Sesungguhnya dari rahim parpol akan lahir kader-kader politisi baik yang duduk di parlemen pusat maupun daerah-daerah, Dewan Perwakilan Daerah, kementerian, hingga jabatan presiden dan wakil presiden. Nasib rakyat dan birokrasi pemerintah bergantung pada kualitas kader parpol, apakah memegang amanat pada janji semasa kampanye atau sebaliknya.
Peran parpol dalam dinamika politik- laksana striker sepak
bola yang mampu meliuk-liuk menjelajah lapangan hijau, berlari maju mundur atau
mengitari lapangan bak penari balet.
Seorang striker dapat menendang bola bebas kemana saja dan ke arah mana
saja, bisa ke arah menteri, kepada seorang dirjend, bahkan presiden- dengan impeachment
sekalipun. Singkatnya, peran parpol sangat dominan sebagai penopang sistem
politik negara.
Tidaklah
berlebihan kalau, para praktisi menyebut abad sekarang adalah era partai.
Partai menjadi alat yang ampuh untuk mempercepat pencapaian tujuan. Manusia
berhimpun dalam suatu kelompok atau partai untuk memadukan kemampuannya
sehingga diperoleh sinergi yang kuat dalam mewujudkan tujuan bersama. Dengan
adanya wadah, maka timbul usaha untuk mengaturnya, mulai dari pembagian kerja,
komunikasi antar individu, serta timbulnya strata atau hierarki dalam partai.
Semakin berkembang menjadi besar suatu partai, semakin kompleks pula masalah
yang dihadapi, terutama masalah yang berkaitan dengan sumber daya manusia
(SDM).
Banyak pengalaman
positif dari kehidupan partai yang dapat digunakan sebagai contoh bagaimana
mempersiapkan pemimpin di masa datang. Pergantian pemimpin ada yang melalui
gejolak kekerasan dengan pertumpahan darah, tetapi banyak juga yang berlangsung
mulus, tergantung kematangan sebagai suatu bangsa. Sebagai contoh pergantian
pemimpin tanpa kekerasan, di negara ASEAN seperti Singapura, Malaysia, dan di
kawasan Asia misalnya Cina, Jepang, dan belahan dunia lain misalnya Amerika
Serikat.
Hampir dapat
dipastikan bahwa negara- negara tersebut, jika terjadi pergantian kepemimpinan
nasional mereka, berlangsung secara wajar tanpa ditandai suatu gejolak. Hal ini
berarti bangsa tersebut dalam mempersiapkan pemimpin masa depannya telah
melalui mekanisme yang benar, menurut budaya yang dianut bangsa itu.
Ada berbagai macam
cara suatu negara dan organisasi lainnya dalam negara itu dalam mempersiapkan
pemimpinnya berdasarkan falsafah yang dianut oleh negara atau organisasi
tersebut, misalnya melalui partai, tokoh kuat sebagai pendiri bangsa, tokoh
senior dalam perusahaan atau pemegang saham terbesar, dan lain-lain. Sedemikian
besarnya peranan pemimpin dalam organisasi dalam bentuk apapun, maka
pengkaderan calon pemimpin dalam suatu organisasi merupakan langkah yang sangat
penting. Hal ini dimaksudkan agar tidak terjadi kekosongan pemimpin dalam
partai, yang dapat menghambat eksistensi organisasi.
Terhitung sejak 2005, rakyat Indonesia memilih kepala daerah,
anggota legislatif, serta presiden dan wakil presiden secara langsung. Bahkan
di pedesaan, rakyat harus memilih kepala desa. Sungguh merupakan penghargaan
hak politik yang luar biasa, termasuk juga pembebanan hak politik yang berat.
Realitas tersebut tidak hanya dirasakan rakyat Indonesia, tetapi yang lebih
kentara menimpa partai politik. Setiap tahun, setiap parpol harus selalu fit menghadapi
tantangan persaingan yang silih berganti dan bertubi-tubi.
Dalam konteks inilah diperlukan soliditas yang kokoh dalam
tubuh parpol. Parpol yang banyak didera konflik internal dan banyak berperang
di kandang sendiri akan banyak kehilangan momen. Mereka akan tidak punya tenaga
lagi untuk bersaing di kancah perebutan jabatan-jabatan strategis, baik kursi
legislatif, kursi kepresiden, kursi gubernur-wakil gubernur, maupun kursi
bupati, dan wali kota.
Dalam sistem kepartaian yang masih sentralistik, soliditas
yang kokoh dalam tubuh partai merupakan berlian yang tidak ternilai harganya.
Baik kemenangan maupun kekalahan, di pentas nasional maupun lokal, merupakan
kemenangan atau kekalahan bersama. Termasuk terjadinya intrik-intrik dan
konflik internal partai di lapisan mana pun akan menjadi problem global dalam
tubuh partai.
Strategi memasang figur panutan rakyat di tubuh partai memang
belum usang, kendati mengalami pergeseran, dari figur politis ke figur
selebritis. Fakta politik seperti ini seharusnya sudah dapat dibaca jauh-jauh
hari oleh partai politik. Dalam konteks
ideal, diharapkan para pemimpin partai atau figur partai yang tampil di hadapan
rakyat adalah figur yang paripurna. Yakni figur yang senior, berkualitas, dan
populer. Dalam tubuh parpol di Indonesia, figur kader partai yang memenuhi
ketiga syarat pokok itu sulit dicari, terlebih bagi partai baru.
Oleh karena itu, dalam multidi-namisnya kehidupan parpol di
Indonesia, partai-partai yang sudah hidup dan sudah besar, harus mengembangkan
sistem kaderisasi partai yang lebih selektif dan terbuka. Figur-figur yang
memiliki kualitas dan popularitas harus mendapatkan kesempatan lebih besar
karena kehadiran mereka akan ikut mendongkrak kebesaran partai. Namun, mereka
pun jangan dilahirkan menjadi figur cangkokan. Mereka jangan diberi kesempatan
hanya menjadikan parpol sebagai perahu untuk berlayar, setelah sampai ke tepi,
perahu dibuang dan dicampakkan.
Dalam konteks lokal Sumsel, sebenarnya banyak kader demokrat
yang dapat dijadikan figur untuk memimpin Sumsel dimasa depan. Hanya saja yang
jadi problem belum terlihatnya keberanian dan kesiapan kader partai untuk
menahkodai Sumsel ke depan. Di sinilah pentingnya kaderisasi partai- untuk
memberikan kesempatan yang luas kepada seluruh kader partai untuk mengembangkan
diri serta meningkatkan kualitas dan popularitas. Partai harus mengembangkan
pendidikan politik tidak dalam konteks informal saja, tetapi juga pendidikan
formal. Pemberian beasiswa, misalnya, untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang
lebih tinggi. Kader partai sejatinya tidak hanya disiapkan untuk menduduki
jabatan politis, sehingga mereka harus piawai ilmu politik, tetapi juga ilmu
lainnya yang memungkinkan mereka lebih profesional di bidangnya.
Sebagaimana yang sudah disebutkan diatas, banyak kader
partai Demokrat Sumsel yang memiliki kualitas baik dan berkompeten, termasuk
yang memiliki komitmen kebangsaan yang tinggi. Saat ini dibutuhkan proses
pendidikan politik untuk memungkinkan mereka benar-benar tampil sebagai
pemimpin berkualitas.
Keberhasilan pendidikan politik itu akan tercapai
apabila konsisten dan komitmen Parpol terhadap mekanisme pendidikan politik,
pendidikan character building.
Melalui pendidikan politik yang sehat diharapkan terbentuk loyalitas serta
militansi kader calon figur pemimpin eksekutif, legislatif, dan diimbangi oleh
loyalitas kepada visi, misi, dan program partai sesuai dengan aturan dan
mekanisme yang demokratis.
Jika kelalaian dalam diagnosa gejala klinis politik di level
Parpol yang dipersiapkan untuk turun ke masyarakat gagal, maka yang akan
tercipta pada Pemilu 2009 adalah ”GOLPUT” dimana-mana. Serta tak lebih hanya
ritual demokrasi prosedural yang boros dan tak berarti.
Parpol harus sesuai mekanisme kaderisasi internal partai
dengan apa yang menjadi harapan masyarakat. Karena masyarakat tidak memiliki
alternatif lain, jika tidak maka pil pahit yang akan kembali ditelan oleh
masyarakat. Kendati partai politik diwajibkan untuk membuka kesempatan yang
seluas-luasnya bagi bakal calon perseorangan, alangkah bijak apabila
mekanisme dijalankan secara fair etika politik dilaksanakan sehingga tercipta
kader yang siap dalam setiap kompetisi politik.
Kemudian, pengetahuan masyarakat semakin baik, kesadaran
politik masyarakat juga mengalami peningkatan, semangat untuk merubah keadaan
politik disini dibutuhkan penjaringan secara terbuka. Begitupun dengan kader
internal Parpol, harus melalui penjaringan yang menunjukkan unggulnya
calon-calon tersebut.
Partai Politik, tujuan utamanya, adalah wadah untuk menampung
dan mengartikulasikan kepentingan masyarakat. Jangan sampai partai Politik
hanya mengolah dan mengutak-atik kekuasaan hanya untuk kepentingan individu.
Post a Comment