Kaum Muslim
adalah umat terbaik yang ditampilkan untuk masyarakat. Untuk membuktikannya,
umat Islam dituntut senantiasa menjaga kehidupan ini dari kejahatan dan
kerusakan. Untuk menjalankan tugas mulia sekaligus tugas berat, seorang
pemimpin yang merupakan bagian dari umat hendaklah berada pada posisi terdepan
dalam menyeru ke jalan Allah melalui kebijakan-kebijakannya yang merupakan
implementasi dari al-amru bil-ma’ruf wan- bahyu ‘anil munkar, seperti dalam
Qur’an Surah, Ali- ‘Imran [3]: 110;[1]
“Kamu adalah
umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf,
dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya ahli kitab
beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang
beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.” (QS.
Ali- ‘Imran [3]: 110).
Menurut Muhammad Abduh, bahwa
ayat-ayat al-Qur’an mengenai amar ma’ruf
nahi munkar adalah dasar wajibnya syura dan komitmen terhadapnya.
Pernyataan ini merupakan jawaban yang tegas bagi orang-orang yang membantah
tentang kewajiban berkomitmen dalam ketetapan-ketetapannya, atau membuat ragu
orang dalam hal itu. Karena mabda amar ma’ruf dan nahi munkar dengan
keuniversalannya mewajibkan atas seluruh individu agar mewakili jamaah dalam
memerintah dan melarang sesuatu yang harus ditetapi. Bahkan lebih dari itu,
mabda ini mewajibkan kepada mereka agar mengambil tindakan praktis dalam bentuk
perintah dan larangan, untuk mencegah kemunkaran dan menetapi kebaikan.[1]
Dalam
perspektif al-Qur’an, umat Islam harus mempunyai power atau kekuatan yang mempunyai legalitas untuk memerintah dan
mencegah, kekuatan tegak dan berpihak kepada dakwah untuk menyeru kepada
kebaikan dan mencegah kejahatan. Kenapa dakwah membutuh kekuatan? Sebab, dakwah
dalam karakternya akan berhadapan dengan hawa nafsu, tarik menarik kepentingan golongan
oportunis, kesombongan dan keangkuhan penguasa. Dakwah juga akan berhadapan
dengan masyarakan yang didalamnya terdapat orang zalim serta benci terhadap
keadilan. Ada manusia yang senantiasa cenderung kepada kemaksiatan serta benci
dengan istiqamah (konsisten terhadap ajaran Islam). Dalam masyarakat juga
terdapat kelompok-kelompok yang ingkar terhadap yang ma’ruf dan senang dengan
yang munkar serta mempertahankannya.
Jika
kondisi masyarakat demikian, maka umat Islam dan umat manusia secara
keseluruhan tidak akan beruntung, kecuali jika kebajikan lebih dominan dan
lebih mengemuka serta yang ma’ruf benar-benar ma’ruf dan yang munkar
benar-benar munkar. Ini semua menuntut adanya sesuatu yang sangat primer yaitu power atau kekuatan untuk kebaikan dan
kebajikan, yang mempunyai legalitas untuk memerintah dan mencegah. Harus ada di
antara satu kelompok yang mempunyai fungsi dan peranan amar ma’ruf dan nahi
munkar, tidak lain adalah yang mempunyai power,
kekuatan, dan termasuk unsur pimpinan, baik yang formal maupun non formal.
Seperti anjuran dalam al-Qur’an Surah, al-‘Imran [3]: 134;
“Dan hendaklah
ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh
kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang
beruntung.” (QS. al-‘Imran
[3]: 134).
Post a Comment