.
"Seandainya aku memerintahkan seseorang
untuk sujud kepada orang lain, maka aku akan memerintahkan seorang istri untuk
bersujud kepada suaminya." (HR. Abu Daud dan Al-Hakim).
2. Menjaga
kehormatan diri dan keluarga
Menjaga kehormatan dirinya, suami yang dicintai dan
keluarganya. Selama suami tidak dirumah istrilah yang memegang kendali urusan
rumah tangga, menjaga kemuliaan keluarga, anak-anak, dan harta suaminya.
فَالصَّالِحَاتُ قَانِتَاتٌ حَافِظَاتٌ
لِلْغَيْبِ بِمَا حَفِظَ اللَّهُ
"Maka wanita-wanita yang shalihah ialah wanita-wanita yang
taat kepada Allah SWT lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh
karena Allah SWT telah memelihara (mereka)." (QS. an-Nisa': 34)
Saat suami tidak di rumah, istrilah yang bertanggungjawab
terhadap apapun yang terjadi atas rumah dan anggota keluarga Rasulullah saw
menjelaskan dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim
"Seorang istri adalah pemimpin di rumah suaminya, dan anaknya."
Di lain hadits, Rasulullah menjelaskan mengenai kewajiban
istri dalam rumah tangganya, hendaknya istri memperhatikan siapa-siapa yang
disukai suami dan siapa-siapa yang dibenci.
"Maka hak kalian atas istri-istri kalian
ialah hendaknya orang-orang yang kalian benci tidak boleh menginjak
ranjang-ranjang kalian, dan mereka tidak boleh memberi izin masuk ke rumah
kepada orang orang yang tidak kalian sukai." (HR. at-Tirmidzi dan Ibnu Majah).
3.
Tetap berada
dirumah
Maksudnya, tidak keluar dari rumah kecuali atas izin dan
keridhaan suami, menahan pandangan dan merendahkan suaranya, tidak berhias
untuk laki-laki lain, menjaga tangannya dari kejahatan, dan menjaga mulutnya
dari perkataan kotor yang bisa melukai hati kedua orang tua suaminya, ataupun
keluarga suaminya.
وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ
الأولَى وَأَقِمْنَ الصَّلاةَ وآتِينَ الزَّكَاةَ وَأَطِعْنَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ
"Dan hendaklah kalian tetap di rumah kalian
dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang jahiliyah
yang dahulu." (al-Ahzab: 33).
Wanita yang baik tentu akan berusaha menjaga hati
suaminya, dan menjauhkan dirinya dari hal-hal yang menyebabkan suami menjadi
cemburu. Wanita yang beriman akan berhias untuk suaminya dan bukan untuk orang
lain, hal ini terbalik bila kita melihat keadaan saat ini. Para istri akan
berhias dengan berlebihan saat akan keluar rumah atau menghadiri suatu perayaan,
namun saat bersama suaminya dirumah para istri cenderung sebaliknya.
"Katakanlah kepada wanita-wanita beriman,
"Hendaklah mereka menahan pandangan mereka, dan memelihara kemaluan
mereka, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa)
nampak daripadanya'." (QS. an-Nuur: 31).
Sedangkan untuk persoalan yang menyangkut permasalahan
ibadah, maka hendaklah suami mendukung istri dan jangan melarangnya. Dalam hal
ini Rasulullah memberikan nasehat kepada suami istri:
"Kalian jangan melarang wanita-wanita
hamba-hamba Allah SWT untuk pergi ke masjid-masjid Allah SWT. Jika istri salah
seorang dari kalian meminta izin kepada kalian untuk pergi ke masjid, engkau
jangan melarangnya." (HR Muslim, Ahmad, Abu Daud, dan At Tirmidzi).
4. Bersyukur Atas Hasil Usaha Suami
Istri yang pandai merupakan dambaan bagi tiap suami,
bukan hanya pandai dalam mengatur keuangan rumah tangga, mendidik anak, namun
lebih dari sekedar hal yang nyata. Seorang istri hendaknya pandai bersyukur
dengan apapun yang diberikan oleh Allah SWT melalui tangan suaminya.
Mungkin kita pernah menyaksikan di televisi bagaimana
seorang suami rela mengerjakan apapun demi mencukupi kebutuhan keluarganya,
bahkan karena tuntutan yang berlebihan dari istri, suami mencari rizki dari
jalan yang tidak halal.
Seorang istri sahabat nabi pernah berkata : "wahai
suamiku cukupkanlah bagi kami dengan rizki yang halal, kami lebih rela
kelaparan dari pada memakan makanan yang haram".
Bersyukur tidaklah semudah mengucapkannya, terdapat 70
ayat dalam al-Qur'an yang memerintahkan untuk bersyukur.
وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِنْ شَكَرْتُمْ لأزِيدَنَّكُمْ وَلَئِنْ
كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ
Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu
memaklumkan: "Sesungguhnya jika kamu
bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu
mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih". (Q.S. Ibrahim:7)
Bersyukur merupakan kunci pembuka rizki, maka seorang
istri yang pandai bersyukur akan membawa kebahagiaan keluarga, sebaliknya istri
yang selalu berkeluh kesah malah akan membawa kesempitan dan kesulitan bagi
keluarga.
Dalam sebuah riwayat diceritakan bahwa suatu hari nabi
Ibrahim mengunjungi anaknya Ismail, saat itu Ismail sedang tidak ada dirumah.
Nabi Ibrahim lantas bertanya kepada Istri Ismail, ke mana kiranya Nabi Ismail
pergi. Istrinya menjawab, “Dia sedang mencari nafkah untuk kami.”
Nabi Ibrahim lalu bertanya tentang keadaan mereka. Istri
Nabi Ismail menjawab, “Kami dalam kondisi yang jelek dan hidup dalam kesempitan
dan kemiskinan.”
Mendengar jawaban tersebut, sebelum pulang Nabi Ibrahim
berpesan kepada wanita itu untuk menyampaikan salam kepada Nabi Ismail dan
berpesan agar Nabi Ismail mengganti pegangan pintunya.
Setelah Nabi Ismail kembali ke rumah, istrinya pun
menceritakan peristiwa tadi dan menyampaikan pesan Nabi Ibrahim kepada
suaminya.
Mendengar hal tersebut, Nabi Ismail pun berkata kepada
istrinya, “Itu tadi adalah bapakku. Ia menyuruhku untuk menceraikanmu, maka
kembalilah engkau kepada orang tuamu.”
Nabi Ismail pun menceraikan istrinya tadi sesuai dengan
pesan Nabi Ibrahim dan kemudian menikah lagi dengan seorang wanita dari Bani
Jurhum juga.
Setelah beberapa waktu berlalu, Nabi Ibrahim kemudian
kembali mengunjungi Nabi Ismail. Namun, Nabi Ismail tidak ada di rumah. Nabi
Ibrahim pun menemui istri Nabi Ismail yang baru. Beliau bertanya dimana Nabi
Ismail sekarang. Istrinya menjawab bahwa Nabi Ismail sedang mencari nafkah.
Nabi Ibrahim juga bertanya tentang keadaan mereka. Wanita
itu menjawab bahwa keadaan mereka baik-baik saja dan berkecukupan, sambil
kemudian memuji Allah azza wa jalla.
Nabi Ibrahim lalu bertanya tentang makanan serta minuman
mereka. Wanita itu menjawab bahwa makanan mereka adalah daging, adapun minuman
mereka adalah air. Maka Nabi Ibrahim mendoakan kedua hal ini, “Ya Allah
berkatilah mereka pada daging dan air.”
Setelah itu, Nabi Ibrahim pun pergi dari rumah Nabi
Ismail. Namun, sebelumnya beliau berpesan kepada wanita itu agar Nabi Ismail
memperkokoh pegangan pintunya.
Ketika Nabi Ismail pulang, beliau bertanya kepada
istrinya, “Adakah tadi orang yang bertamu?”
Istrinya menjawab, “Ada, seorang tua yang berpenampilan bagus.” Dia memuji Nabi Ibrahim.
“Ia bertanya kepadaku tentang dirimu, maka aku jelaskan keadaanmu kepadanya. Dia juga bertanya tentang kehidupan kita, dan aku jawab bahwa kehidupan kita baik-baik saja.” Nabi Ismail kemudian bertanya, “Apakah dia memesankan sesuatu kepadamu?”
Istrinya menjawab, “Ada, seorang tua yang berpenampilan bagus.” Dia memuji Nabi Ibrahim.
“Ia bertanya kepadaku tentang dirimu, maka aku jelaskan keadaanmu kepadanya. Dia juga bertanya tentang kehidupan kita, dan aku jawab bahwa kehidupan kita baik-baik saja.” Nabi Ismail kemudian bertanya, “Apakah dia memesankan sesuatu kepadamu?”
Istrinya kembali menjawab, “Ya. Ia menyampaikan salam
kepadamu dan menyuruhku mengokohkan pegangan pintumu.” Nabi Ismail berkata,
“Itu adalah ayahku dan engkau adalah pegangan pintu tersebut. Beliau menyuruhku
untuk tetap menikahimu (tidak menceraikanmu).”
Sebenarnya keadaan Nabi Ismail saat bersama dengan istri
keduannya tidak jauh berbeda dengan keadaan saat bersama istri pertama, namun perbedaanya,
istri pertama tidak mensyukuri atas usaha Nabi Ismail sehingga ia selalu berada
dalam kekurangan dan kesengsaraan dan istri kedua mensyukuri atas apapun yang
diperoleh Nabi Ismail seraya tetap memuji Allah SWT sehingga keluarga berada
dalam kelapangan dan kedamaian.
Benarlah bahwa barang siapa yang bersyukur atas nikmat
Allah SWT maka akan ditambahkan nikmat atasnya, bersyukur bukan hanya dari
suami yang berusaha tetapi juga istri, istri yang baik yang membantu suaminya
bila dalam kesulitan.
Pada suatu riwayat bahwa Fatimah binti Rasulullah
membantu suaminya Ali dengan mengambil upah dari memintal bulu domba milik
seorang Yahudi bernama Sya'mun dengan imbalan tiga takar gandum. Dan tetap
bersyukur dengan keadaan keluarganya.


Post a Comment