“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan
menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima), seperti orang yang menafkahkan
hartanya karena riya kepada manusia”
(QS, Al-Baqarah [2]: 264)
menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima), seperti orang yang menafkahkan
hartanya karena riya kepada manusia”
(QS, Al-Baqarah [2]: 264)
Manakala
kita melakukan perbuatan baik dan mendapat pujian orang lain, lalu ada rasa
senang dalam diri kita, tentu hal itu tidak menjadi persoalan. Rasa senang
muncul bukan karena kehendak kita. Namun, bila kemudian kita menikmatinya dan
bekerja demi memperoleh kesenangan dari pujian itu, tentu hal itu menjadi
petaka.
Kita
seolah bekerja keras agar orang lain puas, padahal gelisah menanti limpahan
sanjungan orang lain. Seluruh keutamaan kita adalah anugerah Tuhan, maka
kembalikanlah seluruh pujian pada Tuhan. Seperti kata pujangga, “Lepaskanlah
ego kita- agar kita melenggang gampang masuk kedalam surga, seperti yang diungkap
dalam hadits berikut ini,
Abu
Hurairah menceritakan bahwa dia mendengar Rasulullah bersabda, “Pertama, yang
diputuskan di hari kiamat, seseorang mati syahid, maka dihadapkan dan ditanya
beberapa nikmat Tuhan, setelah diakui, ditanya; apakah perbuatanmu terhadap
nikmat itu?
Jawabnya,
Saya telah berjuang untuk-Mu sehingga mati syahid.
Jawab
Tuhan; Dusta kamu, tetapi engkau berjuang supaya dikenal sebagai pahlawan
karena keberanianmu. Dan telah terkenal demikian. Kemudian diperingatkan untuk
diseret ke dalam api neraka.
Kedua,
seorang pelajar yang telah pandai dan mengajar serta membacal al-Qur’an. Ketika
dihadapkan, ditanya tentang nikmat-nikmat Tuhan, dan setelah mengakuinya,
ditanya; apakah perbuatanmu terhadap itu semua?
Jawabnya,
saya telah mempelajari ilmu dan mengajarkannya dan membaca Qur’an untuk-Mu.
Jawab
Tuhan, Kau berdusta, tetapi kau belajar untuk dikenal sebagai orang alim, dan
membaca untuk dikenal sebagai Qari dan sudah terkenal demikian. Kemudian
diperintahkan untuk diseret mukanya dan dilemparkan ke dalam neraka.
Ketiga,
seorang hartawan yang memiliki berbagai macam jenis kekayaan, dan ketika telah
mengakui, ditanya; apakah kerjamu dalam semua itu?
Jawabnya;
Tiada suatu jalan pun yang kuanjurkan membelanjai, melainkan sudah saya
belanjai semata-mata untuk-Mu.
Jawab
Tuhan; Dusta Kau, tetapi kau berbuat supaya dikenal dermawan. Dan sudah
dikenal. Kemudian diperintah untuk diseret pada mukanya dan dilemparkan ke
dalam neraka. (HR, Muslim).
Dalam
hadits yang lain Nabi mengingatkan, “Sesungguhnya yang paling kutakutkan dari
apa yang kutakutkan atas kalian adalah syirik kecil“. Mereka bertanya, “Wahai
Rasulullah, apakah syirik kecil itu ?” Beliau menjawab, “ Riya’.” Allah
berfirman kepada mereka pada hari kiamat, tatkala memberikan balasan amal-amal
manusia,” Pergilah kepada orang - orang yang kalian berbuat riya’ di dunia
apakah kalian mendapat kebaikan di sisi mereka?” (Diriwayatkan Ahmad dan
Al-Baghawy).
Seperti
pesan Nabi diatas- bahwa segala amal perbuatan yang kita lakukan hendaklah hanya
ditujukan untuk mengharap ridha Allah semata. Manakala kita melakukan amal
perbuatan mengharapkan perhatian dan pujian orang lain. Maka hal itu sudah
tergolong perbuatan riya.
Riya merupakan penyakit jiwa yang mengendap dalam jiwa
seseorang yang sulit untuk dihilangkan kecuali bagi mereka yang betul-betul
mengikhlaskan ibadahnya kepada Allah semata. Penyakit ini mampu menyelusup pada
semua amal perbuatan dan merusaknya, penyakit yang sangat tersembunyi dan tak
seorang pun dapat mendeteksinya. Hal ini termasuk jebakan syetan yang paling
besar dan berbahaya yang berupaya terus menerus memalingkan hamba-hambanya yang
mukhlisin.
Kiat-kiat Mengatasi
Penyakit Riya’
1. Membiasakan diri menyembunyikan amalan
Menurut Sa`id Hawwa Cara ini terus dilakukan
hingga tidak memerlukan orang lain mengetahui ibadah yang telah dilakukan, akan
tetapi cukup Allah yang mengetahuinya. Sungguh tidak ada obat yang paling
mujarab untuk penyakit riya selain sembunyi-sembunyi dalam beribadah. Sungguh
tidak ada obat yang paling mujarab untuk penyakit riya selain sembunyi-sembunyi
dalam beribadah. Ini memang sulit dilakukan bagi orang baru memulainya, tetapi
semakin lama beban itu ia hadapi, maka beban yang awalnya sangat berat akan
menjadi ringan dan akhirnya ia akan merasakan kasih sayang Allah terhadap
makhluk-Nya melalui taufiq dan hidayah yang diberikannya.
2. Mengetahui dan mengingat bahaya riya’
Terkadang kecenderungan untuk berbuat riya’ sering
muncul dalam diri seseorang karena syetan tidak akan meninggalkannya sekalipun
pada saat beribadah, ia akan terus menawarkan bisikan-bisikan riya kepadanya.
Jika ia menyadari akan bahaya riya, kemurkaan Allah dan adzab yang diterimanya
maka akan timbul rasa takut dan tidak suka akan perbuatan tersebut. Dan apalah
artinya pujian dan sanjungan mereka kalau hanya membuat Allah murka. Cara mendeteksi
penyakit riya dalam diri ada tiga macam. Pertama disebut dengan mengetahui
(ma`rifah), cara kedua disebut syahwat, dan ketiga disebut perbuatan yang
disebut azam atau tekad. Maka sebelum cara kedua diembuskan setan ke dalam
hati, kita harus dapat mengatasi cara pertama yaitu membuang keinginan agar
orang lain mengetahui apa yang kita lakukan dan katakan kepada hati kecil kita,
"Apa urusan orang lain mengetahui atau tidak mengetahui apa yang telah
kita lakukan. Cukuplah apabila Allah telah mengetahuinya dan apa manfaat orang
lain mengetahui perbuatan kita?"
Apabila ada di hati kita keinginan untuk mendapat
pujian dari orang lain, maka sadarlah bahwa hal itu adalah salah satu penyakit
riya yang membawa kepada kemurkaan Allah, diakherat kelak akan menjadikan amal
perbuatan kita sia-sia. Sebagaimana diketahui bahwa keinginan agar orang lain
mengetahui apa yang dilakukan merupakan syahwat yang di embuskan setan untuk
membawa kepada perbuatan riya. Oleh karenanya, mengetahui bahaya dari perbuatan
riya akan menimbulkan kebencian terhadap melakukan perbuatan itu. Syahwat akan
menyerukan untuk melakukan sedangkan kebencian (karahah) akan menyerukan
untuk menolaknya. Diri kitalah yang akan memilih mana yang lebih kuat dari
keduanya.
3. Berdoa Kepada Allah agar terhindar dari penyakit
riya.
Abu Musa
Al-‘Asy’ari, berkata, pada suatu hari Rasulullah, berkhutbah kepada kami:
”Wahai sekalian manusia, takutlah akan syirik ini (riya’) karena ia lebih
tersembunyi dari pada rayapan seekor semut”, lalu salah seorang bertanya, “Ya
Rasulullah, bagaimana kita mewaspadainya? Beliau menjawab: Berdoalah dengan doa
ini, “Ya Allah, kami berlindung kepada Engkau dari mempersekutukan sesuatu
dengan-Mu apa yang kami ketahui dan kami memohon ampunan dari apa yang kami
tidak ketahui.” (HR. Ahmad)
4. Sadarlah bahwa Allah senantiasa mengetahui
gerak-gerik Anda. Bersamaan dengan itu, cukupkanlah kepuasan Anda dengan
pengetahuan Allah akan segala tindakan Anda. Anda akan puas hanya dengan
diketahui Allah jika Anda merasa takut dan berharap hanya kpadaNYA.
5. Ketahuilah hanya Allah yang akan mengganjar semua
amal perbuatan kita semua.
Post a Comment