BAB II
PEMBAHASAN
A.
Garis keturunan Nabi
Idris as
Beliau adalah Idris bin Yarad bin Mahlail. Nasabnya
berakhir pada Syits bin Adam as. Di kalangan bangsa Ibrani
beliau terkenal dengan nama "Khanukh",
dalam terjemahan Arab "Ukhnukh". Idris termasuk salah seorang nenek moyang nabi Nuh a.s. Ada sebagian sejarawan yang berpendapat bahwa beliau tidak ( hidup sebelum Nabi Nuh a's., akan tetapi hidup pada masa
Bani Isra'il. Anggapan seperti ini ditolak oleh
sejarawan lain yang lebih kuat, seperti Ibnu
Katsir.[1]
B.
Tempat kelahiran dan
pertumbuhannya:
Para Hukama' berselisih
pendapat tentang tempat kelahiran dan dibesarkannya Nabi Idris.
Sakelompbk mereka berpendapat bahwa Idris dilahirkan di Mesir, di daerah Munaf. Ia
diberi nama Hurmus Al-Haramisah, berasal dari bahasa Yunani Armia, kemudian diistilahkan
menjadi (Arab) Hurmus. Menurut orang-orang Ibrani dia bernama Khunukh
yang diarabkan menjadi Ukhnukh. Kemudian Allah mt. dalam kitab yang berbahasa
Arab (Al-Qur'an) menamakannya Idris. Hurmus (Idris) meninggalkan Mesir berkelana mengelilingi
dunia, kemudian kembali ke Mesir lagi, dan Allah mengangkatnya menjadi Rasul ketika dia
berumur 82 tahun. Kelompok lain mengatakan bahwa Idris dilahirkan dan dibesarkan di Babilonia.[2]
C.
Keahlian Nabi Idris as
Ibnu Ishak menuturkan bahwa Idris adalah orang pertama yang menulis dengan kalam. Beliau berjumpa dengan Adam selarna 308 tahun
karena umur Adam 1.000 tahun sebagaimana dalam kisahnya yang disebutkan di atas.
(Lihat: AI-Bidayah
wan ah, jilid I halaman 99).[3]
Beliau
merupakan orang
pertama yang mengajarkan politik peradaban dan menetapkan rencana pembangunan kota. Maka
setiap kelompok dari kaumnya rnulai membangun kota di negeri itu, hingga berdirilah 188 kota
di kala itu.
Nabi Idris dianugerahi kepandaian dalam
berbagai disiplin ilmu, kemahiran, serta kemampuan untuk menciptakan alat-alat
untuk mempermudah pekerjaan manusia, seperti pengenalan tulisan, matematika,
astronomi,
dan lain sebagainya. Menurut suatu kisah, terdapat suatu masa di mana
kebanyakan manusia akan melupakan Allah sehingga Allah menghukum manusia dengan bentuk kemarau yang
berkepanjangan. Nabi Idris pun turun tangan dan memohon kepada Allah untuk mengakhiri
hukuman tersebut. Allah
mengabulkan permohonan itu dan berakhirlah musim kemarau tersebut dengan
ditandai turunnya hujan.[4]
Beberapa riwayat menyebutkan bahwa nabi Idris as adalah orang yang
pertama kali menulis dengan tinta, di samping itu dia menguasai ilmu hitung,
ilmu bintang, ilmu meracik kuda serta pertama kali menjahit pakaian, sehingga
dengan kelahirannya membuat berubahnya tata pakaian di dunia
D. Dakwah Nabi Idris as.
Nabi Idris as. menurut beberapa pendapat dilahirkan dan dibesarkan di
Babil dan ada pula yang berpendapat di Mesir. Tetapi kebanyakan ulama condong
kepada pendapat yang pertama. Dan sebagai orang yang pintar beliau tidak pintar
langsung semata-mata karena wahyu Ilahi, tetapi juga melalui tahap-tahapan,
yaitu tiada bosan-bosannya dia ngaji kepada guru sekaligus embah beliau yang
tercinta nabi Syits as., baru setelah nabi Idris as. telah mencapai usia dewasa
beliau diangkat menjadi seorang nabi dan rasul yang mana telah diturunkan
kepada beliau 30 shahifah yang berisikan ajaran-ajaran agama yang harus
disebarkan kepada seluruh umatnya. Maka berdasar aturan itu disebarkan ajaran
itu kepada anak keturunan Qabil yang durhaka.[5]
Beliau
memulai berdakwah dengan melarang kaumnya melanggar syari' at Nabi Adam dan Syits. Hanya sedikit
di antara
mereka yang mau mentaatinya, kebanyakan menentangnya. Kemudian beliau berniat hijrah
meninggalkan negerinya dengan mengajak para pengikutnya yang sedikit itu. Mereka merasa
keberatan meninggalkan negeri mereka seraya berkata kepadanya "Jika kita
pergi dan sini di mana lagi kita akan menemukan negeri yang serupa (Babil)?".
Beliau menjawab: "Jika kita berhijrah karena Allah maka kita akan memperoleh
rizki yang lain". Lalu Idris dan pengikut-pengikutnya berangkat meninggalkan
negeri itu hingga tiba di negeri Mesir dan melihat sungai Nil, kemudian mereka berhenti di tepi
sungai Nil
dan bertasbih kepada Allah. Selanjutnya beliau dan para pengikutnya tingga1 di negeri itu
mengajak manusia untuk menyembah Allah dan akhlak yang mulia. (Lihat: Qishashul Anbiya' oleh An-Najjar halaman
26).[6]
Idris as.
tinggal di negeri itu selama 82 tahun, kemudian Allah mengangkat ke sisi-Nya,
sebagaimana firman-Nya: Dan Kami mengangkatnya ke martabat yang tinggi.
(Maryam:
57).
Nabi Idris
as. meninggalkan berbagai ajaran dan tata krama. Beliau mengajak kepada agama
Allah dan menyembah kepada Dzat Pencipta Yang Maha Agung lagi Maha Tinggi, membersihkan
jiwa manusia agar terhindar dari siksaan di akhirat dengan amalan yang baik di
dunia. Beliau juga menganjurkan kehidupan zuhud di dunia yang fana ini, memerintahkan ummatnya
melakukan shalat, puasa, zakat, dan bersuci dan jinabat, serta mengharamkan segala
minuman keras dan memabukkan dengan larangan yang sangat keras. Konon ada 72 bahasa yang
digunakan oleh kaumnya ketika itu, dan Allah telah mengajarkan kepadanya semua bahasa
agar beliau dapat menyampaikan ajarannya sesuai bahasa yang mereka gunakan, sebagaimana disebutkan dalam
firmanNya (yang artinya):
4.
Kami tidak mengutus seorang rasulpun, melainkan dengan bahasa kaumnya, supaya
ia dapat memberi penjelasan dengan terang kepada mereka. Maka Allah
menyesatkan siapa yang Dia kehendaki,
dan memberi petunjuk kepada siapa yang Dia kehendaki. dan Dia-lah Tuhan yang
Maha Kuasa lagi Maha Bijaksana.
(QS.
Ibrahim [14]: 4)
Nabi Idris
as, dan para pengikutnya menyeru makhluk-makhluk Allah untuk melakukan amar
ma'ruf nahi munkar dan taat kepada Allah sebagaimana dikatakan: "Bahwa
dia (Idris) menyeru untuk memeluk agama Allah, bertauhid, beribadah kepada Khaliq
(Allah), membebaskan
diri dari adzab akherat dengan beramal saleh di dunia, menganjurkan zuhud di dunia,
dan berlaku adil, memerintahkan kaumnya mengerjakan shalat sesuai dengan ajarannya, mengerjakan puasa pada
hari-hari tertentu setiap bulan, dan menganjurkan jihad melawan musuh-musult agama
mereka dan memerintahkan mengeluarkan zakat harta benda untuk membantu orangorang lemah".[1]
Dalam suatu riwayat disebutkan bahwa nabi Idris as. adalah seorang nabi
yang diutus untuk memerangi kekacauan umatnya yang sangat kufur, untuk
mengatasi pengaruh kekufuran yang kokoh diberikannya kepada beliau suatu
kekuatan yang luar biasa, yang mana kekuatan itu melebihi daripada kekuatan
umatnya, dan karena kekuatan yang dilimpahkan Allah kepada beliau maka gelar Assadul Usud didapatkannya, maksudnya
dialah seorang harimau yang di atas dari segala harimau, dan gelar ini
diberikan kepada beliau karena Idrislah orang yang berani memerangi orang-orang
yang durhaka. Namun demikian meskipun nabi Idris as. menjadi nabi yang
mempunyai kekuatan yang luar biasa tidaklah dimanfaatkan untuk alat penghancur
umatnya yang kufur. Beliau adalah orang yang sangat sabar dan kesabarannya itu
adalah merupakan manifestasi daripada kenabian yang dilimpahkan Allah kepada
beliau. Maka difirmankan oleh Allah SWT. dalam Al Qur'an bahwa Ismail, Idris,
dan Zulkifli masing-masing adalah masuk golongan ataog-orang yang sabar,
selanjutnya Allah berfirman: "Kami masukkan mereka itu ke dalam Rahmat
Kami, sesungguhnya mereka itu adalah orang-orang yang shaleh". (QS. Al
Anbiya: 86)
Setelah nabi menemukan sungai Nil dan negeri Mesir beliau menetap bersama
umatnya yang beriman dinegerinya yang baru, dan beliau hidup dalam keta'atan
dan martabat yang tinggi di negeri itu selama 82 tahun, dan setelah itu beliau
dipanggil oleh Allah ke sisinya.[2]
A. Nabi Idris Kedatangan Tamu
Nama Nabi Idris as. yang sebenarnya adalah
‘Akhnukh’. Sebab beliau dinamakan Idris, kerana beliau banyak membaca,
mempelajari (tadarrus) kitab Allah SWT. Setiap hari Nabi Idris menjahit qamis
(baju kemeja), setiap kali beliau memasukkan jarum untuk menjahit pakaiannya,
beliau mengucapkan tasbih. Jika pekerjaannya sudah selesai, kemudian pakaian
itu diserahkannya kepada orang yang menempahnya dengan tanpa meminta upah.
Walaupun demikian, Nabi Idris masih sanggup beribadah dengan amalan yang sukar
untuk digambarkan. Sehingga Malaikat Maut sangat rindu berjumpa dengan beliau.
Kemudian Malaikat Maut bermohon kepada Allah
SWT, agar diizinkan untuk pergi menemui Nabi Idris as. Setelah memberi salam,
Malaikat pun duduk.
Nabi Idris as. mempunyai kebiasaan berpuasa sepanjang
masa. Apabila waktu berbuka telah tiba, maka datanglah malaikat dari Syurga
membawa makanan Nabi Idris, lalu beliau menikmati makanan tersebut.
Kemudian baginda beribadah sepanjang malam.
Pada suatu malam Malaikat Maut datang menemuinya, sambil membawa makanan dari
Syurga. Nabi Idris menikmati makanan itu. Kemudian Nabi Idris berkata kepada
Malaikat Maut: “Wahai tuan, marilah kita nikmati makanan ini bersama-sama.”
Tetapi Malaikat itu menolaknya.
Nabi Idris terus melanjutkan ibadahnya,
sedangkan Malaikat Maut itu dengan setia menunggu sampai terbit matahari. Nabi
Idris merasa heran melihat sikap Malaikat itu.
Kemudian beliau berkata: “Wahai tuan, maukah
tuan berjalan-jalan bersama saya untuk melihat keindahan alam sekitar? Malaikat
Maut menjawab: Baiklah Wahai Nabi Allah Idris.”
Maka berjalanlah keduanya melihat alam dengan berbagai
jenis tumbuh-tumbuhan hidup di situ. Akhirnya ketika mereka sampai pada suatu
kebun, maka Malaikat Maut berkata kepada Nabi Idris as.: “Wahai Idris, adakah
tuan izinkan saya untuk mengambil ini untuk saya makan? Nabi Idris pun
menjawab: Subhanallah, mengapa malam tadi tuan tidak mau memakan makanan yang
halal, sedangkan sekarang tuan mau memakan yang haram?”
Kemudian Malaikat Maut dan Nabi Idris
meneruskan perjalanan mereka. Tidak terasa oleh mereka bahwa mereka telah berjalan-jalan
selama empat hari. Selama mereka bersahabat, Nabi Idris menemui beberapa
keanehan pada diri temannya itu. Segala tindak-tanduknya berbeda dengan
sifat-sifat manusia biasa. Akhirnya Nabi Idris tidak dapat menahan hasrat ingin
tahu.
Kemudian beliau bertanya: “Wahai tuan,
bolehkah saya tahu, siapakah tuan yang sebenarnya? Saya adalah Malaikat Maut.”
“Tuankah yang bertugas mencabut semua nyawa
makhluk?” “Benar ya Idris.”
“Sedangkan tuan bersama saya selama empat
hari, adakah tuan juga telah mencabut nyawa-nyawa makhluk?”
“Wahai Idris, selama empat hari ini banyak
sekali nyawa yang telah saya cabut. Roh makhluk-makhluk itu bagaikan hidangan
di hadapanku, aku ambil mereka bagaikan seseorang sedang menyuap-nyuap
makanan.”
“Wahai Malaikat, apakah tujuan tuan datang,
apakah untuk ziarah atau untuk mencabut nyawaku?”
“Saya datang untuk menziarahimu dan Allah SWT
telah mengizinkan niatku itu.”
“Wahai Malaikat Maut, kabulkanlah satu
permintaanku kepadamu, yaitu agar tuan mencabut nyawaku, kemudian tuan mohonkan
kepada Allah agar Allah menghidupkan saya kembali, supaya aku dapat menyembah
Allah Setelah aku merasakan dahsyatnya sakaratul maut itu.”
Malaikat Maut pun menjawab: “Sesungguhnya
saya tidaklah mencabut nyawa seseorang pun, melainkan hanya dengan izin Allah.”
Lalu Allah SWT mewahyukan kepada Malaikat
Maut, agar ia mencabut nyawa Idris as. Maka dicabutnyalah nyawa Idris saat itu
juga. Maka Nabi Idris pun merasakan kematian ketika itu.
Di waktu Malaikat Maut melihat kematian Nabi
Idris itu, maka menangislah ia. Dengan perasaan iba dan sedih ia bermohon
kepada Allah supaya Allah menghidupkan kembali sahabatnya itu. Allah
mengabulkan permohonannya, dan Nabi Idris pun dihidupkan oleh Allah SWT
kembali.
B. Malaikat Izrail Membawa Nabi Idris ke Syurga dan Neraka
Kemudian Malaikat Maut memeluk Nabi Idris,
dan ia bertanya: “Wahai saudaraku, bagaimanakah tuan merasakan kesakitan maut
itu? Seperti seekor binatang dikelupas kulitnya ketika ia masih hidup, maka
sakitnya maut itu seribu kali lebih sakit daripadanya. Padahal-kelembutan yang
saya lakukan terhadap tuan, ketika saya mencabut nyawa tuan itu, belum pernah
saya lakukan terhadap siapa pun sebelum tuan. Wahai Malaikat Maut, saya
mempunyai permintaan lagi kepada tuan, yaitu saya sungguh-sungguh berhasrat
melihat Neraka, supaya saya dapat beribadah kepada Allah SWT lebih banyak lagi,
setelah saya menyaksikan dahsyatnya api neraka itu. Wahai Idris as. saya tidak
dapat pergi ke Neraka jika tanpa izin dari Allah SWT.”
Akhirnya Allah SWT mewahyukan kepada Malaikat
Maut agar ia membawa Nabi Idris ke dalam Neraka. Maka pergilah mereka berdua ke
Neraka. Di Neraka itu, Nabi Idris as. dapat melihat semua yang diciptakan Allah
SWT untuk menyiksa musuh-musuh-Nya. Seperti rantai-rantai yang panas, ular yang
berbisa, api yang membara, timah yang mendidih, air panas yang mendidih dan
lain-lain.
Setelah merasa puas melihat keadaan Neraka
itu, maka mereka pun pulang. Kemudian Nabi Idris as. berkata kepada Malaikat
Maut: “Wahai Malaikat Maut, saya mempunyai hajat yang lain, yaitu agar tuan
dapat menolong saya membawa masuk ke dalam Syurga. Sehingga saya dapat melihat
apa-apa yang telah disediakan oleh Allah bagi kekasih-kekasih-Nya. Setelah itu
saya pun dapat meningkatkan lagi ibadah saya kepada Allah SWT. Saya tidak dapat
membawa tuan masuk ke dalam Syurga, tanpa perintah dari Allah SWT.” Jawab
Malaikat Maut.
Lalu Allah SWT pun memerintahkan kepada
Malaikat Maut supaya ia membawa Nabi Idris masuk ke dalam Syurga.
Kemudian pergilah mereka berdua, sehingga
mereka sampai di pintu Syurga dan mereka berhenti di pintu tersebut. Dari situ
Nabi Idris dapat melihat pemandangan di dalam Syurga. Nabi Idris dapat melihat
segala macam kenikmatan yang disediakan oleh Allah SWT untuk para wali-waliNya.
Berupa buah-buahan, pokok-pokok yang indah dan sungai-sungai yang mengalir dan
lain-lain.
Kemudian Nabi Idris berkata: “Wahai saudaraku
Malaikat Maut, saya telah merasakan pahitnya maut dan saya telah melihat
dahsyatnya api Neraka. Maka maukah tuan memohonkan kepada Allah untukku, agar
Allah mengizinkan aku memasuki Syurga untuk dapat meminum airnya, untuk
menghilangkan kesakitan mati dan dahsyatnya api Neraka?”
Maka Malaikat Maut pun bermohon kepada Allah.
Kemudian Allah memberi izin kepadanya untuk memasuki Syurga dan kemudian harus
keluar lagi. Nabi Idris pun masuk ke dalam Syurga, beliau meletakkan terompanya
di bawah salah satu pohon Syurga, lalu ia keluar kembali dari Syurga. Setelah
beliau berada di luar, Nabi Idris berkata kepada Malaikat Maut: “Wahai Malaikat
Maut, aku telah meninggalkan terompaku di dalam Syurga.
Malaikat Maut pun berkata: Masuklah ke dalam
Syurga, dan ambil terompa tuan.”
Maka masuklah Nabi Idris, namun beliau tidak
keluar lagi, sehingga Malaikat Maut memanggilnya: “Ya Idris, keluarlah!. Tidak,
wahai Malaikat Maut, kerana Allah SWT telah berfirman bermaksud:
“Setiap yang berjiwa akan merasakan mati.” (Ali-Imran:
185)
Sedangkan saya telah merasakan kematian. Dan Allah
berfirman yang bermaksud:
“Dan tidak ada seorang pun daripadamu, melainkan
mendatangi Neraka itu.” (Maryam: 71)
Dan saya pun telah mendatangi Neraka itu. Dan firman
Allah lagi yang bermaksud:
“… Dan mereka sekali-kali tidak akan dikeluarkan
daripadanya (Syurga).”
(Al-Hijr: 48)
(Al-Hijr: 48)
Maka Allah menurunkan wahyu kepada Malaikat
Maut itu: “Biarkanlah dia, kerana Aku telah menetapkan di azali, bahwa ia akan
bertempat tinggal di Syurga.”
Allah menceritakan tentang kisah Nabi Idris
ini kepada Rasulullah SAW dengan firman-Nya bermaksud: “Dan ceritakanlah (hai
Muhammad kepada mereka, kisah) Idris yang tersebut di dalam Al-Quran.
Sesungguhnya ia adalah seorang yang sangat membenarkan dan seorang Nabi. Dan
kami telah mengangkatnya ke martabat yang tinggi.” (Maryam: 56-57)
A.
Nabi Idris di dalam Al-Qur’an dan Hadits
Terdapat empat ayat yang berhubungan dengan
Idris dalam Al-Qur’an, dimana ayat-ayat tersebut saling terhubung didalam Surah Maryam
(Maryam) dan Surah Al-Anbiya’ (Nabi-nabi).
Dan ceritakanlah (hai Muhammad
kepada mereka, kisah) Idris (yang tersebut) di dalam Al-Quran.
Sesungguhnya ia adalah seorang yang sangat membenarkan dan seorang nabi. Dan Kami telah
mengangkatnya ke martabat yang tinggi.
(Qur’an 19:56-57)
“
|
Dalam sebuah
hadits,
Idris disebutkan sebagai salah seorang dari nabi-nabi pertama yang
berbicara dengan Muhammad dalam salah satu surga selama Mi’raj.
·
Diriwayatkan dari Abbas bin Malik: … Gerbang telah terbuka, dan ketika aku
pergi ke surga keempat, disana aku melihat Idris. Jibril berkata
(kepadaku). ‘Ini adalah Idris; berilah dia salammu.’ Maka aku mengucapkan salam
kepadanya dan ia mengucapkan salam kepadaku dan berkata. ‘Selamat datang, O
saudaraku yang alim dan nabi yang saleh.; … Sahih Bukhari
5:58:227
Idris
dipercayai sebagai seorang penjahit berdasarkan hadits ini:
·
Ibnu Abbas
berkata, “Daud adalah seorang pembuat perisai, Adam seorang petani, Nuh seorang
tukang kayu, Idris seorang penjahit dan Musa adalah penggembala.” (dari
al-Hakim)
Nabi Idris
a.s. juga banyak meninggalkan mutiara hikmah untuk sekalian umat manusia,
antara lain:
a. "Sebaik-baik
dunia adalah kerugian,dan sejelek-jeleknya adalah penyesalan.
b."Orang yang
bahagia adalah orang yang mau melihat dirinya sendiri, dan syafaat baginya di
sisi Tuhannya adalah amal shaleh".
c."Kesabaran yang
disertai iman akan melahirkan kemenangan" Dan masih banyak lagi kata mutiara yang
lainnya.
Sedangkan
Menurut Afif Abdul Al-Fatah Thabbarah, Idris dan para pengikutnya menyeru makhluk-makhluk Allah
untuk melakukan amar ma’ruf nahi munkar dan taat kepada Allah sebagaimana
dikatakan, “Bahwa dia (Idris) menyeru untuk memeluk agama Allah bertauhid,
beribadah kepada Khaliq, (Allah), membebaskan diri dari adzab akherat dengan
beramal saleh di dunia, menganjurkan zuhud di dunia dan berlaku adil,
memerintahkan kaumnya mengerjakan shalat sesuai dengan ajarannya, mengerjakan
puasa pada hari-hari terntentu setiap bulan, dan menganjurkan jihad melawan
musuh-musuh agama mereka dan memerintahkan mengeluarkan zakat harta benda untuk
membantu orang-orang lemah.
Intisari dari seluruh
ajarannya adalah, bahwa iman kepada Allah bisa mewariskan keberuntungan.
Dan tujuan
pokok dari shalat mayit adalah penghormatan menurut pandangan pribadinya, dan yang memberi
syafaat hanyalah Allah sesuai dengan aural salehnya. Di antara perkataan-perkataannya :
- Seseorang tidak mungkin mensyukuri nikmat Allah seimbang dengan nikmat yang diberikan kepadanya.
- Apabila Allah menyeru kamu sekalian, maka berniatlah dengan ikhlas, kerjakan puasa, shalat dan semua perintah-Nya. Janganlah berbuat dengki kepada orang lain yang bernasib baik karena sebenarnya harta yang mereka miliki itu hanyalah sedikit.
- Menumpuk harta secara berlebihan sebenarnya tidak mambari manfaat sama sekali terhadap dirinya.
- Kehidupan orang itu hendaknya mengandung hikmah.
[1]Afif
Abdu Al-Fatah Thabbarah, op. cit., hal. 78.
[2] Rafi’udin, op. cit., hal. 19
Post a Comment