Kaderisasi itu bahan bakar untuk menghidupkan parpol. Bukan hanya untuk menjaring pendukung, tetapi juga menjaga keberlangsungan masa depan parpol,”
Lili Romli
Ahli politik Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia (LIPI)
Pengertian kader
dapat bermacam-macam dan sangat familier di dalam organisasi politik, ketika
menghadapi pemilu dan mengusulkan anggotanya menjadi calon anggota parlemen
atau pada masa akan terjadi penggantian kepemimpinan lokal, nasional, dan juga
pada organisasi bisnis.
Kader diartikan orang
yang diharapkan akan memegang pekerjaan penting dalam pemerintahan atau partai.
Dalam pengertian lain juga menyebutkan bahwa kader diartikan orang yang dididik
sebagai pelanjut tongkat estafet partai atau organisasi, calon, tunas, generasi
(muda). Sering kita mendengar bahwa organisasi ini adalah organisasi kader yang
terdiri dari kaum muda yang diharapkan menjadi pemimpin masa depan. Pernyataan
demikian menunjukkan bahwa organisasi tersebut telah mempersiapkan orang muda
sebagai pemimpin mereka, jika kelak terjadi pergantian pemimpin.
Dalam dunia
kepartaian macam apapun, secara alamiah yang tua akan digantikan oleh yang
lebih muda, dan hal ini tidak menjadi masalah karena sudah dipersiapkan. Adapun
pengertian kaderisasi adalah proses mempersiapkan calon-calon pemimpin suatu
partai untuk waktu sekarang dan masa yang akan datang. Sedangkan tujuan
kaderisasi adalah mempersiapkan calon-calon pemimpin demi kesinambungan partai,
sehingga jika terjadi pergantian pemimpin dapat berjalan mulus karena sudah dipersiapkan.
Dengan demikian pengangkatan seorang pemimpin sebaiknya melalui proses
kaderisasi.
Dengan adanya
kaderisasi, diharapkan organisasi akan bertahan dalam waktu cukup lama, tidak
bersifat ad-hoc dalam mengemban visi dan melaksanakan misinya. Pepatah
Belanda mengatakan on mis baar, yang kalau diterjemahkan secara bebas
berarti tidak ada di dunia ini atau organisasi apapun yang tidak tergantikan.
Pada saatnya seorang pemimpin secara alamiah atau sebab lain pasti akan turun
dan digantikan oleh yang lain. Apalagi bagi pemimpin oganisasi modern, yang
anggotanya terdiri dari manusia-manusia yang mempunyai pemikiran rasional,
mempunyai wawasan ke depan, serta semakin tidak populernya teori “timbulnya
pemimpin karena dilahirkan”. Pemimpin tumbuh dan berkembang karena melalui
proses pembinaan dan dimatangkan oleh lingkungan. Sistem pengkaderan di dalam
suatu partai akan sangat tergantung dari besar kecilnya organisasi, lingkup
atau bidang kegiatan yang menjadi misi pokok, sistem nilai yang dianut, serta
eksistensi organisasi, apakah sementara atau jangka panjang.
Suatu organisasi
bisnis, di dalam menyiapkan pemimpinnya akan berlainan dengan organisasi
pemerintahan, politik, atau organisasi sosial. Demikian juga dalam menetapkan
kualitas sumber daya manusianya. Namun terdapat suatu kesamaan prinsip yaitu
bagaimana mendapatkan manusia terbaik dan berkualitas sehingga mampu memimpin
organisasi untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Oleh karena itu,
penerapan fungsi manajemen sumber daya manusia harus menjadi landasan ilmiah
agar mendapatkan manusia yang cocok atau sesuai.
Di dalam pembahasan
kaderisasi partai ini akan dibatasi pada bagaimana suatu partai dapat memilih
pemimpinnya sekarang dan mempersiapkan pemimpinnya di masa depan. Dengan sistem
apa agar kepemimpinan partai dapat berkesinambungan. Artinya jika pada kurun
waktu tertentu terjadi penggantian pemimpin, tetap tersedia calon-calon
pemimpin sehingga tidak perlu terjadi krisis kepemimpinan. Mengapa titik berat
pembahasan pada kepemimpinan? Karena seperti telah disebutkan di depan bahwa
faktor pemimpin sangat menentukan keberhasilan pencapaian tujuan partai dan
jika terjadi krisis kepemimpinan akan berdampak luas terhadap organisasi.
Sayangya, kaderisasi belum menjadi
prioritas partai politik (parpol) di Indonesia. Selama masa Orde Baru hingga
era reformasi, mayoritas parpol masih mengandalkan figur dan dinasti, untuk
meraih dukungan dalam pemilihan umum (Pemilu). “Padahal kaderisasi itu bahan
bakar untuk menghidupkan parpol. Bukan hanya untuk menjaring pendukung, tetapi
juga menjaga keberlangsungan masa depan parpol,” kata ahli politik Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia (LIPI), Lili Romli.
Menurut dia, jika kaderisasi
betul-betul menjadi prioritas, maka masa depan parpol tidak akan bergantung
hanya pada figur atau dinasti tertentu, tetapi pada loyalitas kader dan
pendukung. Untuk itu, Lili mengingatkan, Partai Demokrat (PD) jangan sampai
terjebak pada figur atau dinasti sebagai kekuatan parpol, seperti yang dialami
beberapa partai besar lainnya, sehingga tak mampu berkembang menjadi partai
modern. Dia mengungkapkan, parpol yang mengandalkan figur atau dinasti, tidak
menjamin kemenangan bahkan keberlangsungan hidup partai tersebut. Sebagai
contoh, PDI-P yang begitu melekat dengan dinasti Soekarno, tidak mampu
menunjukkan perkembangan, setelah memenangkan Pemilu 1999. Dalam dua pemilu
terakhir, yakni 2004 dan 2009, perolehan suara PDI-P terus merosot, meskipun
menjual figur Megawati Soekarnoputri sebagai magnet untuk menarik dukungan
masyarakat.
Lili Romli lebih jauh mengatakan, PD
seharusnya tidak hanya mengandalkan figur Susilo Bambang Yudhoyono (SBY),
tetapi mulai membangun sistem yang terfokus pada kaderisasi. “Demokrat bisa
belajar dari Partai Golkar yang sudah lama meninggalkan figur sebagai magnet
dalam pemilu. Tinggal bagaimana PD mengembangkan kekuatan internal parpol,
terutama memperkuat loyalitas dan meningkatkan kemampuan SDM para kader,” ujar
Lili.
Sementara itu, pengamat politik Alfan
Alfian mengatakan, Partai Demokrat bisa memenangkan Pemilu 2009 karena menjual
figur SBY, dan adanya swing voters.
Jika tidak mereformasi diri dan memperkuat sistem, PD akan kehilangan dukungan
pada Pemilu 2014.
Post a Comment