Hadirin dan hadirat yang berbahagia.
Sejak tadi malam, kita mendengar gema takbir, tahlil, tahmid dan tasbih yang berkumandang di seluruh
angkasa jagad raya- mengagungkan asma-asma Allah. Jauh di dalam lubuk hati
terdalam, kita merasakan kesedihan dan kegembiraan yang bersamaan. Kita bersedih karena telah meninggalkan bulan
suci Ramadhan, kita tidak tahu apakah tahun depan, kita dapat bertemu ramadhan
lagi atau tidak. Kita bergembira karena tiba pada hari kemenangan
yang berbahagia ini.
Di pagi hari yang indah, cerah, dan mulia ini, marilah
kita bersyukur kepada Allah dengan terus meningkatkan keimanan dan ketakwaan
kita. Allahu akbar, Allahu akbar, Allahu akbar, walillahil hamd.
Hadirat dan hadirat yang berbahagia
Allah berfirman dalam al-Qur’an, “Hendaklah kalian sempurnakan bilangan (puasa-mu), dan besarkanlah
Allah atas petunjuk-Nya padamu supaya kalian bersyukur.” (QS: 2; 185). Rangkaian
ayat di ini mengajarkan kepada kita bahwa setelah selesai menjalankan ibadah
puasa, kita harus membesarkan Allah dan bersyukur kepada-Nya.
membesarkan Allah, dan mengecilkan apa saja selain
Allah. Dalam ibadah
puasa, takbir kita cerminkan dengan mengecilkan pengaruh hawa nafsu dan
menghidupkan kebesaran Allah dalam hati kita. Ketika kita membaca al-Qur’an, kita mengecilkan
seluruh pembicaraan manusia, dan hanya membesarkan Kalamullah. Ketika kita
berdiri shalat malam di bulan Ramadhan, kita kecilkan seluruh urusan dunia ini,
dan hanya membesarkan perintah Allah. Seluruh ibadah kita adalah takbir.
Seluruh ibadah dimaksudkan untuk mengecilkan apa pun selain Allah Yang
Mahatinggi.
Setelah menyelesaikan seluruh ibadah ini, Allah juga
memerintahkan kita untuk bertakbir. Bukankah dalam tarawih dan tadarus kita
sudah membesarkan Allah? Bukankah pada malam dan hari Idul Fithri kita sudah bertakbir? Mengapa kita masih harus
bertakbir lagi, mengapa kita masih harus membesarkan Allah lagi?
Allah tahu, kita sering bertakbir dalam ibadah-ibadah
kita, tetapi melupakan takbir di luar itu. Kita besarkan Allah di masjid,
tetapi di luar masjid kita agungkan kekayaan, kekuasaan, kedudukan; kita
besarkan hawa nafsu, kepentingan, dan pikiran kita. Di atas sajadah sembahyang kita sujud khusyuk, tetapi di kantor,
pasar, ladang, dan
di tengah-tengah masyarakat, kita lupakan Allah- kita gantikan takbir
dengan takabbur.
Ketika duduk di kantor, kita campakkan perintah-perintah
Allah. Jabatan yang seharusnya kita gunakan untuk memakmurkan Negara, melayani
rakyat, membela yang lemah, menyantuni yang memerlukan pertolongan, kita
manfaatkan untuk memperkaya diri.
Ketika kita menjalankan bisnis dan berusaha, seakan-akan
Allah tidak pernah hadir dalam hati sanubari kita. Terkadang dalam menjalankan
bisnis itu, kita tidak lagi memperdulikan halal dan haram, yang menjadi tujuan
kita hanyalah keuntungan semata. Padahal Allah Swt telah mengingatkan kita
dalam al-Qur’an (QS.
Al-Baqarah [2]; 188),
“Janganlah kamu memakan harta sesamamu dengan jalan bathil.”
Di tengah-tengah kehidupan bermasyarakat, kita tidak lagi
mendengar firman Allah yang mengajarkan kejujuran, keikhlasan, kasih sayang, dan amal
shaleh. Sebaliknya, dengan setia kita mengikuti petunjuk iblis untuk melakukan
penipuan, kemunafikan, kekerasan hati, dan penindasan. Allah yang kita besarkan
dalam shalat dan doa kita, kita lupakan dalam kehidupan kita.
Di masjid kita bertakbir (mengagungkan nama Allah),
tetapi ditengah-tengah kehidupan bermasyarakat kita takabbur (sombong). Bahkan
banyak di antara kita yang shalatnya khusyuk tetapi khusyuk pula dalam merampas
hak orang lain. Tidak sedikit orang yang fasih melafalkan al-Qur’an, tetapi
fasih pula dalam memperdaya dan menipu orang lain. Banyak orang yang
rajin puasa wajib maupun sunnah, tetapi tidak putus pula perbuatan dosanya.
Lihatlah diri kita, betapa kita terpesona akan gelar
akademik yang kita miliki, harta dan anak yang menemani kita, istri/suami yang
melayani kita bahkan sandang, pangan dan papan yang menjadi incaran kita.
Allahu Akbar! Tidak ada Tuhan kecuali Engkau. Ampuni
kealpaan dan kekhilafan kami. Wahai Yang Pengasih dan Penyayang. Beri kami
kemampuan untuk menggemakan takbir dalam seluruh kehidupan kami. Allahu Akbar
walillahil-hamd.
Hadirin dan Hadirat Yang di muliakan Allah.
Setelah perintah takbir kita juga diperintahkan bersyukur.
Bersyukur yang benar adalah manakala kita bertakbir di-iringi dengan menggunakan
nikmat-nikmat Allah untuk membesarkan asma-Nya, menjunjung tinggi syariat-Nya,
menghidupkan agama-Nya, dan menyayangi hamba-hamba-Nya. Sebagaimana yang
dikemukakan Allah Swt :
“Dan nikmat Tuhanmu, kabarkanlah.” (QS. 93:11)
Makna mengabarkan nikmat ialah menyebarkan nikmat yang
kita peroleh kepada orang
lain. Kita bagikan kebahagiaan kita kepada orang lain. Semakin banyak orang ikut
merasakan nikmat yang kita peroleh, makin bersyukurlah kita. Kita gunakan
nikmat kekuasaan, kekayaan, dan pengetahuan, untuk sebesar-besarnya mewujudkan
kehendak Allah.
Jika saat ini kita mendapat amanah berupa kekayaan, gunakanlah
kekayaan itu untuk membantu orang-orang miskin yang tidak sanggup membayar
biaya berobat ke rumah sakit, membantu biaya pendidikan anak-anak yatim, miskin
dan yang kurang mampu, serta meringankan derita orang-orang yang membutuhkan
pertolongan.
Jika saat ini kita mendapat amanah berupa ilmu yang luas,
gunakanlah ilmu itu untuk memberi petunjuk kepada orang-orang yang bingung, menasehati orang-orang yang
menderita, serta
memberi pengetahuan kepada orang-orang yang bodoh.
Jika saat
ini kita mendapat amanah berupa kekuasaan, gunakanlah kekuasaan itu untuk melindungi orang yang lemah, melawan kezaliman, menegakkan
keadilan dan kebenaran, sehingga ketika kita meninggalkan dunia yang fana
ini, semua orang menangis karena kehilangan pemimpin yang kekuasaannya
mendatangkan nikmat kepada mereka.
Jika saat
ini kita bukanlah orang yang kaya, berilmu tinggi dan memiliki kekuasaan, tidak
perlu berkecil hati. Lakukanlah apa pun amal shaleh yang bisa kita lakukan
untuk meringankan beban dan penderitaan orang lain. Insyaallah, Allah akan
membalas kebaikan itu dengan lebih baik.
Manakala kita sudah
berusaha sekuat tenaga untuk bertakbir
(mengagungkan asma Allah) dan bersyukur dengan berbagi kebahagian kepada orang
lain. Allah pasti
akan melipatkan gandakan nikmata-Nya untuk kita. Sebagaimana janji Allah Swt, dalam al-Qur’an:
Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu memaklumkan, “Sesungguhnya jika kamu
bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu, tetapi jika kamu
mengingkari (nikma-Ku), maka pasti azab-Ku sangat berat.” (QS. Ibrahim
[14] : 7)
Al-Qur’an dimulai dengan nama Allah- Bismillah- dan
diakhiri dengan nama manusia- An-Nas. Shalat dumulai dengan takbiratul ihram-
penghormatan kepada Allah- dan diakhiri dengan assalamu’alaikum- penghormatan
kepada manusia. Puasa dimulai dengan menahan makan, dan diakhiri dengan memberi makanan
kepada orang lain. Bukankah itu semua menunjukkan bahwa amal shaleh seorang muslim selalu
dimulai dengan takbir, dan diakhiri dengan syukur- dimulai dengan membesarkan Allah, dan diakhiri dengan
mendatangkan manfaat kepada sesama manusia.
Post a Comment