Sumber Gambar: http://www.bairuindra.com/2016/06/memaafkan-obat-dari-stres-dan-sakit-kejiwaan.html |
Mark L. Rosen, penulis buku Thank You for Being such a Pain, memuat
trik-trik bagaimana menghadapi orang-orang yang menyusahkan. Dia menjelaskan
bahwa kita jangan mudah terpancing dengan pola tingkah mereka, fokuslah pada
sisi positifnya saja, karena kehadiran mereka tetap dibutuhkan untuk
pertumbuhan kepribadian kita.
Sebenarnya dalam literatur Islam,
terdapat banyak kisah-kisah serupa seperti dalam buku Mark L. Rosen, di
antaranya, sebuah kisah perjalanan panjang seorang hamba pilihan yang sejak
kecil bergumul dengan orang-orang yang menyusahkan. Namun karena kesabaran dan
ketulusannya dalam menjalani hidup. Akhirnya dia terbebas dari virus perusak
yang ditebarkan oleh orang-orang yang menyusahkannya. Beliau adalah Nabi Yusuf.
Sejak usia sangat belia, dia sudah harus menghadapi orang-orang menyusahkan
yang justru datang dari kalangan keluarganya sendiri.
Pada masa kanak-kanak Nabi Yusuf
sudah ditinggal wafat ibunda tercintanya. Dia tinggal dan dibesarkan oleh ayahnya
bersama adik, dan saudara-saudara tirinya. Sejak usianya masih sangat belia,
Nabi Yusuf sudah menerima perlakuan kasar serta tidak menyenangkan dari
saudara-saudaranya. Ditambah lagi, keakraban Nabi Yusuf dengan ayahnya Nabi
Ya’qub semakin menambah kecemburuan yang bersarang dalam diri
saudara-saudaranya.
“Sesungguhnya Yusuf dan saudara
kandungnya (Bunyamin) lebih dicintai oleh ayah kita dari pada kita sendiri.”
(QS. Yusuf [12]: 8). Sehingga mereka bermaksud untuk mengenyahkan Yusuf dalam
kehidupan mereka, dengan cara yang keji. Mereka melemparkan Yusuf kecil ke
dalam sebuah sumur. Saudara-saudaranya yang seharusnya menjaga, merawat serta
menyayanginya justru berlaku jahat padanya.
Beruntung Nabi Yusuf diselamatkan
sekelompok musafir yang secara kebetulan lewat di dekat sumur. Namun upaya penyelamatan sekelompok musafir
itu bukanlah murni semata-mata bermaksud menolong. Mereka bermaksud menjual
beliau di pasar budak di Mesir dengan harga sangat murah. Namun untuk kesekian
kalinya keberuntungan berpihak kepada beliau, karena akhirnya beliau dibeli
oleh seorang penguasa Mesir.
Kalau
seandainya cobaan seperti ini diterima oleh saya dan anda, mungkin kita sudah
sangat putus asa akibat penderitaan yang begitu membuat sengsara dan
menyesakkan dada. Namun hal itu tidak berlaku bagi Nabi Yusuf, karena dia
adalah seorang hamba yang memiliki keyakinan dan keimanan yang mantap. Sekalipun
saudara-saudaranya pernah berlaku tidak manusiawi terhadap Nabi Yusuf tetapi
beliau tidak menaruh dendam sedikitpun kepada mereka. Sebaliknya dengan suka
rela Yusuf mengulurkan kedua tangannya membantu mereka.
Pribadi
pemaaf, baik sangka, dan pribadi yang tulus menolong sesama- yang mendarah
dalam diri Nabi Yusuf telah menghantarkan beliau mencapai titik keseimbangan
alami antara jasmani, jiwa, dan pikiran, sehingga beliau berhasil mencapai
puncak ketenangan batin. Keseimbangan ini merupakan suatu kesatuan equilibrium yang akan menghasilkan vital force (kekuatan alami).
Pantaslah jika Nabi Yusuf
memperoleh posisi terhormat dalam ajaran Islam. Hal itu tergurat jelas dalam
salah satu hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari dari hadis Abu Hurairah, dia
berkata: “Rasulullah, pernah ditanya tentang siapakah orang yang paling mulia?
Beliau bersabda: ‘Orang yang paling mulia di antara kamu adalah orang yang
paling bertakwa.’ Mereka berkata: ‘Bukan hal itu yang kita tanyakan kepadamu.’
Maka beliau bersabda: ‘Orang yang paling mulia adalah Nabi Yusuf bin Nabiyullah
(Ya’qub) bin Khalilullah (Ibrahim).” (HR. Bukhari).
Post a Comment