Kesepian, kecemasan, ketakutan,
kekosongan makna adalah beberapa gejala kejiwaan yang menerpa jiwa masyarakat
kontemporer. Semua itu terjadi karena sebagian besar masyarakat kontemporer
tidak menyadari dan mengerti bagaimana menata hidup kearah yang lebih baik. Ada
ketidakseimbangan value yang terjadi dalam kehidupan masyarakat
kontemporer. Misalnya saja- masyarakat kontemporer seringkali lebih
memperhatikan penampilan fisik an-sich. Ketimbang memperhatikan
kebutuhan pola pikir dan jiwanya. Mereka takut bila pakaian yang disandang
dikatakan ketinggalan zaman- norak alias kurang modis. Padahal manusia hidup
terdiri dari tubuh yang menggerakkan, pikiran yang mengendalikan, dan jiwa yang
menghidupi. Tanpa salah satu dari ketiga unsur itu, manusia belum bisa disebut
manusia. Gabungan ketiga unsur tersebut mutlak bagi eksistensi manusia.
Dalam Harian Republika dijelaskan ada
beberapa jenis rasa takut diantaranya:
Pertama ada ketakutan yang sehat. Ragam ketakutan
ini dibutuhkan untuk mengantisipasi kemungkinan terburuk dalam hidup. Supaya
manusia bisa mencari solusi menghadapi kenyataan yang buruk. Contohnya, seorang
perokok yang takut menderita kanker akibat merokok. Tanpa mengambil langkah
untuk berhenti merokok dan menghilangkan penyebab utama ketakutan (rokok), maka
ketakutan tidak akan menjadi hal baik dalam hidup.
Lalu
ada ketakutan yang seimbang. Maksudnya kombinasi seimbang antara ketakutan
dalam pikiran dan penderitaan yang ditimbulkan dapat menjadikan motivasi untuk
menghilangkan keadaan yang tidak menyenangkan. Kadang perasaan takut diperlukan
sebagai langkah awal menghilangkan ketidak berdaryaan.
Sebagian rasa takut biasanya
berhubungan erat dengan rasa sakit. Misalnya takut ketinggian karena takut
sakit ketika jatuh. Beberapa pakar mengategorikan rasa takut sebagai bagian
dari emosi yang secara mendasar dimiliki manusia.
Perasaan takut juga merupakan
mekanisme pertahanan diri. Umumnya timbul sebagai respon atas kondisi negatif
yang di sekitar manusia. Di sejumlah kasus rasa takut menimbulkan efek samping
bawah sadar manusia atau pada otak manusia yang tidak sadar dampaknya yang
paling mudah diketahui adalah terjadinya mimpi buruk.
Ketika merasa takut, seseorang sangat
mungkin mengalami beberapa level emosi. Ekspresi wajah yang menyiratkan
perasaan itu dapat berupa mata yang membelalak, karena tidak mengantisipasi
keadaan yang tiba-tiba terjadi. Pupil mata mengecil. Atau, pingsan –di beberapa
kasus ketakutan yang ekstrem.
Rasa takut adalah bagian dari proses
menuju penyempurnaan diri. Dia menyentakkan ego terdalam kita untuk segera
bertindak melakukan sesuatu. Ketakutan adalah pertanda kita telah terlalu lama
berdiam diri menghindari resiko. Sebagai contoh, Robert T Kiyosaki,
mengemukakan bahwa orang-orang yang terpenjara dalam jeruji “emosi ketakutan”
menyebabkan mereka menjadi pengecut seringkali merapalkan kata-kata: Rasa aman,
bukannya kebebasan. Hindari resiko, bukannya belajar mengelola resiko. Cari
aman, bukannya pakai otak. Aku tak mampu, bukannya bagaimana supaya aku bisa melakukannya.
Terlalu mahal, bukannya berapa nilai, jangka panjangnya. Melakukan banyak hal, bukannya pemusatan. Apa yang akan dikatakan
teman-temanku bukannya bagaimana menurutku.
Bayang-bayang kengerian akan
menyembulkan rasa takut yang selalu menghantui pola pikir orang-orang yang
merasa lemah serta memandang remeh dirinya. Dia merasa seakan-akan berada pada
posisi seperti telur diujung tanduk dalam artian dia sudah tidak lagi mempunyai
pilihan selain menyesali diri. Terkadang orang-orang seperti ini merapalkan
kata-kata: “Oh Tuhan kenapa kau ciptakan
aku dalam keadaan seburuk ini, aku sudah tidak kuat lagi Tuhan”. Dia sudah
tidak sanggup lagi sekedar untuk tersenyum apalagi mengerahkan kemampuannya berusaha
melejitkan potensi dirinya, karena jiwanya terlalu rapuh serta terlanjur
dijangkiti rasa takut yang kronis.
Sebagai contoh, tatkala seseorang
berucap, “saya tidak mau mengambil resiko, jadi saya tidak berani melakukan hal
itu”. Itu menandakan bahwa dia berada pada zona ketakutan. Agar seseorang dapat
menyelamatkan diri dari zona ketakutan, salah-satu langkah yang harus ditempuh
diantaranya melakukan intropeksi ke dalam diri
bahwa ia telah melakukan tindakan
bodoh. Kemudian beranilah menanyakan kepada ego terdalam, “Mengapa saya takut mengambil
resiko sementara ada sebagian orang berani mengambil resiko melakukan hal itu
dan tidak mati karena pilihannya. Dengan metode ini barangkali seseorang lebih
mudah mengintropeksi diri bahwa ia memiliki banyak kesempatan untuk
menghentikan rasa takut yang bersarang dalam dirinya.
Rasa
takut bisa bersumber dari takut penolakan, penghinaan, ancaman kelaparan,
penyiksaan, dan pembunuhan merupakan bayang-bayang kengerian yang paling
ditakuti umat manusia sejagad. Tengoklah kisah petualangan Nabi Muhammad tercinta sejak usia dini hidupnya
diramaikan oleh serangkaian penolakan, penghinaan, ancaman kelaparan,
penyiksaan dan pembunuhan. Namun melalui berbagai bentuk derita yang mengharu
biru dalam ukuran manusia itu merupakan pergulatan metamorfosis yang pada
akhirnya menghantarkan beliau menjadi insan kamil. Sebagaimana yang difirmankan
Allah dalam Al-Qur’an, “Sungguh, Kami pasti akan terus menerus menguji kamu
berupa sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan.
Dan sampaikanlah berita gembira kepada orang-orang yang bersabar. (QS.
Al-Baqarah (Sapi Betina) [2]:155)
Dalam
pandangan Robert T Kiyosaki orang menjadi berani karena dia dapat
belajar bagaimana mengelola emosi ketakutan menjadi lebih berani. Karena rasa
takut yang diikuti rasa berani dapat menelurkan sosok manusia yang berani
melangkah dengan hati-hati. Kehati-hatian dan perhitungan yang matang ketika
melangkah atau menentukan suatu tujuan merupakan “jalan benar” menuju puncak
tertinggi kesuksesan.
Lalu muncul pertanyaan, mengapa
sebagian besar orang tidak berhasil terbebas dari rasa takut? Secara
psikologis, Menurut Komaruddin Hidayat dalam bukunya psikologi kematian.
“Jika ditilik lebih dalam lagi, muncul sebuah fenomena ketakutan menghadapi
kematian. Berbagai bentuk ancaman kelaparan, penyiksaan, dan pembunuhan adalah
jembatan ke arah kematian sehingga setiap orang selalu dibayangi rasa takut
terhadap semua situasi yang tidak nyaman. Lebih jauh lagi, Komaruddin
mengemukakan rasa takut itu berakar pada keinginan laten untuk selalu hidup
nyaman, dan rasa takut itu kemudian menjalar kepada berbagai wilayah aktivitas
manusia.”
Bila rasa takut memenjara emosi kita
dalam mendaki puncak kesuksesan, Robert T Kiyosaki menyarankan kita membaca
buku Kecerdasan Emosional, Daniel Goleman. Dalam bukunya, Goleman menjelaskan
misteri klasik mengapa mereka yang berprestasi di sekolah tidak terlalu
berhasil di dunia nyata. Jawabnya adalah IQ Emosional lebih kuat daripada IQ
Akademis. Itulah sebabnya orang yang mengambil resiko, melakukan kesalahan, dan
memperbaikinya, seringkali lebih berhasil daripada orang yang belajar tidak
melakukan kesalahan karena mereka terlalu takut pada resiko.
Itulah alasannya mengapa begitu banyak
orang terperosok ke dalam kelamnya lubang penderitaan. Karena mereka membenci
kesalahan, sehingga mereka secara emosional takut melakukan kesalahan.
Sebaliknya, untuk menjadi bebas dari penderitaan, kita perlu belajar melakukan
kesalahan dan mengelola resiko. Bila Anda menjalani hidup dengan dipenuhi rasa takut,
takut melakukan hal-hal yang berbeda
dari yang dilakukan orang banyak, maka menjadi sukses boleh dibilang mustahil.
Tidak ada yang perlu ditakutkan dalam
kehidupan ini kecuali kemurkaan Allah. Kita hanya perlu untuk menyadari bahwa
ketakutan pertanda kedha‘i-fan kita sebagai hamba Allah. Rentangkanlah wawasan
kita untuk memahami arti keberanian melalui pengajaran Allah lewat rasa
ketakutan. Jangan tunda lagi untuk segera mengambil buahnya karena kalau tidak
ia akan segera membusuk. Maka tatkala kita berhasil menyelami makna dibalik
ketakutan niscaya kita akan dianugerahi cahaya terang untuk menghadapinya. Saya ingin menutup tulisan ini dengan kutipan dari
Al-Qur’an sebagai berikut: “Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan:
“Tuhan kami ialah Allah” kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka
malaikat akan turun kepada mereka (dengan mengatakan): “Janganlah kamu merasa
takut dan janganlah kamu merasa sedih: dan bergembiralah kamu dengan
(memperoleh) surga yang telah dijanjikan Allah kepadamu”.(QS. Fush-shilat (Yang
dijelaskan) [41]: 30)
Post a Comment