Susilo Bambang Yudoyono
Perubahan mendasar
hubungan antar-individu, kelompok, atau masyarakat dimulai setelah terjadinya
Revolusi Industri di Inggris dan Revolusi Politik di Perancis, sekitar abad
ke-18. Manusia semakin aktif dan reaktif dalam menyikapi perubahan yang menimpa
diri dan lingkungannya. Persoalan yang timbul antar-sesama dalam hubungan kerja
dan pertentangan politik diusahakan untuk diselesaikan dengan cara kerja sama
berdasarkan kesepakatan yang demokratis. Masyarakat manusia dalam segala hal
kehidupannya berusaha mengatur dirinya ke dalam organisasi modern di mana
faktor atau perasaan pribadi atau perorangan yang masih bersifat emosional
tidak lagi memegang peranan penting dalam berbagai policy, keputusan-keputusan yang diambil, peraturan-peraturan
yang ditetapkan, serta kegiatan-kegiatannya.
Pepatah mengatakan,
“tidak ada yang kekal di dunia ini
kecuali perubahan itu sendiri.” Perubahan terjadi karena perkembangan
budaya manusia. Manusia dengan kemampuannya mengembangkan ilmu pengetahuan dan
menciptakan teknologi untuk membantu kehidupannya. Dengan demikian ilmu
pengetahuan dan teknologi mempengaruhi eksistensi sebuah partai. Maka sudah tentu para pemimpin sebuah partai harus mampu
mengadakan penyesuaian, atau dibutuhkan pemimpin yang mampu mengelola
perubahan.
Kemampuan sebuah partai
menerima, merespons, dan beradaptasi terhadap perubahan yang cepat dan kompleks
itu akan menjadi kunci keberhasilannya untuk bertahan. Dalam budaya bisnis
misalnya, sebuah perusahaan harus jeli memantau dan meramalkan perubahan yang
terjadi di masyarakat. Selera konsumen berkembang sangat cepat, oleh karena itu
produsen harus segera menyikapi dengan mengadakan penyesuaian. Demikian juga
perkembangan dalam demokrasi, di mana telah terjadi perubahan dalam pemilihan
pemimpin negara maupun wakil rakyat dengan jalan pemilihan langsung. Tidak
semua institusi berhasil mengelola perubahan, karena tidak siap menghadapinya.
Tentu banyak faktor yang
menjadi sebab dan mempengaruhi perubahan. Misalnya faktor internal partai,
antara lain terjadinya ketidakpuasan anggota partai dalam menyikapi cara kerja
fungsionaris partai yang tidak sesuai lagi dengan prinsip efisiensi dan
produktivitas, keinginan meningkatkan keefektifan partai, yang kesemuanya itu
akan sangat berpengaruh terhadap motivasi kerja. Adapun faktor eksternal antara
lain perubahan yang terjadi dalam kebijakan pemerintah, perubahan sistem politik,
penemuan dan perkembangan teknologi, ekonomi nasional maupun global, sosial
budaya, serta perubahan lain yang dirasakan oleh partai baik langsung maupun
tidak.
Dalam menyikapi
terjadinya perubahan, agar berhasil ditentukan oleh 70 persen sampai 90 persen
peran pemimpin. Kurangnya peran pemimpin akan berakibat tidak adanya kekuatan
di dalam tubuh partai untuk menyelesaikan berbagai macam persoalan ataupun
kekacauan.
Larry Greiner,
mengatakan bahwa pada setiap fase perubahan selalu terjadi krisis. Dari
berbagai penyebab krisis partai, krisis kepemimpinan merupakan awal dari
keseluruhan krisis yang akan terjadi pada perubahan haluan partai. Dengan
demikian apabila pihak manajemen akan menyelesaikan persoalan yang terjadi di
dalam partai, perlu dilakukan analisis situasi terlebih dahulu. Perlu diketahui
apa dan daerah mana yang mengalami perubahan, serta seberapa besar perubahan
tersebut.
Menurut teori decision
making, jika suatu perubahan terjadi, di situlah yang harus mendapatkan
perhatian khusus dari manajemen. Hal ini menunjukkan bahwa terjadinya perubahan
dalam partai lebih banyak disebabkan oleh anggota partai itu sendiri, misalnya
dengan ditemukannya metode kerja serta peralatan baru akan mengakibatkan
perubahan sikap atau perilaku anggota partai.
Dengan
demikian fungsionaris partai Demokrat Sumsel seyogyanya dapat mengelola
perubahan- dalam arti mengarahkan partai menjadi partai yang fleksibel membuka
diri menerima masukan dari semua elemen partai. Dengan begitu, partai akan
dapat memilih kader tebaik partai untuk memimpin perahu negeri tercinta ini- baik
berskala lokal mamupun nasional. Dan lebih jauh lagi, setiap anggota partai akan
menyadari bahwa perubahan akan selalu terjadi, serta akan melhairkan kader partai
yang cerdas dalam beradaptasi dengan lingkungannya.
Berkaitan dengan hal ini, fungsionari partai Demokrat Sumsel
dapat belajar pada kepemimpinan Bapak Susilo Bambang Yudoyono yang lahir di
masa reformasi yang menggeliat menatap perubahan. Dengan dinamika
sosial-politik yang cepat dan cenderung tak terduga. Tapi SBY mampu lepas dari
jerat "watak perubahan" yang biasa menyeret aktornya pada keadaan
sulit, bahkan menyulitkan bagi orang lain.
SBY adalah presiden pertama di masa reformasi yang dipilih
secara langsung oleh jutaan rakyat Indonesia. Terpilihnya SBY di 2004 dan 2009
merupakan dua babak baru dalam sejarah Indonesia setelah 32 tahun berada di
bawah pemerintahan Orde Baru. Presiden pilihan langsung oleh rakyat, untuk
mengemban amanah perubahan Indonesia.
Pengakuan salah satu kader partai Demokrat, Syarief Hasan yang
merasakan getaran khas kepemimpinan SBY, ketika menata kepentingan perubahan.
Ini terkait dengan kemampuan SBY dalam menyerap dan menterjemahkan aspirasi
rakyat yang menaruh kepercayaan dan harapan besarnya. SBY senantiasa
menjalankan amanah demi terwujudnya cita-cita dan janji yang pernah
diutarakan-nya, yaitu (1) menciptakan Indonesia yang aman dan damai;
(2)
mewujudkan Indonesia yang adil dan demokratis; dan (3)meningkatkan
kesejahteraan rakyat. Di mata suami Ingrid Kansil ini, banyak masalah yang
harus dihadapi SBY, baik di tingkat nasional, regional, tingkat bilateral
maupun multilateral. Permasalahan seakan tidak pernah berhenti menghadangnya.
Sedemikian banyaknya persoalan, menjadikan SBY seperti mendapati "piring"
yang sudah sangat kotor. Karenanya ia seakan kurang beruntung, harus mencuci
dan membersihkannya, agar piring tersebut enak untuk dipakai.
Selanjutnya, Menteri Koperasi dan UKM ini menempatkan SBY
sebagai pemimpin yang sangat menyadari dan mengerti akan ada jalan keluar serta
hikmah yang dapat dipetik oleh bangsa ini dari setiap perubahan. "Setiap
masalah ada jalan keluarnya, setiap konflik ada solusinya, setiap krisis
mengandung peluang," kata SBY pada Dino Pati Djalal, tahun 2008.
Karenanya, sejak lima tahun terakhir kepemimpinannya, SBY tercatat telah
melakukan perubahan mendasar dalam menyelesaikan berbagai permasalahan
kebangsaan.
Di balik capaian dan keberhasilan yang berhasil ditorehkan
SBY, temyata tidak lepas dari nada-nada sumbang yang berusaha melakukan kritik,
baik dengan motif membangun ataupun sekadar melakukan provokasi. Di antara
mereka, misal, ada yang mencoba melontarkan kritikan bahwasanya capaian
angka-angka itu tidak berpijak dalam kenyataan. Dan, keberhasilan pembangunan
yang diukur berdasarkan tinggi rendahnya angka, dituduh sebagai kenyataan yang
sejatinya belum terwujud di dalam masyarakat. Mengenai setiap kritik yang
masuk, SBY selalu menanggapinya dengan santun. SBY selalu mengingatkan lebih
baik "do something" daripada "do nothing".
Walhasil, SBY ditempatkan sebagai orang yang cukup beruntung
karena memiliki popularitas politik yang cukup baik. Gaya dan tutur bicaranya
tenang, sistematis, dan berwibawa. Setiap perilaku dan tindakannya memancarkan
aura kharismatik. Bahkan, sejumlah pengamat politik menjuluki SBY sebagai "Jenderal
yang berpikir visioner dan tampan".
Post a Comment