A. Definisi Wasilah (Media)
Dakwah
Media Dakwah
adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan para da’i dalam menyampaikan
materi dakwah, baik dari masalah maknawiyah ataupun madiyah.
Setiap orang
harus menentukan cara yang tepat dalam berdakwah, dan salah satu cara untuk
mencapai tujuan hendaknya menggunakan media yang tepat juga. Allah SWT telah
memerintahkan untuk menggunakan media yang dapat menyampaikan kepada tujuan
dakwah, Allah SWT berfirman dalam
al-Qur’an Surah al-Maidah [5]: 35,
$ygr'¯»t úïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#qà)®?$# ©!$# (#þqäótGö/$#ur Ïmøs9Î) s's#Åuqø9$# (#rßÎg»y_ur Îû ¾Ï&Î#Î6y öNà6¯=yès9 cqßsÎ=øÿè? ÇÌÎÈ
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan carilah
jalan yang mendekatkan diri kepada-Nya, dan berjihadlah pada jalan-Nya, supaya
kamu mendapat keberuntungan.”
Para da’i yang
berdakwah ke jalan Allah hendaknya menjadi orang yang pertama menggunakan wasilah (media) yang dapat mendekatkan
diri kepada Allah. Sebab keberhasilan dakwah dalam kehidupan manusia ditandai
dengan lengkapnya materi yang disampaikan, kebenaran yang disampaikan, dan
media yang tepat.[1]
B.
Macam Macam Wasilah
(media) Dakwah
Berdasarkan
definisinya, maka media dakwah dapat dibagi menjadi dua macam: media maknawiyah (mental spiritual) dan media maddiyah
(fisik material). Yang dimaksud dengan media maknawiyah disini adalah segala sesuatu yang membantu para dai
dalam berdakwah yang meliputi masalah hati, fikiran, sifat yang terpuji, akhlaq
yang baik dan lain lain dan sejenisnya yang tidak diketahui dan tidak didapat
sentuh tetapi berbekas. Sementara yang dimaksud dengan media madiyah adalah segala sesuatu yang
membantu para dai dalam berdakwah, meliputi hal yang diketahui dan dapat
dirasakan seperti perkataan, gerak gerik, penampilan, dan perbuatan.[2]
Berdasarkan
banyaknya media maddiyah, maka dapat dibagi
menjadi tiga bagian. Pertama, wasilah (media) fithriyah. Wasilah (media)
ini adalah media yang telah menjadi fithrah manusia sebagai makhluk yang
dinamis, seperti manusia sebagai makhluk yang selalu berkata-kata dan berbuat. Kedua, wasilah (media) fanniyah. Media ini adalah media yang
dicari dan dipelajari oleh manusia untuk mewujudkan dakwah, seperti dakwah
melalui tulisan dan penyiaran dari radio maupun televisi. Ketiga, media tathbiqiyyah.
Yang termasuk media tathbiqiyah
adalah meramaikan masjid, mendirikan yayasan yang berbasis dakwah, membuat
kelompok kelompok dakwah dan jihad fisabilillah.[3]
C. Landasan Menggunakan Wasilah (media) Dakwah
Sebagaimana
yang telah kita ketahui bahwasannya dakwah adalah menyeru ke jalan Allah dan
mengikuti apa yang dilaksanakan Rasulullah SAW, maka dari itu hendaknya apa
yang disampaikan berkaitan dengan apa yang telah tertulis dalam kitabullah dan
berkaitan dengan hukum islam. Sesungguhnya islam tidak menjelaskan hukum antara
manhaj, asalib, dan wasail atau media, dan tidak menentukan bahwa untuk
pencapaian tujuan diperbolehkan menggunakan wasilah.[4]
Kemudian
yang menjadi permasalahan, bagaimana dengan media-media yang telah kita bahas
di awal, dan bagaimana hukumnya. Pembahasan tentang landasan menggunakan media
dakwah nampaknya sangatlah penting untuk menghindari dari ketidakjelasan. Setidaknya
kita dapat meringkas pembahasan landasan menggunakan media dakwah menjadi lima
hal: Pertama, dalil dalam Alquran yang mensyariatkan wasilah.
Kedua, dalil dalam Alquran yang mengharamkan wasilah. Ketiga, masuknya wasilah dalam daerah mubah. Keempat, keluarnya wasilah untuk
memerangi orang orang kafir. Kelima,
keringanan dalam menggunakan salah satu
wasilah yang dilarang diwaktu tertentu.
1. Dalil dalam
Alquran yang mensyariatkan wasilah
Banyak dalil yang
mensyariatkan wasilah, diantaranya adalah wasilah dengan perkataan, perbuatan,
tulisan, pengajaran, jihad, kejujuran dan lain lain yang termasuk dalam wasilah
maknawiyah dan madiyah, Allah berfirman:
øÎ)ur $tRõs{r& t,»sVÏB ûÓÍ_t/ @ÏäÂuó Î) w tbrßç7÷ès? wÎ) ©!$# Èûøït$Î!ºuqø9$$Î/ur $ZR$|¡ômÎ) Ïur 4n1öà)ø9$# 4yJ»tGuø9$#ur ÈûüÅ6»|¡uKø9$#ur (#qä9qè%ur
Ĩ$¨Y=Ï9
$YZó¡ãm (#qßJÏ%r&ur no4qn=¢Á9$# (#qè?#uäur no4q2¨9$# §NèO óOçFø©9uqs? wÎ) WxÎ=s% öNà6ZÏiB OçFRr&ur cqàÊÌ÷èB ÇÑÌÈ
“dan (ingatlah), ketika Kami mengambil janji dari
Bani Israil (yaitu): janganlah kamu menyembah selain Allah, dan berbuat
kebaikanlah kepada ibu bapa, kaum kerabat, anak-anak yatim, dan orang-orang
miskin, serta ucapkanlah kata-kata yang baik kepada manusia,
dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat. kemudian kamu tidak memenuhi janji
itu, kecuali sebahagian kecil daripada kamu, dan kamu selalu berpaling.”
2.
Dalil dalam Alquran yang mengharamkan wasilah
Telah
tertera dalil yang melarang sebagian media maknawiyah
atau maddiyah, yang
termasuk wasilah yang dilarang adalah berbohong, sombong, bakhil, melanggar
janji, mengangkat suara terlalu keras dan lain lain , Allah berfirman:
wur öÏiè|Áè? £s{ Ĩ$¨Z=Ï9 wur Ä·ôJs? Îû ÇÚöF{$# $·mttB ( ¨bÎ) ©!$# w =Ïtä ¨@ä. 5A$tFøèC 9qãsù ÇÊÑÈ ôÅÁø%$#ur Îû Íô±tB ôÙàÒøî$#ur `ÏB y7Ï?öq|¹ 4 ¨bÎ) ts3Rr& ÏNºuqô¹F{$# ßNöq|Ás9 ÎÏJptø:$# ÇÊÒÈ
18. dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari
manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan
angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi
membanggakan diri.
19. dan sederhanalah kamu dalam berjalan dan
lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai.
3.
Masuknya Wasilah dalam Daerah Mubah
Apapun
wasilah dakwah belum ada dalil yang
menganjurkan dan melarang wasilah (media)
dakwah, maka dari itu media dakwah termasuk dalam wilayah mubah. Bahwasannya
segala sesuatu mubah pada aslinya. Para dai berusaha untuk menggunakan media
dalam berdakwah dikarenakan dalil yang ada sangat terbatas walaupun banyak,
sementara media berkembang disetiap zamannya dan tidak mungkin kita tidak memanfaatkannya,
seperti radio, sound system dan lain lain.[5]
Hal-hal ini termasuk dalam wilayah
mubah selama belum ada dalil yang melarangnya.
Terdapat
banyak wasilah yang masih diperdebatkan hukumnya antara mubah dan haram
dikarenakan alasan yang berbeda, dan belum jelasnya pendapat para dai terhadap
suatu pendapat, kemudian belum jelasnya sifat yang membuat wasilah ini mubah. Banyak pendapat manusia
dalam hal ini, sebagian yang mengharamkan karena antisipasi dan agar terhindar
dari perbuatan yang dilarang. Sebagian meringankannya bahkan menghalalkannya
seperti foto, penampilan di atas panggung, dan
nada
bernuansa dakwah.[6]
Dewasa
ini, banyak media dakwah yang bermunculan, dan hukum menggunakan media tersebut
terkumpul menjadi satu antara halal dan haram dikarenakan kelalaian manusia,
dan lemahnya perintah dalam agama mengenai hal ini. Banyak perselisihan
pendapat antara para dai dan ulama dari zaman dahulu sampai sekarang, sebagian
yang tidak menggunakan sama sekali dan
menghindarinya dan sebagian memakainya.[7]
Pada
masa sekarang muncul media dakwah seperti pelatihan-pelatihan, training
motivasi, dan media eletronik. Media seperti ini seperti dua sisi mata uang, satu sisi
berdampak positif dan disisi lain berdampak negatif, dan sudah banyak
diantaranya bercampur antara halal dan haram, hal ini sudah menyebar sangat
luas dalam kehidupan manusia tetapi
sangat sedikit umat muslim yang mau dan berusaha menyelamatkan semua ini.[8]
4. Keluarnya Wasilah untuk memerangi orang orang kafir
Rasulullah
SAW, telah melarang untuk
menyamai orang orang kafir, dan memerintahkan berbeda dengan mereka untuk
memerangi mereka. Dan terdapat dalam hadits rasulullah, “Barang siapa yang
menyerupai suatu kaum maka dia sebagian dari kaum tersebut” Maka dari itu,
keluarnya wasilah untuk memerangi orang orang kafir termasuk dalam landasan
menggunakan media dakwah.[9]
5.
Keringanan dalam menggunakan salah satu wasilah yang dilarang diwaktu
tertentu
Semenjak
agama islam menjadi agama amalan yang disesuaikan disetiap waktu dan tempat,
maka adanya keringanan dalam menggunakan hal yang dilarang untuk melindungi
dari kejahatan dan selagi dalam keadaan terpaksa. Keringanan ini terbagi
menjadi dua macam yang dapat
menjadi landasan: Pertama, keringanan menggunakan
media tertentu diwaktu tertentu untuk menghindari kerusakan, pertimbangan
antara kerusakan apabila berkumpul dan mendahulukan kerusakan yang ringan,
seperti halnya keringanan untuk berbohong di beberapa Negara tertentu. Terdapat dalam hadits “Bukan pembohong yang
berbohong kepada manusia dan mengharapkan kebaikan atau berbicara kebaikan”.
Dengan hadits ini ulama sepakat keringanan berbohong untuk kebaikan.[10]
Kedua,
keringanan melakukan hal yang dilarang dikarenakan keadaan yang terpaksa atau
kepepet. Dalam hal ini, ulama bersandar kepada qaidah ushul fiqh “Ad dhoruratu tubihul
mahdhurot.” Maka dari itu diperbolehkannya para
dai dalam hal tertentu atau terpaksa menggunakan media yang dilarang sesuai
dengan hajatnya atau kebutuhannya.[11]
D. Contoh Media
Maknawiyah
Diawal
telah disinggung masalah media dakwah maknawiyah,
bahwasannya penjelasan media maknawiyah
adalah segala yang membantu para pendakwah dari hal-hal yang berkaitan dengan
hati dan fikiran seperti sifat terpuji, akhlaq yang baik, pemikiran dan lain
lain. Melihat banyaknya media ini, maka akan dicukupkan dalam pembahasan ini
dengan menunjuk sebagian saja dan mengklasifikasikannya menjadi dua contoh, yang pertama media yang berkaitan
dengan hati dan yang kedua media yang berkaitan dengan fikiran.[12]
Selain
itu, yang termasuk media maknawiyah
adalah percaya dengan hubungan terhadap Allah dan rasulNya, mendahulukan cinta
terhadap Allah dan rasulNya daripada yang lainnya, menjalankan perintahNya dan
RasulNya, dan menjauhi kekufuran, kejahatan, dan lain lain. Dan juga berakhlaq
yang baik yang menunjukkan keindahan islam dan kebaikannya, kecintaan manusia
terhadap islam, dan akhlaq yang baik terdiri dari kejujuran, kemuliaan,
keberanian, dan pengabdian (perjuangan), sabar, dan lain lain.[13]
Dan
wasilah
maknwiyah lainnya
juga adalah belajar dan mengajar, mengingat Allah, hubungan dengan Allah, dan
lainnya yang termasuk media maknawiyah
yang berkaitan dengan hati dan fikiran. Terdapat banyak klasifikasi media maknawiyah
di antaranya kesabaran dan perencanaan.
1. Kesabaran
Kesabaran
termasuk wasilah
(media)
yang sangat penting dan sangat dibutuhkan oleh para dai dalam berdakwah, dan
menjadi cara yang terpenting untuk meraih kesuksesan dalam berdakwah.[14]
Allah telah memerintahkan seluruh manusia untuk bersabar. Allah SWT berfirman dalam al-Qur’an Surah Ali Imran [3]: 200,
$ygr'¯»t úïÏ%©!$# (#qãYtB#uä (#rçÉ9ô¹$# (#rãÎ/$|¹ur (#qäÜÎ/#uur (#qà)¨?$#ur ©!$# öNä3ª=yès9 cqßsÎ=øÿè? ÇËÉÉÈ
Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan
kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersiap siaga (di perbatasan negerimu) dan
bertakwalah kepada Allah, supaya kamu beruntung.
Terdapat banyak pembahasan
tentang kesabaran dan orang orang yang sabar di dalam Al Quran lebih dari
seratus ayat, dan terdapat juga dalam hadits nabi yang menyeru kepada
kesabaran, kisah-kisah
orang yang sabar, dan dalam sejarah nabi juga menganjurkan dan mendalami
tentang arti kesabaran, dan menjadi hal yang terpenting dalam sejarah nabi
Muhammad SAW.[15]
Maka untuk seluruh para dai
hendaknya bersabar dalam berdakwah, tidak akan sukses dalam berdakwah kecuali
dengan kesabaran. Allah berfirman
dalam al-Qur’an Surah al-Baqarah [2]: 214,
÷Pr& óOçFö6Å¡ym br& (#qè=äzôs? sp¨Yyfø9$# $£Js9ur Nä3Ï?ù't ã@sW¨B tûïÏ%©!$# (#öqn=yz `ÏB Nä3Î=ö6s% ( ãNåk÷J¡¡¨B âä!$yù't7ø9$# âä!#§Ø9$#ur (#qä9Ìø9ãur 4Ó®Lym tAqà)t ãAqߧ9$# tûïÏ%©!$#ur (#qãZtB#uä ¼çmyètB 4ÓtLtB çóÇnS «!$# 3 Iwr& ¨bÎ) uóÇnS «!$# Ò=Ìs%
“Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk syurga,
Padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu
sebelum kamu? mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan
(dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang
beriman bersamanya: "Bilakah datangnya pertolongan Allah?" Ingatlah,
Sesungguhnya pertolongan Allah itu Amat dekat.”
Dan
seperti yang telah diketahui bahwa sabar menyelamatkan dan menjaga dari
serangan musuh. Sebagaimana firman Allah dalam al-Qur’an Surah Ali
Imran [3]: 120.
bÎ) öNä3ó¡|¡øÿsC ×puZ|¡ym öNèd÷sÝ¡s? bÎ)ur öNä3ö7ÅÁè? ×pt¤Íhy (#qãmtøÿt $ygÎ/ ( bÎ)ur (#rçÉ9óÁs? (#qà)Gs?ur w öNà2ÛØt öNèdßøx. $º«øx© 3 ¨bÎ) ©!$# $yJÎ/ cqè=yJ÷èt ÔÝÏtèC ÇÊËÉÈ
“Jika kamu
memperoleh kebaikan, niscaya mereka bersedih hati, tetapi jika kamu mendapat
bencana, mereka bergembira karenanya. jika kamu bersabar dan bertakwa, niscaya
tipu daya mereka sedikitpun tidak mendatangkan kemudharatan kepadamu.
Sesungguhnya Allah mengetahui segala apa yang mereka kerjakan.”
Para
ulama telah membagi kesabaran menjadi tiga bagian: Pertama, kesabaran karena ketaatan. Kedua, kesabaran untuk menghindari kemaksiatan dan larangan. Ketiga, kesabaran dengan musibah yang
menimpa. Kehidupan setiap muslim tidak
akan terlepas dari tiga hal ini, dan
bagaimana dengan para dai sebagai pewaris para nabi dalam dakwahnya.[16]
2.
Perencanaan (pengaturan)
Yang
dimaksud dengan perencanaan dalam dakwah adalah meletakkan atau mengatur segala
sesuatu tentang dakwah. Dan karena pentingnya perencanaan atau pengaturan.
Allah SWT menjadikan disetiap umat aturan-aturan yang harus dijalani. Telah
kita ketahui sebelumnya bahwa minhaj adalah jalan yang jelas, langkah-langkah
dan aturannya. Dan perencanaan membantu langkah Rasulullah SAW, beliau telah
menjalankan dakwahnya dengan perencanaan yang jelas, sama seperti halnya dakwah
periode Makkah dan Madinah, telah diletakkan disetiap perencanaan langkah yang
pas yang dapat mengarahkan kepada dakwah.[17]
E.
Contoh- contoh Wasilah (media) Maddiyah
Telah
dijelaskan diawal pembahasan ini bahwa kita menginginkan semua media dakwah maddiyah untuk membantu para
da’i dalam dakwahnya secara abstrak atau nyata, kami sudah membagi pengertian
ini kedalam tiga bagian. Pertama, media
dakwah fitrah. Kedua, media dakwah berupa kesenian. Ketiga, media dakwah yang di terapkan.[18]
Tetapi dikarenakan banyaknya media yang ada, maka penulis cukup hanya membahas
sebagian ini saja dengan memberikan sedikit contoh disetiap pembagian ini.
Wasilah
(media) dakwah maddiyah fitrah
adalah: semua jenis perkataan, ucapan, dan semua bentuk gerakan. Sedangkan contoh
dari bentuk perkataan ialah: komunikasi individu antara pendakwah dan yang di
dakwah, khutbah, perkuliahan, dan lain-lain. Sedangkan bentuk gerakan atau
kegiatan adalah: safar, bepergian, perpindahan, hijrah, ziarah, dan lain-lain.[19]
Wasilah
(media) maddiyah kesenian adalah:
media yang dilakukan oleh tangan adalah tulisan, dan yang dilakukan oleh
penglihatan adalah pertunjukan sulap, media- media yang dibaca dalam majalah-
majalah, buku, dan lain-lain. Sedangkan media yang dilakukan oleh pendengaran
adalah: sound system, iklan, radio, telepon, dan untuk media audio visual
adalah televisi dan bioskop.[20]
Wasilah
dakwah maddiyah yang diterapkan
adalah: meramaikan masjid, mendirikan lembaga sosial, organisasi, pusat-pusat
dakwah dengan segala bentuk, mendirikan sekolah-sekolah dan universitas-universitas,
tempat-tempat perbelanjaan, mendirikan klub-klub atau perkemahan-perkemahan. Dan juga mendirikan negara-negara,
menerapkan jihad, dan lain-lain.[21]
Singkatnya
adalah perkataan atau percakapan yang diucapkan adalah media da’wah yang
fitrah, sedangkan televisi, vidio dan lain-lain adalah media dakwah berupa
kesenian, dan pertunjukan adalah media dakwah yang menggunakan bermacam-macam
kesenian, mendirikan lembaga sosial adalah media da’wah penerapan.
- Wasilah (media) Dakwah Maddiyah Melalui Pekataan
Bentuknya
wasilah
maddiyah melalui perkataan bermacam-macam,
diantaranya adalah komunikasi individu atau berjama’ah, membaca, belajar,
khutbah, perkuliahan dan lain-lain. Urgensi dari media da’wah bentuk perkataan
muncul dari berbagai hal, diantarnya: Pertama,
karena media ini dimilliki semua manusia secara fitrah kecuali mereka yang
mempunyai kekurangan. Kedua, al-
Qur’an sangat memperhatikan perkataan, sebagaimana lafadz “qul” disebutkan didalam Al- Qur’an lebih dari 300 ayat, dan kalimat
yang mirip dengannya lebih dari 1000
ayat. Ketiga, digunakan oleh
semua nabi dan rasul dalam menjelaskan agama Allah. Keempat, perkataan nabi
tertulis menjadi sunnah yang menjadi sunnah qowliyah
yang mulia.[22]
Media
da’wah perkataan mempunyai aturan-aturan yang harus dilaksanakan oleh para
da’i, hal-hal yang harus diperhatikan adalah sebagai berikut; Pertama, hendaknya perkataan yang
disampaikan adalah perkataan yang benar dan sesuai dengan syari’at. Kedua,
hendaknya perkataan yang disampaikan lembut dan baik. Ketiga, hendaknya perkataan yang disampaikan sesuai dengan apa yang
dikerjakan. Keempat, hendaknya
perkataan yang akan disampaikan sebagai penjalasan yang jelas dan terang. Kelima, hendaknya perkataan yang akan
disampaikan tidak dibuat-buat dan tidak bertele-tele. Sebagaimana sabda
rasulullah SAW,
bahwa barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir hendaklah ia
berkata yang baik atau diam.[23]
2. Media Televisi
Televisi adalah kata
yang diambil dari penulis kamus Al-Wasith adalah alat yang menampilkan gambar
dan suara dengan bantuan energi listrik. Televisi juga adalah media ilmiah dan
seni yang didalamnya terdapat karakteristik dari media pendengaran dan
penglihatan. Dan televisi juga sudah berkembang sangat pesat pada era modern
saat ini sampai hampir tidak ada satu rumahpun tanpa televisi.[24]
Sedangkan keunggulan media
televisi tampak dari beberapa sisi, diantaranya:
Pertama, berkumpulnya keunggulan
dari media pendengaran dan penglihatan yang penting, seperti: 1). Mencakup dan
melingkupi segala ruang dan waktu yang mana media ini dapat mencapai semua
negara-negara dan tempat-tempat tanpa terhalang oleh waktu dan faktor
geografis, semuanya menjadi tanpa batas dan tidak terikat oleh jarak yang jauh
atau dekat. 2). Dapat memenuhi kebutuhan manusia yang berbeda- beda dan
bermacam- macam. 3). Mudah dilihat dan didengarkan, tanpa membutukan usaha yang
keras.[25]
Kedua,
lebih merangsang dan menarik karena pendengaran dan pelihatan dapat terfokus dalam
satu waktu secara bersama-sama. Kita juga dapat menemukan bahwa media ini lebih
menarik daripada radio atau majalah, koran bahkan buku. Ditambah lagi gambar
yang ditampilkan berwarna-warni dan menjadikan penontonnya lebih semangat dan
tertarik.[26]
Ketiga,
terdapat dimana-mana, mudah ditemukan, dan murah harganya karena pabrik-pabrik
industri didunia berlomba-lomba dalam menciptakan televisi yang terjangkau tapi
memberikan manfa’at yang sangat banyak.[27]
Keempat,
mempunyai program siaran yang bermacam-macam seperti acara untuk orang dewasa,
anak-anak, laki- laki, dan perempuan, dan lain-lain. Inilah beberapa kelebihan
dari televisi yang mana pada saat ini sudah menjadi media yang sangat berguna
dan penting.[28]
Media
televisi bisa digunakan untuk kebaikan dan kejahatan kecuali adanya pengawasan
dan peratuaran dari pemerintah dan tidak jatuh ketangan- tangan yang memang
menginginkan kajahatan berkembang lebih menyukainya dan terbiasa terhadap
pikiran dan kebiasaan jelek, semua ini dapat menarik minat dan keinginan
manusia yang bermacam-macam tanpa memperhatikan faktor syar’i dan akhlak dengan
cara mengurangi acara yang baik.
Sedikit
sekali para da’i yang berusaha memperbaiki kekacauan ini, karena mereka
terbelenggu oleh aturan-aturan yang ada bahkan ada diantara mereka yang meninggalkan
dan menjauhi media ini, tapi ada juga yang mengikuti perkembangan ini tanpa
berpikir untuk memperbaikinya, ada juga yang memerangi hal ini dan mengharamkan
televisi ada dirumahnya.
Dari
kenyataan yang ada ini belum ada perbaikan yang dilakukan, tapi media ini sudah
menyebar sangat luas dan mempunyai pengaruh yang sangat besar bagi orang- orang
dewasa dan anak- anak, dan para manusia menerima keadaan ini dengan pasrah,
menerima semua kebaikan dan kejelekannya, halal dan haramnya.
Semua
kenyataan ini menjadikan para da’i bertambah takut karena televisi berkembang
sangat cepat ke segala penjuru dunia, hingga mucullah diantara mereka yang
berusaha memperbaiki faktor- faktor negatif yang ada dengan membuat siaran yang
baik dan bermanfaat.[29]
Dilihat
dari tampilan dan siarannya, maka media televisi terdapat tiga hukum: Pertama, media yang dibolehkan: dilihat
dari hal-hal yang baik didalamnya. Kedua,
media yang samar- samar
hukumnya: dilihat dari banyaknya acara yang masih samar- samar yang telah
bercampur antara hal baik dan buruk, halal dan haram. Ketiga, media
yang hukumnya masih diperdebatkan: dilihat dari banyaknya gambar- gambar yang
mana ulama’ masih berdebat tentang hukumnya.[30]
Tidak
diperbolehkan seorang muslim untuk mengharamkan secara mutlak karena hal yang
jelek lebih banyak dari pada kebaikan. Karena kejelekan ini saling berhubungan
antara satu tempat ke tempat
yang lain, dari satu saluran ke saluran yang lain, dan dari satu acara ke acara
yang lain. Kita juga tidak boleh menghalalkan dan ikut mencampuri segala
kejelekan yang ada dan tidak boleh bermuamalah denganya. Oleh karena itu saya meriwayatkan untuk
memisahkan hukum- hukum yang ada karena adanya keadaan antara penanya dan
pemberi wasiat, dikatakan misalnya: “Tidak boleh menggunakannya barang siapa
yang mengetahui bahwa dirinya tidak mampu melawan dan mengambil keputusan
didalamnya, dan boleh menggunakanya apabila ia mampu melakukan hal sebaliknya”[31]
Kecuali
adanya penekanan dan adanya pendidikan dan pengawasan dari para orang tua dan
pengasuh secara detail, agar mereka mengetahuai antara yang syar’i dan tidak,
antara halal dan haram, dan apa yang boleh ditonton dan apa yang tidak boleh
ditonton.[32]
Tanpa
dua hal ini (pendidikan dan pengawasan) dan menetapkan hukum- hukuum yang
syar’i, susah untuk selamat dari pemanfaatan media tersebut dilihat dari
berbagai sisi, karena televisi sudah masuk hampir disemua rumah orang- orang muslim.
Saya
telah mulai berusaha sejak
lama bersama teman-teman saya sesama da’i untuk menetapkan dan menerapkan
pendidikan dan pengawasan secara detail kepada semua rumah- rumah kita dan
rumah orang- orang sekitar kita. Kami juga menetapkan bahwa rumah yang
didalamnya ada pengawasan dan pendidikan terhadap televisi maka ia akan selamat
agama dan dunianya dari kejahatan yang ada didalam televisi.[33]
Maka,
sesungguhnya anak kecil yang dilatih dididik sejak dini terhadap manfaat dan
mudhorat media ini akan menjadi lebih
mampu dari yang lainnya ketika besar dalam menghukumi media dakwah secara
syari’ah ketika menggunakannya.
- Media
Drama
Secara
bahasa drama adalah menyerupai, di
katakan bahwa sesuatu
menyerupai sesuatu dari segala hal.
Drama
adalah kesenian yang dikenalkan pada masa Yunani dan belum masuk kedalam
kehidupan Muslim pada masa itu, umat Islam mengetahui macam- macamnya saja pada
abad permulaan dengan nama (hayalan anak) sehingga pada masa kini terkenal
menjadi kesenian yang independent yang telah banyak didirikann untuknya
sekolah- sekolah dan tempat- tempat pertunjukan.[34]
Keunggulan
sebuah drama menjadi media tampak dalam beberapa hal, seperti: Pertama,
terkumpul didalamnya karakteristik dan ciri- ciri
dari media tangan, pendengaran, penglihatan, dalam satu waktu, yang menambah
ketertarikan orang-orang kepadanya.
Kedua, bentuknya
bermacam-macam. Di antaranya adalah cerita
bersambung, dan lain-lain.[35]
Dengan
ini, maka drama menjadi acara yang paling menarik didalam program televisi dan
ditunggu- tunggu oleh penonton, dan menjadi sarana yang paling sukses pada
dalam mengikat dan mengumpulkan kelompok-kelompok atau golongan pada masa kini.
Karena media ini dapat menarik dan memikat pemirsa dan memiliki pikiran mereka.[36]
- Hukum Media Drama
Pada
masa kini para ulama berbeda pendapat dalam menentukan hukum media drama.
Sebagian dari ulama terdahulu mengatakan bahwa mereka melarang bentuk apaun
dari media drama bahkan ada diantara mereka yang mengkafirkan media ini,
sehingga ada orang-orang yang hanya bisa bertanya-tanya dan mengejek hal-hal
seperti ini.[37]
Para
ulama masa kini menjadi lebih keras terhadap hukum media drama, sampai- sampai
mereka hampir menharamkannya secara qot’i
dalam agama dan menjadikannya termasuk salah satu dosa besar.
Sebagian
lain ada yang membedakan dan membagi menjadi membolehkan dan melarang media ini
dengan syarat- syarat
dan ketentuan tersendiri.
Dilihat
dari pentingnya hukum pembahasan ini dan banyaknya pertentangan didalamnya
dalam beberapa sisi, saya berpendapat untuk menggunakannya pada masa kini dalam
bentuk media yang berbeda.
Inilah
pendapat- pendapat dalam hukum media drama: Pertama,
ada yang berpendapat mengharamkan secara utuh, dan menjadikannya termasuk salah
satu dosa besar, pendapat ini menurut syaikh Ahmad Al-Ghomaary karena ia
berpendapat bahwa drama adalah sebuah kebohongan, dan lebih banyak hal yang
berleha- leha dan permainan.[38]
Kedua, ada yang berpendapat media ini
haram menurut Umar Najib dalam bukunya “Fiqih Da’wah Dan Penyiaran.[39]
Ketiga,
ada yang berpendapat media ini haram karena menjadi
simbol peribadatan orang kafir, dan umat islam dilarang mengikuti dan
menyerupai mereka, hal ini meliputi media dalam
ranah adat dan permainan. Tetapai apabila media drama dalam ranah ibadah dan
agama, maka diharamkan karena
termasuk
bid’ah. Pendapat ini menurut syaikh Bakar Bin Abdullah Abu Zaid dalam bukunya “Mukaddimah Fiqih Islam” dalam Konfernsi
Islam.[40]
Keempat,
ada yang membolehkannya dengan syarat- syarat dan ketentuan, dan mengharamkan
macam-macam secara khusus, seperti menyerupai Nabi Muhammad SAW atau para
sahabat, dan lain-lain. Yang berpendapat seperti ini adalah syaikh Sholeh
Fauzan, Syaikh Sholeh Bin Muhammad Al- Haydan, syaikh muhammad bin sholeh Al-Utsaymin,
syaikh Abdulah Ulwan, dan syaikh Mustafa Az- Zarqo.[41]
Perguruan
tinggi Islam untuk dakwah Islamiyah di Madinah Al- Munawwaroh telah mengemukaan
pertanyaan dan berbagai fatwa yang berhubungan media-media dakwah yang yang
digunakan oleh sebagian ulama’ dan lembaga-lembaga dakwah. Media-media tersebut
seperti kamera potografi dan drama bahwa dibolehkan dengan syarat- syarat
tertentu.[42]
Dilihat
dari tidak terpenuhinya pembahasan dalam masalah ini yang masih diperdebatkan
secara mendalam, cukuplah saya memberikan sedikit saran dan rekomendasi dari
berbagai pendapat diatas. Pertama, tidak
boleh mengharamkan media
ini secara langsung: karena drama adalah kebiasaan orang-orang kafir pada zaman
dahulu. Tapi, apabila keluar dari adat dan tata cara mereka dan drama pada saat
ini tidak meniru dan menyerupai suatu agama.[43]
Kedua,
tidak benar perkataan bahwa, “Berdakwah di jalan Allah meniadakan media dan
tujuan.” Sedangkan media tidak terlepas dari sebuah tujuan karena media adalah
alat yang digunakan oleh semua orang khususnya orang islam dalam kehidupan
mereka, berkembang dari zaman ke zaman.[44]
Ketiga,
tidak benar juga digunakan bahwa drama dalam agama pada saat ini adalah bentuk
sebuah ibadah. Sedangkan yang disebut ibadah adalah apabila sesuai dengan tata
cara ibadah dan untuk mendekatkan diri kepada Allah, sedangkan keagamaan secara
istilah adalah: apabila isinya tentang agama sama seperti drama tentang kisah
keagamaan atau drama tentang peperangan.[45]
Para
khulafaurrasyidin sudah menetapkan bahwa semua urusan atau pekerjaan yang belum
pernah dikerjakan dilihat dari zatnya apabila baik maka tidak apa-apa
dikerjakan tetapi apabila tidak baik maka harus ditinggalkan. Sebagaimana perdebatan
antara dua orang khalifah yaitu Abu Bakar As- Shiddiq dan Umar bin Khattab tentang
masalah Pengumpulan Al-Qur’an, sebagaimana Abu Bakar berpendapat bahwa saya
melakukan sesuatu yang belum pernah dilakukan oleh Rasul? Maka Umar menjawab
“demi Allah sesungguhnya Dia Maha Baik”, maka Abu Bakar berkata “Aku masih ragu
sampai Allah melapangkan dadaku dan aku bisa melihat apa yang dilihat oleh
Umar.[46]
4. Media Dakwah: Mendirikan Jamaah dan Organisasi Dakwah
Mungkin
kita dapat mendefinisikan bahwa jamaah dan organisasi islam adalah kumpulan
manusia, bertemu dalam satu visi misi, dan berada dalam satu aturan. Macam
macam organisasi di antaranya organisasi resmi dan tidak resmi.[47]
Organisasi resmi di sini adalah apabila
organisasi tersebut mempunyai legalitas yang resmi seperti pemerintahan,
contohnya : ikatan umat islam sedunia di makkah, pemerintahan yang mengatur
jalan dakwah di daerah saudi arabia dan lain lain. Dan yang dimaksud
organisasi tidak resmi adalah
organisasi yang tidak mempunyai legalitas yang resmi, dan didirikan oleh
perseorangan dan belum diakui, contohnya: kelompok ikhwanul muslimin di salah
satu negara islam dan kelompok kelompok lainnya. Mungkin kita dapat
membagi organisasi menjadi banyak bagian lainnya berdasarkan aturanya dan
kegiatan kegiatannya, berdirinya dan jatuhnya, dan lain lain.[48]
5. Pendirian Organisasi Islam
Pertama
kali yang mendirikan jamaah islamiyah dalam sejarah islam adalah Rasulullah,
jamaah yang didirikan adalah kelompok yang ada di Makkah, dan berkembang
menjadi jamaah yang legal dan besar di Madinah, yang mana menjadi pemerintahan
yang mengatur dan menertibkan segala hal bagi para kaum muslimin. Dan kemudian
dilanjutkan pemerintahan ini dengan para khulafa, yang terkadang kuat dan
terkadang lemah sampai akhirnya pemerintahan islam jatuh kalah.[49]
Seiring
bergulirnya waktu, pemerintahan muslim berkembang menjadi banyak yayasan dan
organisasi dakwah, karena pada hakikatnya pemerintahan muslim adalah yayasan
paling besar dalam dakwah, yang berdiri dengan berlandaskan aturan islam,
semata mata untuk menjaga dan melestarikan perintah Allah di dunia. Sementara sekarang
masih ada yayasan dan organisasi dakwah yang berkembang disana sini dan
menjalankan aturan seperti pemerintahan muslim.[50]
Sementara
yayasan jamaah islam yang lain berdiri sekarang sesuai kebutuhan pada zamannya
masing masing, apalagi setelah jatuhnya pemerintahan islam dan hilangnya
pemerintahan islam di banyak negara, dan sebagian para dai melihat hal ini
membahayakan dan kemudian mendirikan jamaah islam sesuai kebutuhan, dan
kemudian melatih perlahan lahan dengan metode mendengarkan dan ketaatan, dan
mendidik dengan aturan aturan islam, dan berbuat sedikit demi sedikit untuk
mewujudkan pemerintahan islam kembali dan berkeinginan kedepannya menjadi
pemerintahan muslim yang besar.[51]
Harus
ditekankan pendirian kelompok dan organisasi islam karena ditakutkan lalainya para ulama dan
pemerintah akan kewajibannya setelah jatuhnya pemerintahan islam. Untuk
permulaannya mengumpulkan kata kata orang yang memerintah dari ulama menjadi
satu kalimat dan menjadi pedoman.
Terlihat
kesungguhan yang besar, dan akhirnya terkadang didirikan sendiri dan terkadang
bersama sama seperti yang dilakukan banyak ulama dan para dai terkenal.
Organisasi sebagai bentuk kegiatan
bersama-sama bukan
perseorangan, dan kegiatan bersama sama lebih baik, seperti yang tertera dalam al-Qur’an Surah Ali-Imran [3]: 103,
(#qßJÅÁtGôã$#ur È@ö7pt¿2 «!$# $YèÏJy_ wur (#qè%§xÿs? 4 (#rãä.ø$#ur |MyJ÷èÏR «!$# öNä3øn=tæ øÎ) ÷LäêZä. [ä!#yôãr& y#©9r'sù tû÷üt/ öNä3Î/qè=è% Läêóst7ô¹r'sù ÿ¾ÏmÏFuK÷èÏZÎ/ $ZRºuq÷zÎ) ÷LäêZä.ur 4n?tã $xÿx© ;otøÿãm z`ÏiB Í$¨Z9$# Nä.xs)Rr'sù $pk÷]ÏiB 3 y7Ï9ºxx. ßûÎiüt6ã ª!$# öNä3s9 ¾ÏmÏG»t#uä ÷/ä3ª=yès9 tbrßtGöksE ÇÊÉÌÈ
“dan
berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu
bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu
(masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, Maka Allah mempersatukan hatimu, lalu
menjadilah kamu karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara; dan kamu
telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya.
Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat
petunjuk.”
F. Karakteristik
Umum Wasa’il Da’wah
Sebelumnya
kita telah banyak membahas keutamaan sebagian media dakwah. Disetiap media
mempunyai keutamaan masing masing sesuai dengan kebutuhan para dai. Seperti halnya media
maknawiyah dan madiyah yang mempunyai keutamaan, maka disini akan dibahas
keutamaan media secara umum;
1. Keutamaan dalam sudut pandang syar’i
Keterkaitan
media dakwah dengan dalil syar’i, dan tidak diperbolehkan bagi para dai keluar
dari hukum syar’i dalam cara dan lain lain. Karena pada hakikatnya dakwah mengajak
untuk mengamalkan syariah islam. Kita telah berbicara juga masalah pentingnya
media yang dapat mebantu untuk pencapaian tujuan dakwah.[52]
2. Keutamaan perkembangannya
Pada
aslinya dalam media adalah perkembangan dan pembaharuan, mengikuti perkembangan
kebiasaan manusia dan pengetahuan mereka dan perkembangan ilmu serta kesenian
mereka.
Seperti
halnya dalam permulaan cara dan aturan Tuhan adalah ketetapan dan tidak adanya
kesimpangan, mengikuti untuk kesempurnaan syariah Allah. Sesungguhnya disetiap
zaman ada media masing masing dalam segala hal kehidupan, dan sesungguhnya
media yang dipakai sekarang diikutikan atau dibarengi dengan media yang telah
dipakai zaman dahulu, dan telah berselisih dengan hal ini, dan dai yang bijak
memakai media yang tepat sesuai dengan zamannya.
Ketika
suatu zaman kehilangan media penulisan atau menulis maka media yang dipakai dai
dari para rasul adalah media percakapan, dan ketika media menulis tampak dalam
kehidupan manusia maka para rasul memakainya dan turunlah salah satu buku dan
mushaf samawi yang tertulis.
Para
nabi bersandarkan pada media, dan media yang dipakai variatif sesuai dengan
zamannya dan tidak melanggar syariat.
Dari
sini Rasulullah menggunakan media sopan santun dengan memberi makanan untuk
mengumpulkan manusia dan menyampaikan dakwahnya. Seperti halnya memakai pasar
untuk jual beli, beliau memakai pasar untuk mensyiarkan dakwahnya.
Syekh
amin ahmad al ishlahi berkata pada bukunya manhaj dakwah ilallah
“jadi,
para dai harus menyampaikan kebenaran, menyampaikan dengan cara yang baik
sesuai dengan zamannya sampai dakwahnya berbekas dalam diri manusia dan
hatinya, berkumpul dengan manusia seperti mereka berkumpul satu sama lain,
berbicara kepada mereka seperti yang mereka inginkan, memperhatikan cara yang
disepakati oleh mereka dan kebiasaaan mereka, walaupun ada seseorang yang ingin
berdakwah di eropa sekarang maka dia harus memilih media yang tepat untuk
berinteraksi dengan mad’u, berbaur dengan mereka, membaca pikiran mereka.
Apabila hal ini diperhatikan dengan baik maka akan membantu kelancaran
dakwahnya”
Apapun
yang dibutuhkan para dai kepada jalan Allah hendaknya menggunakan cara yang
paling baik agar tidak berdampak kepada hal yang tidak diinginkan dan
kerusakan, ada yang berkata:
“kepada
para dai agar menggunakan media yang cocok dengan mad’u nya dalam berdakwah
atau mengetahui kondisi mad’u”
3.
Keutamaan dalam
kesamaan
Yang
dimaksud adalah permisalan dan pokok antara media dan tujuan yang dipakai untuk
berdakwah.
Media
yang singkat untuk pencapaian tujuan dan lemah tidak mungkin dapat
menghubungkan dengan baik diwaktu tertentu dan juga apabila tidak dengan cara
yang diinginkan.
Kecukupan
setiap media untuk meraih tujuan yang diinginkan dalam berdakwah, dan persiapan
untuk melawan musuh, dan tidak cukup hanya persiapan namun harus mengeluarkan
tenaga yang ekstra agar musuh kabur dan kalah. Dan media tidak akan membuat
musuh kabur apabila media yang dipakai belum pas bahkan akan merusak, maka dari
sini Allah memerintahkan hambanya agar bersiap dengan baik , Allah berfirman dalam al-Qur’an al-Anfal [8]: 60,
(#rÏãr&ur Nßgs9 $¨B OçF÷èsÜtGó$# `ÏiB ;o§qè% ÆÏBur ÅÞ$t/Íh È@øyÜø9$# cqç7Ïdöè? ¾ÏmÎ/ ¨rßtã «!$# öNà2¨rßtãur tûïÌyz#uäur `ÏB óOÎgÏRrß w ãNßgtRqßJn=÷ès? ª!$# öNßgßJn=÷èt 4 $tBur (#qà)ÏÿZè? `ÏB &äóÓx« Îû È@Î6y «!$# ¤$uqã öNä3ös9Î) óOçFRr&ur w cqßJn=ôàè? ÇÏÉÈ
“dan siapkanlah
untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda
yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kamu menggentarkan
musuh Allah dan musuhmu dan orang orang selain mereka yang kamu tidak
mengetahuinya; sedang Allah mengetahuinya. apa saja yang kamu nafkahkan pada
jalan Allah niscaya akan dibalasi dengan cukup kepadamu dan kamu tidak akan
dianiaya (dirugikan).”
Maka
dari sini pemerintahan sekarang berlandaskan dengan yang dinamakan sabaqu taslihi, agar satu sama lain
berkaitan.
Untuk
para dai wajib dalam hal ini, semua mudah apabila Allah memudahkan apabila
paham akan keutamaan ini, menyusun langkahnya dan tawakkal.
Dan
semoga kewajiban para dai tertanam juga pada setiap individu dan jamaah,
seperti halnya yang telah tertanam dalam kelompok kelompok dan negara muslim.
[1]Muhammad
Abul Fath Al-Bayanuni, Al-Madkhal ila
‘Ilm Al-Da’wah : Dirasah Manhajiyyah Syamilah li Tarikh Al-Da’wah wa Ushuliha
wa Manahijiha wa Asalibiha wa Wasa’iliha wa Musykilatiha fi Dhaw’ al-Naql wa
al-‘Aql, (Beirut: Mu’assasah
Al-Risalah Cet. Ke-2, 1994), h. 282.
[2]Muhammad
Abul Fath Al-Bayanuni, Al-Madkhal ila
‘Ilm Al-Da’wah : Dirasah Manhajiyyah Syamilah li Tarikh Al-Da’wah wa Ushuliha
wa Manahijiha wa Asalibiha wa Wasa’iliha wa Musykilatiha fi Dhaw’ al-Naql wa
al-‘Aql, h. 282.
[3]Muhammad
Abul Fath Al-Bayanuni, Al-Madkhal ila
‘Ilm Al-Da’wah : Dirasah Manhajiyyah Syamilah li Tarikh Al-Da’wah wa Ushuliha
wa Manahijiha wa Asalibiha wa Wasa’iliha wa Musykilatiha fi Dhaw’ al-Naql wa
al-‘Aql, h. 284.
[4]Muhammad
Abul Fath Al-Bayanuni, Al-Madkhal ila
‘Ilm Al-Da’wah : Dirasah Manhajiyyah Syamilah li Tarikh Al-Da’wah wa Ushuliha
wa Manahijiha wa Asalibiha wa Wasa’iliha wa Musykilatiha fi Dhaw’ al-Naql wa
al-‘Aql, h. 285.
[5]Muhammad
Abul Fath Al-Bayanuni, Al-Madkhal ila
‘Ilm Al-Da’wah : Dirasah Manhajiyyah Syamilah li Tarikh Al-Da’wah wa Ushuliha
wa Manahijiha wa Asalibiha wa Wasa’iliha wa Musykilatiha fi Dhaw’ al-Naql wa
al-‘Aql, h. 29
[6]Muhammad
Abul Fath Al-Bayanuni, Al-Madkhal ila
‘Ilm Al-Da’wah : Dirasah Manhajiyyah Syamilah li Tarikh Al-Da’wah wa Ushuliha
wa Manahijiha wa Asalibiha wa Wasa’iliha wa Musykilatiha fi Dhaw’ al-Naql wa
al-‘Aql, h. 291.
[7]Muhammad
Abul Fath Al-Bayanuni, Al-Madkhal ila
‘Ilm Al-Da’wah : Dirasah Manhajiyyah Syamilah li Tarikh Al-Da’wah wa Ushuliha
wa Manahijiha wa Asalibiha wa Wasa’iliha wa Musykilatiha fi Dhaw’ al-Naql wa
al-‘Aql, h. 293.
[8]Muhammad
Abul Fath Al-Bayanuni, Al-Madkhal ila
‘Ilm Al-Da’wah : Dirasah Manhajiyyah Syamilah li Tarikh Al-Da’wah wa Ushuliha
wa Manahijiha wa Asalibiha wa Wasa’iliha wa Musykilatiha fi Dhaw’ al-Naql wa
al-‘Aql, h. 293-294.
[9]Muhammad
Abul Fath Al-Bayanuni, Al-Madkhal ila
‘Ilm Al-Da’wah : Dirasah Manhajiyyah Syamilah li Tarikh Al-Da’wah wa Ushuliha
wa Manahijiha wa Asalibiha wa Wasa’iliha wa Musykilatiha fi Dhaw’ al-Naql wa
al-‘Aql, h. 293-294.
[10]Muhammad
Abul Fath Al-Bayanuni, Al-Madkhal ila
‘Ilm Al-Da’wah : Dirasah Manhajiyyah Syamilah li Tarikh Al-Da’wah wa Ushuliha
wa Manahijiha wa Asalibiha wa Wasa’iliha wa Musykilatiha fi Dhaw’ al-Naql wa
al-‘Aql, h. 299.
[11]Muhammad
Abul Fath Al-Bayanuni, Al-Madkhal ila
‘Ilm Al-Da’wah : Dirasah Manhajiyyah Syamilah li Tarikh Al-Da’wah wa Ushuliha
wa Manahijiha wa Asalibiha wa Wasa’iliha wa Musykilatiha fi Dhaw’ al-Naql wa
al-‘Aql, h. 299.
[12]Muhammad
Abul Fath Al-Bayanuni, Al-Madkhal ila
‘Ilm Al-Da’wah : Dirasah Manhajiyyah Syamilah li Tarikh Al-Da’wah wa Ushuliha
wa Manahijiha wa Asalibiha wa Wasa’iliha wa Musykilatiha fi Dhaw’ al-Naql wa
al-‘Aql, h. 301.
[13]Muhammad
Abul Fath Al-Bayanuni, Al-Madkhal ila
‘Ilm Al-Da’wah : Dirasah Manhajiyyah Syamilah li Tarikh Al-Da’wah wa Ushuliha
wa Manahijiha wa Asalibiha wa Wasa’iliha wa Musykilatiha fi Dhaw’ al-Naql wa al-‘Aql,
h. 302.
[14]Muhammad
Abul Fath Al-Bayanuni, Al-Madkhal ila
‘Ilm Al-Da’wah : Dirasah Manhajiyyah Syamilah li Tarikh Al-Da’wah wa Ushuliha
wa Manahijiha wa Asalibiha wa Wasa’iliha wa Musykilatiha fi Dhaw’ al-Naql wa
al-‘Aql, h. 302.
[15]Muhammad
Abul Fath Al-Bayanuni, Al-Madkhal ila
‘Ilm Al-Da’wah : Dirasah Manhajiyyah Syamilah li Tarikh Al-Da’wah wa Ushuliha
wa Manahijiha wa Asalibiha wa Wasa’iliha wa Musykilatiha fi Dhaw’ al-Naql wa
al-‘Aql, h. 303.
[16]Muhammad
Abul Fath Al-Bayanuni, Al-Madkhal ila
‘Ilm Al-Da’wah : Dirasah Manhajiyyah Syamilah li Tarikh Al-Da’wah wa Ushuliha
wa Manahijiha wa Asalibiha wa Wasa’iliha wa Musykilatiha fi Dhaw’ al-Naql wa
al-‘Aql, h. 305.
[17]Muhammad
Abul Fath Al-Bayanuni, Al-Madkhal ila
‘Ilm Al-Da’wah : Dirasah Manhajiyyah Syamilah li Tarikh Al-Da’wah wa Ushuliha
wa Manahijiha wa Asalibiha wa Wasa’iliha wa Musykilatiha fi Dhaw’ al-Naql wa
al-‘Aql, h. 306.
[18]Muhammad
Abul Fath Al-Bayanuni, Al-Madkhal ila
‘Ilm Al-Da’wah : Dirasah Manhajiyyah Syamilah li Tarikh Al-Da’wah wa Ushuliha
wa Manahijiha wa Asalibiha wa Wasa’iliha wa Musykilatiha fi Dhaw’ al-Naql wa
al-‘Aql, h. 309.
[19]Muhammad
Abul Fath Al-Bayanuni, Al-Madkhal ila
‘Ilm Al-Da’wah : Dirasah Manhajiyyah Syamilah li Tarikh Al-Da’wah wa Ushuliha
wa Manahijiha wa Asalibiha wa Wasa’iliha wa Musykilatiha fi Dhaw’ al-Naql wa
al-‘Aql, h. 309.
[20]Muhammad
Abul Fath Al-Bayanuni, Al-Madkhal ila
‘Ilm Al-Da’wah : Dirasah Manhajiyyah Syamilah li Tarikh Al-Da’wah wa Ushuliha
wa Manahijiha wa Asalibiha wa Wasa’iliha wa Musykilatiha fi Dhaw’ al-Naql wa
al-‘Aql, h. 309-310.
[21]Muhammad Abul Fath
Al-Bayanuni, Al-Madkhal ila ‘Ilm
Al-Da’wah : Dirasah Manhajiyyah Syamilah li Tarikh Al-Da’wah wa Ushuliha wa
Manahijiha wa Asalibiha wa Wasa’iliha wa Musykilatiha fi Dhaw’ al-Naql wa
al-‘Aql, h. 310.
[22] Muhammad
Abul Fath Al-Bayanuni, Al-Madkhal ila
‘Ilm Al-Da’wah : Dirasah Manhajiyyah Syamilah li Tarikh Al-Da’wah wa Ushuliha
wa Manahijiha wa Asalibiha wa Wasa’iliha wa Musykilatiha fi Dhaw’ al-Naql wa
al-‘Aql, h. 311-312.
[23] Muhammad
Abul Fath Al-Bayanuni, Al-Madkhal ila
‘Ilm Al-Da’wah : Dirasah Manhajiyyah Syamilah li Tarikh Al-Da’wah wa Ushuliha
wa Manahijiha wa Asalibiha wa Wasa’iliha wa Musykilatiha fi Dhaw’ al-Naql wa
al-‘Aql, h. 312-314.
[24] Muhammad
Abul Fath Al-Bayanuni, Al-Madkhal ila
‘Ilm Al-Da’wah : Dirasah Manhajiyyah Syamilah li Tarikh Al-Da’wah wa Ushuliha
wa Manahijiha wa Asalibiha wa Wasa’iliha wa Musykilatiha fi Dhaw’ al-Naql wa
al-‘Aql, h. 318.
[25] Muhammad
Abul Fath Al-Bayanuni, Al-Madkhal ila
‘Ilm Al-Da’wah : Dirasah Manhajiyyah Syamilah li Tarikh Al-Da’wah wa Ushuliha
wa Manahijiha wa Asalibiha wa Wasa’iliha wa Musykilatiha fi Dhaw’ al-Naql wa
al-‘Aql, h. 318.
[26] Muhammad
Abul Fath Al-Bayanuni, Al-Madkhal ila
‘Ilm Al-Da’wah : Dirasah Manhajiyyah Syamilah li Tarikh Al-Da’wah wa Ushuliha
wa Manahijiha wa Asalibiha wa Wasa’iliha wa Musykilatiha fi Dhaw’ al-Naql wa
al-‘Aql, h. 319.
[27] Muhammad
Abul Fath Al-Bayanuni, Al-Madkhal ila
‘Ilm Al-Da’wah : Dirasah Manhajiyyah Syamilah li Tarikh Al-Da’wah wa Ushuliha
wa Manahijiha wa Asalibiha wa Wasa’iliha wa Musykilatiha fi Dhaw’ al-Naql wa
al-‘Aql, h. 319.
[28]Muhammad Abul Fath
Al-Bayanuni, Al-Madkhal ila ‘Ilm
Al-Da’wah : Dirasah Manhajiyyah Syamilah li Tarikh Al-Da’wah wa Ushuliha wa
Manahijiha wa Asalibiha wa Wasa’iliha wa Musykilatiha fi Dhaw’ al-Naql wa
al-‘Aql, h. 319.
[29]Muhammad Abul Fath
Al-Bayanuni, Al-Madkhal ila ‘Ilm
Al-Da’wah : Dirasah Manhajiyyah Syamilah li Tarikh Al-Da’wah wa Ushuliha wa
Manahijiha wa Asalibiha wa Wasa’iliha wa Musykilatiha fi Dhaw’ al-Naql wa
al-‘Aql, h. 320.
[30]Muhammad Abul Fath
Al-Bayanuni, Al-Madkhal ila ‘Ilm
Al-Da’wah : Dirasah Manhajiyyah Syamilah li Tarikh Al-Da’wah wa Ushuliha wa
Manahijiha wa Asalibiha wa Wasa’iliha wa Musykilatiha fi Dhaw’ al-Naql wa
al-‘Aql, h. 321.
[31]Muhammad Abul Fath
Al-Bayanuni, Al-Madkhal ila ‘Ilm
Al-Da’wah : Dirasah Manhajiyyah Syamilah li Tarikh Al-Da’wah wa Ushuliha wa
Manahijiha wa Asalibiha wa Wasa’iliha wa Musykilatiha fi Dhaw’ al-Naql wa
al-‘Aql, h. 321.
[32]Muhammad Abul Fath
Al-Bayanuni, Al-Madkhal ila ‘Ilm
Al-Da’wah : Dirasah Manhajiyyah Syamilah li Tarikh Al-Da’wah wa Ushuliha wa
Manahijiha wa Asalibiha wa Wasa’iliha wa Musykilatiha fi Dhaw’ al-Naql wa
al-‘Aql, h. 322.
[33]Muhammad Abul Fath
Al-Bayanuni, Al-Madkhal ila ‘Ilm
Al-Da’wah : Dirasah Manhajiyyah Syamilah li Tarikh Al-Da’wah wa Ushuliha wa
Manahijiha wa Asalibiha wa Wasa’iliha wa Musykilatiha fi Dhaw’ al-Naql wa
al-‘Aql, h. 323.
[34]Muhammad Abul Fath
Al-Bayanuni, Al-Madkhal ila ‘Ilm
Al-Da’wah : Dirasah Manhajiyyah Syamilah li Tarikh Al-Da’wah wa Ushuliha wa
Manahijiha wa Asalibiha wa Wasa’iliha wa Musykilatiha fi Dhaw’ al-Naql wa
al-‘Aql, h. 324.
[35] Muhammad
Abul Fath Al-Bayanuni, Al-Madkhal ila
‘Ilm Al-Da’wah : Dirasah Manhajiyyah Syamilah li Tarikh Al-Da’wah wa Ushuliha
wa Manahijiha wa Asalibiha wa Wasa’iliha wa Musykilatiha fi Dhaw’ al-Naql wa
al-‘Aql, h. 324.
[36] Muhammad
Abul Fath Al-Bayanuni, Al-Madkhal ila
‘Ilm Al-Da’wah : Dirasah Manhajiyyah Syamilah li Tarikh Al-Da’wah wa Ushuliha
wa Manahijiha wa Asalibiha wa Wasa’iliha wa Musykilatiha fi Dhaw’ al-Naql wa
al-‘Aql, h. 325.
[37] Muhammad
Abul Fath Al-Bayanuni, Al-Madkhal ila
‘Ilm Al-Da’wah : Dirasah Manhajiyyah Syamilah li Tarikh Al-Da’wah wa Ushuliha
wa Manahijiha wa Asalibiha wa Wasa’iliha wa Musykilatiha fi Dhaw’ al-Naql wa
al-‘Aql, h. 325.
[38]Muhammad Abul Fath Al-Bayanuni,
Al-Madkhal ila ‘Ilm Al-Da’wah :
Dirasah Manhajiyyah Syamilah li Tarikh Al-Da’wah wa Ushuliha wa Manahijiha wa
Asalibiha wa Wasa’iliha wa Musykilatiha fi Dhaw’ al-Naql wa al-‘Aql, h.
326.
[39]Muhammad Abul Fath
Al-Bayanuni, Al-Madkhal ila ‘Ilm Al-Da’wah
: Dirasah Manhajiyyah Syamilah li Tarikh Al-Da’wah wa Ushuliha wa Manahijiha wa
Asalibiha wa Wasa’iliha wa Musykilatiha fi Dhaw’ al-Naql wa al-‘Aql, h.
327.
[40]Muhammad Abul Fath
Al-Bayanuni, Al-Madkhal ila ‘Ilm
Al-Da’wah : Dirasah Manhajiyyah Syamilah li Tarikh Al-Da’wah wa Ushuliha wa
Manahijiha wa Asalibiha wa Wasa’iliha wa Musykilatiha fi Dhaw’ al-Naql wa
al-‘Aql, h. 327.
[41] Muhammad
Abul Fath Al-Bayanuni, Al-Madkhal ila
‘Ilm Al-Da’wah : Dirasah Manhajiyyah Syamilah li Tarikh Al-Da’wah wa Ushuliha
wa Manahijiha wa Asalibiha wa Wasa’iliha wa Musykilatiha fi Dhaw’ al-Naql wa
al-‘Aql, h. 328.
[42] Muhammad
Abul Fath Al-Bayanuni, Al-Madkhal ila
‘Ilm Al-Da’wah : Dirasah Manhajiyyah Syamilah li Tarikh Al-Da’wah wa Ushuliha
wa Manahijiha wa Asalibiha wa Wasa’iliha wa Musykilatiha fi Dhaw’ al-Naql wa
al-‘Aql, h. 328.
[43]Muhammad Abul Fath
Al-Bayanuni, Al-Madkhal ila ‘Ilm
Al-Da’wah : Dirasah Manhajiyyah Syamilah li Tarikh Al-Da’wah wa Ushuliha wa
Manahijiha wa Asalibiha wa Wasa’iliha wa Musykilatiha fi Dhaw’ al-Naql wa
al-‘Aql, h. 329.
[44]Muhammad Abul Fath
Al-Bayanuni, Al-Madkhal ila ‘Ilm
Al-Da’wah : Dirasah Manhajiyyah Syamilah li Tarikh Al-Da’wah wa Ushuliha wa
Manahijiha wa Asalibiha wa Wasa’iliha wa Musykilatiha fi Dhaw’ al-Naql wa
al-‘Aql, h. 329.
[45] Muhammad
Abul Fath Al-Bayanuni, Al-Madkhal ila
‘Ilm Al-Da’wah : Dirasah Manhajiyyah Syamilah li Tarikh Al-Da’wah wa Ushuliha
wa Manahijiha wa Asalibiha wa Wasa’iliha wa Musykilatiha fi Dhaw’ al-Naql wa
al-‘Aql, h. 330.
[46] Muhammad
Abul Fath Al-Bayanuni, Al-Madkhal ila
‘Ilm Al-Da’wah : Dirasah Manhajiyyah Syamilah li Tarikh Al-Da’wah wa Ushuliha
wa Manahijiha wa Asalibiha wa Wasa’iliha wa Musykilatiha fi Dhaw’ al-Naql wa
al-‘Aql, h. 330.
[47] Muhammad
Abul Fath Al-Bayanuni, Al-Madkhal ila
‘Ilm Al-Da’wah : Dirasah Manhajiyyah Syamilah li Tarikh Al-Da’wah wa Ushuliha
wa Manahijiha wa Asalibiha wa Wasa’iliha wa Musykilatiha fi Dhaw’ al-Naql wa
al-‘Aql, h. 332.
[48] Muhammad
Abul Fath Al-Bayanuni, Al-Madkhal ila
‘Ilm Al-Da’wah : Dirasah Manhajiyyah Syamilah li Tarikh Al-Da’wah wa Ushuliha
wa Manahijiha wa Asalibiha wa Wasa’iliha wa Musykilatiha fi Dhaw’ al-Naql wa
al-‘Aql, h. 332-333.
[49] Muhammad
Abul Fath Al-Bayanuni, Al-Madkhal ila
‘Ilm Al-Da’wah : Dirasah Manhajiyyah Syamilah li Tarikh Al-Da’wah wa Ushuliha
wa Manahijiha wa Asalibiha wa Wasa’iliha wa Musykilatiha fi Dhaw’ al-Naql wa
al-‘Aql, h. 332-333.
[50] Muhammad
Abul Fath Al-Bayanuni, Al-Madkhal ila
‘Ilm Al-Da’wah : Dirasah Manhajiyyah Syamilah li Tarikh Al-Da’wah wa Ushuliha
wa Manahijiha wa Asalibiha wa Wasa’iliha wa Musykilatiha fi Dhaw’ al-Naql wa
al-‘Aql, h. 333.
[51] Muhammad
Abul Fath Al-Bayanuni, Al-Madkhal ila
‘Ilm Al-Da’wah : Dirasah Manhajiyyah Syamilah li Tarikh Al-Da’wah wa Ushuliha
wa Manahijiha wa Asalibiha wa Wasa’iliha wa Musykilatiha fi Dhaw’ al-Naql wa al-‘Aql,
h. 334.
[52] Muhammad
Abul Fath Al-Bayanuni, Al-Madkhal ila
‘Ilm Al-Da’wah : Dirasah Manhajiyyah Syamilah li Tarikh Al-Da’wah wa Ushuliha
wa Manahijiha wa Asalibiha wa Wasa’iliha wa Musykilatiha fi Dhaw’ al-Naql wa
al-‘Aql, h. 339.
Post a Comment