Menurut kamus Oxford, mengagitasi
adalah “membangkitkan perhatian (to
excite) atau mendorong (stir it up)”,
sedangkan propaganda adalah sebuah “rencana sistematis atau gerakan bersama
untuk penyebarluasan suatu keyakinan atau doktrin. Definisi ini bukan merupakan
titik pijak yang buruk. Agitasi memfokuskan diri pada sebuah isu aktual,
berupaya ‘mendorong’ suatu tindakan terhadap isu tersebut. Propaganda
berurusan dengan penjelasan gagasan-gagasan secara terinci dan lebih sistematis. (Duncan
Hallas 1984). Menurut kamus Oxford, propaganda adalah suatu perhimpunan atau
program untuk menyebarkan suatu doktrin. Sedangkan, dalam bahasa
Indonesia, agitasi/agi·ta·si/ n 1 hasutan kepada orang banyak (untuk mengadakan huru-hara, pemberontakan,
dan sebagainya), biasanya dilakukan oleh tokoh atau aktivis partai politik; 2 pidato
yang berapi-api untuk mempengaruhi massa. ber·a·gi·ta·si v melakukan
agitasi: dl kampanye pemilu para kontestan dilarang ~; meng·a·gi·ta·si v menghasut
orang banyak untuk mengadakan huru-hara, pemberontakan, dsb biasanya dilakukan
oleh tokoh atau aktivis partai politik, ormas, dsb.
Tujuan Agitasi
Biasanya agitasi dimulai dengan
membuat kontradiksi dalam masyarakat dan menggerakan khalayak untuk menentang
kenyataan hidup yang dialami selama ini (penuh ketidakpastian dan penderitaan)
dengan tujuan menimbulkan kegelisahan di kalangan massa. Orang yang melakukan
agitasi disebut agitator. Nepheus Smith berpendapat bahwa agitator
ini sebagai orang yang berusaha menimbulkan ketidakpuasan, kegelisahan, atau
pemberontakan orang lain.
Agitasi ini merupakan persuasi
politik yang bertanggung jawab karena jelas komunikatornya siapa dan pesan apa
yang disampaikan. Hampir mirip dengan provokasi yang sama-sama mempengaruhi
komunikannya. Namun di sini, provokasi adalah persuasi politik yang tidak
bertanggung jawab. Keberadaan komunikatornya tidak jelas diketahui, isi
pesannya pun cenderung menjatuhkan salah satu pihak,(Adiyana Slamet).
Tujuan Propaganda
Propaganda kadang menyampaikan
pesan yang benar, namun seringkali menyesatkan dimana umumnya isi propaganda
hanya menyampaikan fakta-fakta pilihan yang dapat menghasilkan pengaruh
tertentu, atau lebih menghasilkan reaksi emosional daripada reaksi rasional.
Tujuannya adalah untuk mengubah pikiran kognitif narasi
subjek dalam kelompok sasaran untuk kepentingan tertentu.
Propaganda adalah sebuah upaya
disengaja dan sistematis untuk membentuk persepsi, memanipulasi alam pikiran
atau kognisi, dan memengaruhi langsung perilaku agar memberikan respon sesuai
yang dikehendaki pelaku propaganda.
Sebagai komunikasi satu ke banyak
orang (one-to-many), propaganda memisahkan komunikator dari komunikannya. Namun
menurut Ellul, komunikator dalam propaganda sebenarnya merupakan wakil
dari organisasi yang berusaha melakukan pengontrolan terhadap masyarakat komunikannya.
Sehingga dapat disimpulkan, komunikator dalam propaganda adalah seorang yang
ahli dalam teknik penguasaan atau kontrol sosial. Dengan berbagai macam teknis,
setiap penguasa negara atau yang bercita-cita menjadi penguasa negara harus
mempergunakan propaganda sebagai suatu mekanisme alat kontrol sosial.
Dalam makna denotatifnya, agitasi berarti hasutan kepada
orang banyak untuk mengadakan huru-hara, pemberontakan dan lain sebagainya.
Kegiatan ini biasanya dilakukan oleh tokoh/aktivis partai politik, ormas dan
lain sebagainya dalam sesi pidato maupun tulisan. Dalam praktek, dikarenakan
kegiatan agitasi yang cenderung “menghasut” maka seringkali disebut sebagai
kegiatan “provokasi” atau sebagai perbuatan untuk membangkitkan kemarahan.
Bentuk agitasi sebetulnya bisa dilakukan secara individual maupun dalam basis
kelompok (massa). Beberapa perilaku kolektif yang dapat dijadikan sebagai
pemicu dalam proses agitasi adalah :
Pertama, perbedaan kepentingan,
seperti misalnya isu SARA (Suku, Agama, Ras). Perbedaan kepentingan ini bisa
menjadi titik awal keresahan masyarakat yang dapat dipicu dalam proses agitasi.
Kedua, Ketegangan sosial,
ketegangan sosial biasanya timbul sebagai pertentangan antar kelompok baik
wilayah, antar suku, agama, maupun pertentangan antara pemerintah dengan
rakyat. Ketiga, tumbuh dan menyebarnya keyakinan
untuk melakukan aksi, ketika kelompok merasa dirugikan oleh kelompok
lainya, memungkinkan timbul dendam kesumat dalam dirinya. Hal ini bisa
menimbulkan keyakinan untuk dapat melakukan suatu aksi bersama.
Dalam politik, ketiga perilaku kolektif diatas akan menjadi
ledakan sosial apabila ada faktor penggerak (provokator)nya. Misalnya
ketidakpuasan rakyat kecil terhadap kebijakan pemerintah yang tidak memihak
kepada mereka juga bisa menjadi sebuah alat pemicu yang efektif untuk
mendongkel sebuah rezim. Dalam tahap selanjutnya, mobilisasi massa akan
terbentuk apabila ledakan sosial yang muncul dapat memancing solidaritas massa.
Hingga pada eskalasi tertentu mebisa munculkan kondisi collaps.
Dalam proses agitasi pemahaman perilaku massa menjadi
penting. Agar agitasi dapat dilakukan secara efektif maka perlu diperhatikan
sifat orang-orang dalam kelompok(massa) seperti; massa yang cenderung tidak rasional, mudah tersugesti, emosional, lebih
berani mengambil resiko, tidak bermoral. Kemampuan seorang agitator untuk
mengontrol emosi massa menjadi kunci dari keberhasilan proses agitasi massa.
Sedangkan pendekatan hubungan interpersonal merupakan kunci sukses dalam
agitasi individu.
Daftar Pustaka
http://kbbi.web.id/agitasi
Post a Comment