II Chapter
Pre-Socratic Philosophy
A.
Pre-Socratic Philosophy
Para filosof Yunani paling awal
kadang-kadang disebut filosof alam sebab mereka hanya menaruh perhatian pada
alam dan proses-prosesnya. Filosof
pertama yang kita kenal adalah Thales (640-562 SM), yang berasal dari Miletus, sebuah koloni Yunani
di Asia Kecil. Thales beranggapan bahwa sumber dari segala sesuatu adalah air.
Kita tidak tahu pasti apa yang dimaksudkannya dengan itu, dia mungkin percaya
bahwa segala kehidupan berasal dari air- dan seluruh kehidupan kembali ke air
lagi ketika sudah berakhir.
Filosof berikutnya yang kita dengar
adalah Anaximander (610-546 SM), yang juga hidup di Miletus pada masa yang
kira-kira sama dengan masa hidup Thales. Dia beranggapan bahwa dunia kita
hanyalah salah satu dari banyak sekali dunia yang muncul dan sirna di dalam
sesuatu yang tak terbatas. Mungkin zat yang dipikirkan oleh Anaximander adalah
sesuatu yang muncul sebelum dan sesudah benda-benda tersebut pastilah “tak
terbatas.” Jelas bahwa zat dasar itu tidak mungkin sesuatu yang sangat biasa
seperti air.
Filosof ketiga dari Miletus adalah
Anaximenes (588-524 SM).
Dia beranggapan bahwa sumber dari segala sesuatu pastilah “udara” atau “uap.”
Anaximenes tentu saja mengenal teori Thales menyangkut air. Tapi darimanakah
asalnya air? Anaximenes beranggapan bahwa air adalah udara yang dipadatkan.
B. Pythagoras
dan Mazhab Pythagoras
Selain dikenal ahli mistik Phytagoras
(569-494 SM) juga dikenal ahli pikir, terutama dalam ilmu matematika. Phytagoras adalah orang-orang yang mula-mula
sekali mengemukakan teori dalam bentuk angka-angka yang menjadi dasar ilmu
matematika. Kemudian dia mengenalkan teori segi-tiga yang dikenal dengan
segi-tiga Phytagoras dan dia juga mengajarkan, bahwa tinggi rendahnya bunyi
biola berbanding dengan panjang talinya.[1]
Heraclitus (544-484 SM) berasal
dari Ephesus di Asia Kecil. Dia beranggapan asal dari segala sesuatu adalah
api. Api lebih utama dari air dan udara, dan setiap orang dapat melihat
sifatnya mudah bergerak dan mudah bertukar rupa. Menurut Heraclitus segala
sesuatu mengalami perubahan terus-menerus dan selalu bergerak, tidak ada yang
menetap. Karena itu kita “tidak dapat melangkah dua kali ke dalam sungai yang
sama.”
C.Filosof Elea
Sejak sekitar 500 SM, ada sekelompok
filosof di koloni Yunani Elea di Italia Selatan. Filosof yang paling penting di
antara para filosof ini adalah Parmenides (515-470 SM). Parmenides beranggapan
perubahan dan gerak tidak mungkin. Menurut Parmenides realitas merupakan keseluruhan
yang bersatu, tidak bergerak atau berubah.[2]
D.Filsuf-filsuf Pluralis
Empedocles (490-435)
yakin bahwa setelah dipertimbangkan,
alam itu terdiri atas empat unsur, atau “akar” sebagaimana dia mengistilahkan.
Keempat akar ini adalah tanah, udara, api, dan air. Semua proses alam
disebabkan oleh menyatu atau terpisahnya keempat unsur ini. Sebab semua benda
merupakan campuran dari tanah, udara, api, dan air, namun dalam proporsi yang
beragam.
Anaxagoras (500-428 SM) berpendapat
bahwa alam diciptakan dari partikel-partikel
sangat kecil yang tak dapat dilihat mata dan jumlahnya tak terhingga. Lebih
jauh, segala sesuatu dapat dibagi menjadi bagian-bagian yang jauh lebih kecil
lagi, namun bahkan dalam bagian yang paling kecil masih ada pecahan-pecahan
dari semua yang lain.
E.Filsuf Atomis
Democritus (460-360 SM). Dia berasal dari
kota kecil Abdera di pantai utara Aegea. Demoritus percaya bahwa alam ini terdiri atas
atom-atom yang jumlahnya tak terhingga dan beraneka ragam. Sebagian bulat dan
mulus, yang lain tak beraturan dan bergerigi. Dan justru karena saling berbeda
maka mereka dapat menyatu menjadi berbagai macam bentuk yang berlainan. Namun
meskipun jumlah dan bentuk mereka mungkin tak terbatas, mereka semua kekal,
abadi, dan tak terbagi.
Post a Comment