“Bersabarlah (hai Muhammad) dan tiadalah kesabaranmu itu melainkan dengan
pertolongan Allah dan janganlah kamu bersedih hati terhadap (kekafiran) mereka
dan janganlah kamu bersempit dada terhadap apa yang mereka tipu dayakan.
Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang bertakwa.”
(an-Nahl [16]: 127-128)
Ketika putra Nabi Muhammad, Ibrahim
meninggal dunia, beliau pun bersedih bahkan menangis. Tetapi kesedihan yang
terkendali. Sahabat beliau, Abdurahman bin ‘Auf, yang melihat air mata bercucur
di pipi beliau lalu bertanya, “Engkau juga wahai Rasul? Yakni menangis seperti
manusia yang lain?” Beliau menjawab, “Ini adalah rahmat.” Dalam riwayat lain
disebutkan bahwa beliau bersabda, “Sesungguhnya mata berlinang, dan
sesungguhnya hati haru, namun kita tidak berucap kecuali apa yang diridhai
Allah, dan sungguh dengan kepergianmu- wahai anakku- Ibrahim, kami semua
bersedih.”
Demikian
Nabi Muhammad membolehkan umatnya bersedih ketika ditimpa suatu musibah, tetapi
tidak melampaui batas. ‘Aidh al-Qarni mengingatkan, jalanilah hidup hari ini
seolah-oleh menjadi hari yang terakhir bagi hidup kita. Dengan pola pikir dan
sudut pandang hidup semacam ini, maka kita tidak lagi memiliki alasan untuk
membiarkan kesedihan mencuri sedikit waktu yang kita miliki. Dalam sebuah
hadits Rasulullah bersabda, “Ketika pagi hari tiba, janganlah kamu berharap
untuk bertemu sore hari dan ketika kamu bertemu malam hari, janganlah kamu berharap
bertemu pagi hari.” Dengan kata lain, hiduplah dengan hati, tubuh, dan jiwa
hanya untuk hari ini saja tanpa menjelajahi masa lalu dan tanpa merasa khawatir
dengan masa depan.
Seorang bijak berkata, bahwa ada dua
hari dalam hidup ini yang sama sekali tak perlu dikhawatirkan. Yang pertama;
hari kemarin. Kita tak bisa mengubah apa pun yang telah terjadi. Kita tak bisa
menarik perkataan yang telah terucapkan. Kita tak mungkin lagi menghapus
kesalahan, dan mengulangi kegembiraan yang kita rasakan kemarin. Biarkan hari
kemarin lewat, lepaskan saja. Yang kedua, hari esok. Hingga mentari esok hari
terbit, kita tak tahu apa yang akan terjadi. Kita tak bisa melakukan apa
esok hari. Kita tak mungkin sedih atau
ceria di esok hari. Esok hari belum tiba; biarkan saja.
Yang tersisa kini hanyalah hari ini.
Pintu masa lalu telah tertutup; pintu masa depan pun belum tiba. Pusatkan saja
diri kita untuk hari ini. Kita dapat mengerjakan lebih banyak hal hari ini bila
kita mampu memaafkan hari kemarin dan melepaskan ketakutan akan esok hari.
Terapi
Mengatasi Kesedihan
- Rajin Membaca Al-Quran
Membaca
al-Qur’an dapat mengurangi rasa sedih dalam diri kita, karena dengan membaca
al-Qur’an jiwa menjadi damai dan tentram.
- Mengerjakan Sholat Sunnah
Mendirikan
sholat-sholat sunnah, baik rawatib, dhuha, hajat, taubat, tasbih, dan lain-lain- yang dikerjakan dengan khusyu’
dan tuma’ninah sangat efektif mengatasi kegalaun dan kegundahan hati.
- Berdoa kepada Allah
Berdoa
kepada Allah bertanda bahwa kita manusia yang lemah dan tidak berdaya. Banyak
hal yang kita inginkan tapi tidak bisa kita lakukan. Dengan berserah diri
kepada Allah melalui doa yang khusyu’ kita akan menjadi lebih tenang dan damai.
Berkenaan dengan hal ini, Rasulullah sebuah doa- agar terhindar dari kesedihan
- Berprasangka baik kepada Allah
Kita
sebagai manusia biasa pasti pernah mengalami kesedihan dan kemalangan. Semuanya
itu adalah ujian dari Allah yang bertujuan menguji keimanan dan ketaqwaan kita.
Oleh karena itu, kita harus berprasangka baik pada ketentuan Allah. Dengan berprasangka kepada Allah, Insya Allah
kehidupan kita akan menjadi lebih baik.
- Meningkatkan Kualitas Keimanan
Post a Comment