Abstract
Author : Muslimin
Title : Ibn Sina’s
Concept of Soul
Program : Master’s Course of Islamic
Philosophy at Islamic College for Advanced studies (ICAS) and Paramadina
University
Degree : Master of Arts
The present study examines Ibn
Sina Theory of Soul. This research aims to investigate on Ibn Sina’s intelectual background and writings,
especially about his concept of soul. The object ive of this study examine Ibn
Sina Theory of soul. This theory of soul presented in the work of Ibn Sina. In
particular, this study attempts to show Ibn Sina’s theory of soul and its
contribution to the moslem world especially in Indonesia. In approaching the
subject matter. This study will use a method of analysis. The data for this
study are derived from both primary and secondary sources. The primary sources
include works written by Ibn Sina himself. The secondary sources include
materials from other authors who have written on subject connected with the issues
discussed in this study.
From this research we know that
Ibn Sina’s Concept of Soul and works were extremely influential in the
formation of his theory of soul. Ibn Sina concept of soul is very important.
According to Ibn Sina, religious and non religious sciences in both theoretical
and practical science must be united and integrated. Ibn Sina proposed these
integrated sciences had been applied by Muslim people as we see in the history
of Muslim of soul. According to Ibn Sina, soul
Chapter One:
Introduction
Modernisme yang diawali oleh Descartes
dan Newton melahirkan pandangan hidup mekanistik dan atomik. Dia tergambar
dengan kemajuan teknologi dan pesatnya industrialisasi. Di samping berbagai
efek positifnya, modernisme juga melahirkan perombakan pola kognitif manusia.
Mekanisme kehidupan masyarakat berubah menuju orientasi materi. Kehidupan
keseharian seseorang dihabiskan dengan curahan perhatian yang “religiously”
untuk materi. Defenisi “sukses” dalam perbendaharaan kamus manusia modern
selalu identik dengan penampilan fisik lahiriah dalam bidang material.[1]
Sebenarnya zaman modern ditandai
dengan dua hal sebagai cirinya yaitu: (1) penggunaan teknologi dalam berbagai
aspek kehidupan manusia, dan (2) berkembangnya ilmu pengetahuan sebagai wujud
dari kemajuan intelektual manusia. Manusia modern idealnya adalah manusia yang
berpikir logis dan mampu menggunakan berbagai teknologi untuk meningkatkan
kualitan kehidupan manusia. Dengan kecerdasan dan bantuan teknologi, manusia
modern mestinya lebih bijak dan arif, tetapi dalam kenyataannya banyak manusia
yang kualitas kemanusiaannya lebih rendah dibanding kemajuan berpikir dan
teknologi yang dicapainya. Akibat dari ketidakseimbangan ini kemudian
menimbulkan gangguan kejiwaan. Celakanya lagi, penggunaan alat tranportasi dan
alat komunikasi modern menyebabkan manusia hidup dalam pengaruh global dan
dikendalikan oleh arus informasi global, padahal kesiapan mental manusia secara
individu bahkan secara etnis tidaklah sama.[2]
Akibat dari ketidakseimbangan itu dapat
dijumpai dalam realitas kehidupan dimana banyak manusia yang sudah hidup dalam
lingkup peradaban modern dengan menggunakan berbagai teknologi bahkan teknologi
tinggi sebagai fasilitas hidupnya, tetapi dalam menempuh kehidupan, terjadi
distorsi-distorsi nilai kemanusiaan, terjadi dehumanisasi yang disebabkan oleh
kapasitas intelektual, mental, dan jiwa yang tidak siap untuk mengarungi samudera atau hutan
peradaban modern. Mobilnya sudah memakai Mercy, tetapi mentalnya masih becak,
alat komunikasinya masih memakai bahasa isyarat tangan, menu makan yang
dipilihnya pizza dan ayam kentucky, tetapi wawasan gizinya masih kelas oncom.
Kekayaan, jabatan dan senjata yang dimilikinya melambangkan kemajuan, tetapi
jiwanya kosong dan rapuh.[3]
Gambaran kehidupan masyarakat modern
di atas, ternyata membuat manusia kehilangan kesahduan hidup, seni menghormati
hidup, dan krisis identitas. Justru kerinduan akan ketentraman batin dan
dambaan akan kebahagiaan jiwa semakin menggelembung. Etos kemakmuran jasmani
ternyata secara efektif menyuburkan kegersangan dan kehausan rohaniah. Oleh karena itulah manusia mulai tertarik untuk
mengetahui siapa dirinya terutama ketika berada dalam puncak-puncak
kebahagiaan, kesedihan, ketakutan, kegagalan dan keberhasilan. Tetapi dalam
batas-batas tertentu, meskipun manusia itu makhluk yang memiliki dimensi jiwa
dan raga, tetapi pertanyaan yang berkepanjangan adalah di seputar jiwanya,
diseputar rohaninya, dan sebagaimana yang diakui banyak ahli, meskipun sudah
dicarikan jawabnya dalam lintas psikologi, sufisme, dan juga filsafat, tetapi
tentang manusia belum mencapai kemajuan berarti, seperti yang telah dicapai
oleh pengetahuan lainnya. Pertanyaan tentang manusia pada hakikatnya- seperti
yang dikatakan oleh Alexis Careel- hingga kini masih tetap tanpa jawaban.[4]
Para ilmuwan Muslim terdahulu
sesungguhnya memiliki andil yang sangat besar dalam mengembangkan kajian
tentang kejiwaan. Ironisnya, peranan mereka dalam memajukan dan mengembangkan
ilmu kejiwaan (psikologi) tersebut tidak mendapatkan perhatian yang selayaknya
dari para pakar sejarah psikologi modern sepanjang sejarah. Umumnya, mereka
yang berasal dari Barat memulai kajian psikologi pada kaum pemikir Yunani,
terutama Plato dan Aristoteles. Selanjutnya, mereka langsung membahas pemikiran
kejiwaan para pemikir Eropa Abad Pertengahan dan masa Kebangkitan (Renaisans)
Eropa Modern. Mereka benar-benar melupakan andil para ilmuwan Muslim yang
diantaranya banyak diterjemahkan ke dalam bahasa Latin dan banyak mempengaruhi
pendapat para pemikir Eropa Abad Pertengahan hingga awal masa Renaisans Eropa
Modern sendiri.[5]
Yang lebih menyedihkan lagi, sikap
para sejarawan psikologi dari Barat tersebut justru diikuti oleh para pakar
psikologi Arab kontemporer. Mereka yang mempelajari berbagai manuskrip sejarah
psikologi di banyak universitas sama sekali tidak melirik peranan para ilmuwan
Muslim. Penghargaan terhadap andil mereka justru datang para sejarawan filsafat
Islam, baik yang berasal dari bangsa Arab sendiri maupun non-Arab. Mereka
menginformasikan kepada kita sejumlah ikhtisar (re-sume) yang bermanfaat
tentang pandangan para ilmuwan Muslim terdahulu dalam bidang psikologi. Kendati
nilainya sangat penting, namun ikhtisar tersebut tidak cukup menarik para
psikolog Islam kontemporer untuk mendalami pandangan kejiwaan ilmuwan Muslim terdahulu,
yang memungkinkan mereka memberikan penilaian ilmiah terhadap andil mereka
dalam memajukan dan mengembangkan psikologi sepanjang sejarah.[6]
Salah satu filosof Islam yang
mempunyai perhatian yang luar biasa terhadap konsep-konsep jiwa dan bagaimana
mengatasi problem kejiwaan adalah Ibn Sina. Dengan ketajaman pikiran dan ketelitian
pengamatannya, dapat mencapai pengetahuan tentang hukuk proses conditioning
sebelum hal itu ditemukan oleh Ivan Pavlov, seorang psikolog berkebangsaan
Rusia. Ibnu Sina juga dapat memberikan interpretasi ilmiah tentang lupa, dengan
mengembalikannya kepada intervensi berbagai informasi yang belum pernah dicapai
para psikologi modern, kecuali pada perempat pertama abad ke-20. Selain itu,
Ibnu Sina juga mendahului para ahli
fisiologi dan psikolog modern dalam mengukur emosi berdasarkan pengukuran
berbagai perubahan fisiologi dan psikolog modern dalam mengukur emosi
berdasarkan pengukuran berbagai perubahan fisiologis yang terjadi setelah
terjadinya proses emosi.[7]
Berikutnya, pada kasus penyembuhan
orang sakit yang diakibatkan oleh rasa rindu, Ibnu Sina berusaha mengetahui
nama gadis yang dirindukan si klien, sehingga dia dapat memberikan metode
counseling yang tepat. Ibnu Sina menemukan sebuah metode yang unik, yaitu dengan
menyebutkan kepada si klien sejumlah nama negeri, sorang yang hidup dan
gadis-gadis. Pada saat itu, dia mengukur kecepatan detak jantung si klien untuk
mengetahui kadar emosi yang ditumbulkan oleh nama-nama itu. Dengan cara itu,
Ibnu Sina dapat mengetahui nama gadis yang dirindukan si klien dan tempat
hidupnya.[8]
Metode yang digunakan Ibnu Sina ini
dianggap sebagai dasar awal bagi penemuan alat modern yang terkenal dengan
sebutan alat respon kulit galvanisasi atau juga yang disebut alat pendeteksi
kebohongan, lantaran banyak digunakan untuk mengungkapkan berbagai tindak
kejahatan. Yaitu, suatu alat yang mengukur ketidakstabilan emosi berdasarkan
pengaruhnya terhadap perubahan fisiologis tubuh. Selain itu, sesungguhnya Ibnu
Sina-dengan metode sederhana yang dia gunakan untuk mengetahui sebab-sebab
ketidakstabilan emosi melalui penyebutan serangkaian kata-kata dan nama serta
mengamati pengaruhnya terhadap emosi individu-telah mengungguli sebagian ahli
psikoanalisis dan prikiater modern yang menggunakan cara yang sama, yaitu
metode asosiasi untuk mengetahui sebab-sebab ketidakstabilan emosi pada klien
mereka.
Tidak hanya itu, dalam mengkaji mimpi
pun al-Farabi dan Ibnu Sina menemukan fakta ilmiah yang membuat mereka unggul
atas ilmuwan modern, terutama peran mimpi dalam memuaskan dorongan dan hasrat
sebagaimana pendapat Sigmund Freud pada masa modern.[9] Namun demikian, bagaimana
argumentasi dan dasar-dasar yang digunakan Ibnu Sina berkaitan dengan konsep
jiwa serta perbedaan mendasar konsep jiwa yang dikemukakan Ibnu Sina dengan
berbagai konsep jiwa yang pernah ada sebelumnya serta letak keunggulan dan
kelemahan konsep jiwa yang ditawarkan Ibnu Sina ini, selanjutnya merupakan
pertanyaan-pertanyaan yang membutuhkan jawaban.
A.
Formulation of
Problem
Dari latar belakang masalah di atas, maka muncullah beragam persoalan yang
saling terkait antara yang satu dengan yang lain diantaranya:
1.
Ada banyak
pandangan mengenai konsep jiwa yang pernah dikemukakan oleh para philosof
sebelum Ibn Sina,
karenanya perlu diketahui pandangan mereka.
2.
Untuk mengetahui
konsep jiwa Ibn Sina perlu diketahui dasar-dasar filosofis yang digunakan Ibn Sina pandangannya khususnya dalam konsep jiwa.
3.
Berkaitan dengan
persoalan pertama dan kedua maka perlu diketahui bangunan dan sistematika
filosofis konsep jiwa Ibn Sina dan bagaimana perbedaan pandangan konsep jiwa Ibn Sina dengan konsep jiwa para Filosof sebelumnya.
Dari tiga masalah di atas, maka masalah utama yang akan dijawab tesis ini
ialah BAGAIMANA KONSEP JIWA IBN SINA DAN PERBEDAANNYA
DENGAN KONSEP JIWA PARA FILOSOF SEBELUMNYA.
B.
Benefit
Ibnu Sina seperti yang telah dipaparkan sebelumnya sangat memperhatikan
perkembangan ilmu psikologi. Perhatiaannya tidak kita dapatkan di kalangan kaum
pemikir Muslim lainnya yang terdahulu atau sesudahnya. Ibnu sina gianggap
filosof Muslim paling popular yang mendalami psikologi dan banyak mengarang
buku-buku tentang psikologi dan. Bagian yang ditulis Ibnu Sina tentang jiwa dalam
bukunya asy-Syifâ termasuk tulisan paling lengkap tentang jiwa dalam filsafat
Islam pada umumnya.[10]
Ibnu Sina juga memiliki banyak buku dan tulisan singkat tentang jiwa, dan
kami telah menyebutkan yang terpenting di antaranya ketika membicarakn tentang
karangan-karangannya. Pendapat-pendapat Ibnu Sina tentang jiwa banyak
dipengaruhi oleh pendapat al-Farabi tentang jiwa sebelumnya, tetapi pembahasan
Ibnu Sina lebih mendalam, padat, dan terinci ketimbang al-Farabi.[11]
Ibnu Sina memiliki charisma yang besar di kalangan kaum Muslim pada masanya
dan masa sesudahnya. Dia juga sangat mempengaruhi pemikiran kaum filosof bangsa
Latin selama Abad Pertengahan, baik secara langsung maupun melalui al-Ghazali.
Kita dapat melihat fakta itu pada Gundissalinus, Albert Le Grand, Saint Thomas
d’Aquin, Guillaume d’Auvergne, Roger Bacon, dan Duns Scott. Pengaruh Ibnu Sina
juga sampai ke Rene Descartes pada masa modern.[12]
C.
Methods
1.
Objek Kajian.
Kajian filsafat tidak terlepas dari dua obyek, yaitu obyek material dan
obyek formal. Obyek material ialah pandangan terhadap konsep jiwa secara umum
dari para filosof sebelumnya. Sedangkan obyek formal ialah konsep jiwa yang
dikemukakan Ibn Miskawaih. Oleh karena itu penelitian dikhususkan pada
pembahasan konsep jiwa Ibn Miskawaih dan hal-hal yang terkait dengannya.
2.
Jenis penelitian
Penelitian ini termasuk jenis kepustakaan (Library Research), yaitu
penelitian terhadap buku-buku di perpustakaan yang ada kaitannya dengan judul
yang diteliti (Ibn Sina). Karena kajiannya menyangkut seorang tokoh, maka
kajiannya termasuk studi tokoh, yaitu kajian terhadap tokoh tertentu untuk
mengetahuinya pemikirannya dalam masalah tertentu. Karena itu pendekatan yang
digunakan ialah pendekatan sejarah (histotical approach), yaitu merekontruksi
pemikiran seorang tokoh dengan melihatnya sebagau suatu kenyataan yang memiliki
kesatuan dengan waktu, tempat social budaya dan lingkungan yang mengitarinya.
Karena itu, pendekatan ini dimaksudkan sebagai proses pengujian dan
penganalisaan secara kritis terhadap rekaman peninggalan masa lalu.
3.
Metode analisis
Sesuai dengan permasalahan yang fenomenologis, maka penelitian ini bersifat
deskriptif-komparatif-analisis, dengan penjelasan sebagai berikut;
Deskriptif
yaitu menggambarkan konsep jiwa Ibn Sina dalam sebuah rancang bangun pemikiran, sehingga dapat
digambarkan secara sistematis. Komparatif adalah pembandingan konsep jiwa Ibn Sina
dengan konsep jiwa sebelumnya. Analisis yaitu mencoba
menakar dan mengukur pemikiran tersebut sehingga dapat diketahui nilai kekuatan
dan kelemahannya, untuk kemudian dirumuskan wacana alternative Islam dalam
bidang jiwa. Analisa yang digunakan ialah analisa isi (Content Analysis), yaitu
analisa terhadap isi gagasan Ibn Sina tentang Jiwa dan sintesis yang dilakukan terhadap
pemikiran jiwa sebelumnya dan melakukan pendekatan kritis terhadap konsep,
argumentasi maupun hasil yang dikemukakan Ibn
Sina. Karena itulah, seperti yang disinggung di atas, dari
beberapa metode kajian filsafat, penelitian ini menitik beratkan pada kajian
metode komparatif.
4.
Sumber penelitian
Sumber penelitian ini dikelompokkan kepada primer (utama) dan sekunder
(pendukung). Sumber primer karya penting Ibn Miskawaih bangunan filsafatnya dan
persoalan jiwa secara khusus yaitu: Tahdzib al-Akhlaq. Penetapan karya ini
sebagai rujukan utama didasarkan pada pertimbangan bahwa buku ini merupakan
filsafat etika pertama pemikir Islam dan didalamnya terdapat seluruh pemikiran
filsafat etika Ibn Miskawaih.
Adapun karya sekunder adalah karya-karya Ibn Miskawaih lainnya dan
karya-karya yang ditulis orang lain tentang Ibn Miskawaih serta karya-karya
pemikir Islam yang berkaitan dengan pembahasan jiwa.
D. Garis-Garis Besar Penulisan
CHAPTER I: INTRODUCTION
Chapter I contains the background, objectives and
benefit, literature review, and the methods of the research.
CHAPTER II: THE GENERAL PERSPECTIVE OF SOUL
Chapter II describes the Ragam
Pendapat Tentang Pengertian Jiwa, Sejarah di mulainya Kajian tentang Ilmu Jiwa,
Jiwa dalam Pandangan Filosof Barat dan Muslim, Manusia dalam Pandangan Filosof
Barat dan Muslim
CHAPTER III: BIOGRAPHICAL
SKETCH OF IBN SINA: HIS LIFE, WORK, AND INFLUENCE
Chapter III describes Ibn Sina’s Life, Ibn Sina’s Works, and Ibn Sina’s Influence
CHAPTER IV: AN ANALYTICAL TO IBN SINA’S CONCEPT OF SOUL
Chapter IV describes meaning of soul
and the level of soul, concept of character in human’s life, concept of
Happiness and Sadness, concept of love
and relationship and concept of soul health
CHAPTER V: CONCLUSION
[1] Ahmad Najib Burhani, Sufisme Kota, (Jakarta: Serambi Ilmu Semesta, 2001), cet ke-1, p.
177
[2] Achmad Mubarak, Manusia Modern Mendamba Allah: Renungan Tasawuf Positif, (Jakarta:
Hikmah, 2002), cet ke-1, p. 167-168
[3] Ibid, p. 168
[4] Achmad Mubarok, Jiwa dalam al-Qur’an:Solusi Krisis Keruhanian Manusia Modern,(Jakarta:
Paramadina, 2000), cet ke-1, p. x
[5]Muhammad Utsman Najati, Jiwa dalam Pandangan Filosof Muslim, Alih bahasa, Gazi Saloom,
(Bandung: Pustaka Hidayah, 2002), p. 15
[6] Ibid, p. 16
[12] Gilson: Archives d’Histoire Doctrinale et Litterataire du Moyen
Age, Paris, 1929, T. 4, h. 40-41; T.2, 1927, h. 89-149; T. 1, 1926, h. 35-44.
Post a Comment