Ahmad Tohari, dalam berhala
kontemporer mengisahkan tentang seorang Ibu rumah tangga Idjem terpaksa berjualan bakso untuk menghidupi
keluarganya. Suaminya yang seharusnya memenuhi kebutuhan keluarga justru
mengabaikan kewajibannya sebagai kepala rumah tangga untuk menafkahi
keluarganya, apa yang menjadi kewajibannya suami Idjem hampir tidak pernah
dilaksanakannya. Hari-harinya dihabiskan dengan tidur-tiduran, ngobrol
bersama-sama teman-temannya. Jelas saja hal ini membuat istrinya sangat marah,
kesal dan kecewa. Sampailah pada suatu ketika kekesalan, kekecewaan Idjem tak
terbendung lagi, terjadilah pertengkaran hebat antara Idjem dan suaminya, yang
berakhir dengan kematian suaminya. Sudah pasti peristiwa ini mengantarkan Idjem
ke penjara. Di dalam penjara Idjem pernah mengikuti Musabaqah Tilawatil
al-Qu’ran antar nara pidana, dalam lomba tersebut Idjem mendapat juara harapan dua.
Mungkin fenomena Idjem pandai membaca al-Qur’an kemudian melakukan tindakan
kriminal. Siapapun pasti bisa memaklumi dan memahami. Idjem yang menanggung
beban berat dan ditambah dengan pendidikan yang rendah bisa saja khilaf. Tetapi
apa bisa dimaklumi dan dipahami adanya
dugaan penyalah-gunaan Dana Abadi Umat (DAU) yang dilakukan sekelompok orang
yang mempunyai status terhormat di tengah masyarak dan memiliki pendidikan
tinggi.
Fungsi Haji
Prof. Quraish Shihab, dalam khutbahnya ketika haji wada (Haji perpisahan) Nabi
SAW memesankan beberapa pedoman hidup manusia, yaitu: 1)persamaan; 2) keharusan
memelihara jiwa, harta dan kehormatan orang lain dan 3) larangan melakukan
penindasan atau pemerasan terhadap kaum lemah dalam semesta aspek kehidupan
(Membumikan al-Qur’an, 1992, 334).
Rasulullah saw mengatakan, “Sesungguhnya jihad yang paling utama adalah
haji mabrur.” (H.R. Bukhari Muslim). Rangkaian Ibadah haji adalah berjalan
menuju dan menetap di Arafat, Masy’ar, dan Mina. Menuruf Ali syariati, Arafat berarti
pengetahuan dan sain, Masy’ar berarti kesadaran dan pengertian, Mina berarti
cinta dan keyakinan. Jadi Arafat, Masy’ar dan Mina adalah satu kesatuan yang
berujung pada manusia sempurna laksana bayi yang terlahir kembali.
Jika Arafat (pengetahuan) maka seyogyanya para hujjaj dituntut untuk
mengetahui bahwa perintah melaksanakan ibadah haji bukanlah suatu ibadah yang
hanya berangkat ke ka’bah kemudian serta merta mendapat prediket haji mabrur. Bagi
Cak-nur (Nurcholis Madjid) Haji itu tidak hanya berupa ritual ibadah yang
semata-mata hanya untuk menjalankan perintah dan memperoleh ridha Allah,
melainkan lebih dari itu. Yaitu, napak-tilas perjalanan hamba-hamba Allah yang
suci, Nabi Ibrahim, Hajar, dan Nabi Isma’il, yang peristiwanya sangat historis,
dan karenanya banyak memberikan pelajaran bagi kaum yang mengetahui dan
memperhatikannya.
Kemudian Masy’ar yang berarti kesadaran dan pengertian. Timbulnya kesadaran
bahwa Untuk mencapai derajat haji
mabrur, haji harus disadari sebagai peristiwa hati, masa menengok keimanan
kepada Tuhan, keadilan, kebenaran, perdamaian, dan kemakmuran bagi seluruh
rakyat. Di tengah haji semestinya diingat bahwa masih banyak penduduk Indonesia
yang berada dibawah garis kemiskinan dan membutuhkan uluran tangan. (Komaruddin
Hidayat.,1997)
Mina yang berarti cinta dan keyakinan,
adalah setelah menyelesaikan ibadah haji para hujjaj menjadi lebih baik.
Kebaikan ditandai dengan meningkatnya kesolehan spiritual maupun kesalehan sosial.
Kesalehan sosial itu terlihat dengan tumbuhnya sikap peduli terhadap sesama
dengan aksi-aksi kongkret yang langsung menyentuh grass root. Misalnya:
mendirikan lembaga pendidikan sosial keagamaan, menyantuni fakir miskin dan
lain-lain. Sesuai dengan pesan nabi sendiri pada pidato arafah, bahwa umat Islam itu bersaudara maka sudah
semestinya untuk saling tolong-menolong.
Istilah haji sosial dikemukakan oleh Fariduddin al-Attar dalam Warisan Para
Awliya yang kemudian diangkat kembali oleh M. Sobary dalam Moralitas Kaum
Pinggiran mengisahkan tentang seorang sufi Abdullah bin Mubarak yang baru saja
menunaikan ibadah haji bersama ratusan hujjaj. Dalam ru’yah fi al-manam (inspirasi rohani dalam mimpi sadar) diketahui
bahwa tak seorang pun dan jemaah haji itu yang diterima, justru tukang sepatu
di Damaskus yang tidak pergi ketanah Suci hajinya diterima. Setelah diselidiki,
seorang tukang sepatu yang bernama Ali bin Muwaffak telah mengumpulkan selama
tiga puluh tahun untuk berhaji. Ketika tiba saatnya, tetangganya tampak hidup
nelongso (sengsara). Akhirnya, uang yang sedianya digunakan berhaji diberikan
kepada tetangganya dengan niat bahwa pemberian itulah hajinya. (Ahmad Najib Burhani.,84)
Misi yang diemban dari pelaksanaan Ibadah haji itu adalah terciptanya ukhuwah
islamiyah, baik sesama umat beragama terlebih lagi dengan umat yang berbeda
agama. Berusaha meingkatkan tarap hidup sesama umat beragama baik itu dari
aspek sosial, ekonomi, pendidikan, Politik dan Budaya . Dengan demikian manifestasi dari ibadah
haji itu tumbuhnya komitmen sosial.
Post a Comment