“...Maka jauhilah olehmu berhala-hala yang najis itu dan jauhilah
perkataan-perkataan dusta.” (al-Hajj [22]: 30).
Ketika menasehati anaknya,
Ali Zainal Abidin berkata, “Wahai anakku, ingatlah dan waspadalah akan lima
perkara. Sehingga engkau tak akan bersahabat, bercengkarama, ataupun ikut
bersamanya.
Anaknya bertanya, “Ayah,
apakah itu?”
Imam menjawab,
“Sekali-kali jangan berteman dengan pembohong, karena tak ubahnya seperti
bayangan udara panas fatamorgana, dia akan membuat yang jauh tampak dekat dan
yang dekat tampak jauh bagimu.
Sekali-kali jangan
berteman dengan orang fasik, karena ia akan mengkhianati dalam transaksi untuk
sekadar sesuap nasi atau bahkan lebih rendah dari itu.
Sekali-kali jangan
berteman dengan orang kikir, karena ia akan membelakangimu sewaktu sangat
membutuhkan uluran tangannya.
Jangan pernah berkarib
dengan orang yang tak pernah menjaga hubungan silaturahmi, karena aku telah
menemukan orang demikian dikutuk al-Qur’an.”
Beliau melanjutkan, “Murah
hatilah, dan berikan kebaikanmu kepada siapa saja yang meminta. Karena jika ia
memang layak meminta, berarti kau telah sampai pada target orang fakir itu.
Atau kalaupun ia tak pantas meminta, kau tetap termasuk orang baik. Dan jika
seseorang mengutukmu dari sisi kanan kirimu, lalu ia meminta maaf, maafkanlah
ia!”
Betapa pentingnya
menghindari penyakit dusta- sehingga Ali Zainal Abidin secara khusus
mengingatkan anaknya agar menghindari penyakit dusta. Berdusta ialah menegaskan
sesuatu yang tidak nyata, atau menyampaikan berita tidak sesuai dengan
kenyataan. Dusta adalah sumber kekacauan, keresahan, bahkan sumber permusuhan,
karena itulah Allah melarangnya, dan memberikan sanksi yang sangat berat,
sebagaimana ditegaskan dalam firman-Nya, “Maka jauhilah olehmu berhala-hala
yang najis itu dan jauhilah perkataan-perkataan dusta.” (al-Hajj [22]: 30).
Pada ayat ini Allah
mensejajarkan perkataan dusta dengan berhala, dengan menyebutkan keduanya dalam
satu ayat, ini menunjukkan bahwa perkataan dusta merupakan perkataan dosa
besar, dan dalam suatu hadis ditegaskan bahwa perkataan dusta termasuk salah
satu tanda kemunafikan. Sedangkan Tanda-tanda orang munafik ada tiga, yaitu bila berbicara dusta, bila
berjanji tidak ditepati, dan bila diamanati dia berkhianat. (HR. Muslim).
Tetapi dusta tidak selalu
salah dalam situasi tertentu, berdusta dibenarkan sebagaimana sabda Rasulullah, membolehkan dusta dalam
tiga perkara, yaitu dalam peperangan, dalam rangka mendamaikan antara
orang-orang yang bersengketa dan pembicaraan suami kepada isterinya. (HR.
Ahmad).
Dalam hadits yang lain
Rasulullah bersada, Sesungguhnya
Allah menyukai dusta yang bertujuan untuk memperbaiki dan mendamaikan
(merukunkan), dan Allah membenci kebenaran (kejujuran) yang mengakibatkan
kerusakan. (HR. Ibnu Babawih).
Sedangkan lawan dari
prilaku dusta adalah bertindak jujur. Jujur artinya apa yang kita katakan
sesuai dengan apa yang ada dalam hati kita. Tentunya, hal itu harus sesuai
dengan apa yang telah Allah tetapkan. Kejujuran adalah pilar utama iman.
Kejujuran adalah kesempurnaan kemuliaan, saudara keadilan, roh pembicaraan,
lisan kebenaran, sebaik-baiknya ucapan, hiasan perkataan, sebenar-benarnya
pembicaraan, kebaikan segala sesuatu.
Pada kejujuran terdapat
kelezatan ruhani yang tidak akan dirasakan seorang pendusta. Sementara dusta-
lawan dari jujur- sangat tercela, baik besar maupun kecil.
Imam Ali berkata, “Takutlah kamu dari dusta yang
kecil maupun dusta yang besar, yang dilakukan dengan sungguh-sungguh ataupun
dengan bercanda. Karena, jika seseorang berdusta kecil maka hal itu akan
mendorongnya untuk berani berdusta besar.”
Sesungguhnya kebenaran membawa kepada kebajikan
dan kebajikan membawa ke surga. Selama seorang benar dan selalu memilih
kebenaran dia tercatat di sisi Allah seorang yang benar (jujur). Hati-hatilah
terhadap dusta. Sesungguhnya dusta membawa kepada kejahatan dan kejahatan
membawa kepada neraka. Selama seorang dusta dan selalu memilih dusta dia
tercatat di sisi Allah sebagai seorang pendusta (pembohong).
(HR.
Bukhari)
Post a Comment