Sumber Gambar: |
Komunikator Politik adalah orang
atau sekelompok orang yang menyampaikan pesan politik yang biasanya berkaitan
dengan kekuasaan pemerintah, kebijakan
pemerintah, aturan pemerintah, kewenangan pemerintah yang bertujuan untuk
mempengaruhi khalayak baik itu verbal atau non verbal.
Menurut Nimmo (1989)
mengklasifikasikan komunikator utama dalam politik sebagai berikut: Pertama, politikus, tipe politikus tersebut memiliki kemampuan memengaruhi
orang lain, seperti memengaruhi pendapat (opini) terhadap suatu isu tertentu.
Kelompok partisan memengaruhi dengan cara menciptakan situasi yang saling
menguntungkan kedua belah pihak, misalnya dengan bargaining (tawar menawar). Dalam menggolkan suatu keputusan
politik.
Politikus termasuk orang yang
memegang jabatan pemerintah, tidak perduli apakah mereka dipilih, ditunjuk pejabat
karir. Dan tidak mengindahkan apakah jabatan itu eksekutif, legislatif,
yudikatif. Misalnya, pejabat eksekutif (presiden, menteri, gubernur, dsb).
Pejabat Legislatif (ketua MPR, ketua DPR/DPD, anggota DPR/DPD dsb) Pejabat
Yudikatif (MA, MK, Agung dsb).
Kedua, profesional yaitu
orang-orang yang mencari nafkahnya dengan berkomunikasi, karena keahliannya
berkomunikasi di antaranya; Jurnalis yang
notabene karyawan organisasi berita yang menghubungkan sumber berita dengan
khalayak; Mereka bisa mengatur para politikus dengan publik umum, menghubungkan
publik umum dengan para pemimpin dan membantu menempatkan masalah dan peristiwa
pada agenda diskusi publik.
Selanjutnya, promotor yaitu orang yang
dibayar untuk mengajukan kepentingan langganan tertentu. Termasuk ke dalam
promotor adalah agen publisitas tokoh masyarakat yang penting, personel
hubungan masyarakat pada organisasi swasta atau pemerintah, sekretaris pers
kepresidenan dan sebagainya.
Promotor merupakan orang yang
dibayar untuk mendahulukan kepentingan pelanggannya. Apa yang harus mereka
sampaikan kadang-kadang bertentangan dengan dirinya, tetapi hal ini tidak
berarti subjektivitas mereka hilang begitu saja, hanya apa yang harus
didahulukan ialah kepentingan pelanggan.
Dengan demikian, yang termasuk ke
dalam promotor yaitu juru bicara tokoh masyarakat yang penting personel humas
pada organisasi swasta atau pemerintah, juru bicara jawatan pemerintah.
Kemudian aktivis sebagai komunikator poltik utama yang bertindak
sebagai saluran organisasional dan interpersonal. Ia cukup terlibat baik dalam
politik dan semiprofesional dalam komunikasi politik. Mewakili tuntutan
keanggotaan suatu organisasi, melaporkan keputusan dan kebijakan pemerintah
kepada anggota suatu organisasi.
Komunikator
yang Efektif
Diperlukan persyaratan tertentu
untuk para komunikator dalam sebuah program komunikasi, baik dalam segi sosok
kepribadian maupun dalam kinerja kerja. Dari segi kepribadian, agar pesan yang
disampaikan bisa diterima oleh khalayak maka seseorang komunikator mempunyai
hal berikut (Ruben&Stewart, 1998; 105-109). Pertama, memiliki kedekatan (proximility) dengan khalayak. Jarak
seseorang dengan sumber memengaruhi perhatiannya pada pesan tertentu. Semakin
dekat jarak semakin besar pula peluang untuk terpapar pesan itu. Hal ini
terjadi dalam arti jarak secara fisik ataupun secara sosial.
Kedua, mempunyai kesamaan dan daya tarik sosial dan fisik. Seorang
komunikator cenderung mendapat perhatian jika penampilan fisiknya secara
keseluruhan memiliki daya tarik (attractiveness) bagi audiens.
Ketiga, kesamaan (similirity) merupakan faktor penting
lainnya yang memengaruhi penerimaan pesan oleh khalayak. Kesamaan ini antara
lain meliputi gender, pendidikan, umur, agama, latar belakang sosial, ras,
hobi, dan kemampuan bahasa. Kesamaan juga bisa meliputi masalah sikap dan
orientasi terhadap berbagai aspek seperti buku, musik, pakaian, pekerjaan,
keluarga, dan sebagainya. Preferensi khalayak terhadap seorang komunikator
berdasarkan kesamaan budaya, agama, ras, pekerjaan, dan pendidikan berpengaruh
terhadap proses seleksi, interpretasi, dan pengingatan pesan sepanjang
hidupnya.
Evert M. Rogers (1995;286:287)
menyebut kesamaan antara komunikator dan khalayak dengan prinsip homofili
antara kedua belah pihak ini sangat efektif bagi penerimaan pesan. Tetapi
kadang-kadang diantara keduanya terjadi hubungan yang bersifat heterofili,
suatu keadaan yang tidak setara anyata sumber dan target sasaran.
Keempat, dikenal kredibilitasnya
dan otoritasnya. Khalayak cenderung memerhatikan dan mengingat pesan dari
sumber yang mereka percaya sebagai orang yang memiliki pengalaman dan atau
pengetahuan yang luas. Menurut Ferguson, ada dua faktor kredibilitas yang
sangat penting untuk seorang sumber: dapat dipercaya (trustworthiness) dan
keahlian (expertise). Faktor-faktor lainnya adalah tenang, sabar (compusere), dinamis, bisa bergaul (sociability),
terbuka (extroversion) dan memiliki kesamaan dengan audiens.
Menunjukkan motivasi dan niat.
Cara komunikator menyampaikan pesan berpengaruh terhadap audiens dalam memberi
tanggapan terhadap pesan tersebut. Respon khlayak akan berbeda menanggapi pesan
yang ditunjukkan untuk kepentingan informasi (informative) dari pesan yang diniatkan untuk meyakinkan (persuasive) mereka.
Kelima, pandai dalam cara penyampaian pesan. Gaya komunikator
menyampaikan (delivery) pesan juga menjadi faktor penting dalam proses
penerimaan informasi. Keenam, dikenal
status, kekuasaan dan kewenangannya. Status di sini menunjuk kepada posisi atau
ranking baik dalam struktur sosial maupun organisasi. Sedangkan kekuasaan (power) dan kewenangan (authority) mengacu pada kemampuan
seseorang memberi ganjaran (reward)
dan hukuman (punishment).
Ketujuh, source of credibility, dalam proses
komunikasi seorang komunikator akan sukses apabila ia berhasil
menunjukkan source of credibility, artinya menjadi sumber kepercayaan bagi
komunikan. Kepercayaan komunikan kepada komunikator ditentukan oleh keahlian
komunikator dalam bidang tugas pekerjaannya dan dapat tidaknya ia dipercaya. Seorang
ahli hukum akan mendapat kepercayaan apabila ia berbicara mengenai masalah
hukum. Demikian pula seorang dokter akan memperoleh kepercayaan kalau ia
membahas masalah kesehatan. Kepercayaan kepada komunikator mencerminkan bahwa
pesan yang disampaikan kepada komunikan dianggap benar dan sesuai dengan
kenyataan empiris.
Jadi seorang komunikator menjadi source
of credibility disebabkan adanya ethos pada dirinya yaitu apa yang
dikatakan oleh Aristoteles, dan yang hingga kini tetap dijadikan pedoman yaitu good
sense, good moral character dan good will, yang oleh para cendikiawan
modern diterjemahkan menjadi itikad baik (good intentions), dan
dapat dipercaya (thrustworthiness) dan kecakapan
atau kemampuan (competence or expertness). Berdasarkan hal itu komunikator
yang ber-ethos menunjukkan bahwa dirinya mempunyai itikad baik, dapat dipercaya
dan mempunyai kecakapan dan keahlian (Effendy, 2007:306).
Juru Bicara (Spokes Person)
Dari segi pengertian, ”Juru Bicara
adalah orang yang kerjanya memberi keterangan resmi dan sebagainya kepada umum;
pembicara yang mewakili suara kelompok atau lembaga; penyambung lidah”. (Kamus
Besar Bahasa Indonesia, 1999 : 423).
Dan Nimmo mengatakan bahwa Juru
Bicara dalam kepentingan organisasi biasanya : “bukan profesional dalam
komunikasi. Namun, ia cukup terlibat baik dalam politik maupun dalam komunikasi
sehingga dapat disebut aktivis politik dan semiprofesional dalam komunikasi politik.
Berbicara untuk kepentingan yang terorganisasi merupakan peran yang serupa
dengan peran politikus yang menjadi wakil partisan, yakni mewakili tuntutan
keanggotaan suatu organisasi dan tawar-menawar untuk pemeriksaan yang
menguntungkan” (Nimmo dalam Rakhmat, 1999 : 36).
Dari pengertian di atas, dapat
diambil kesimpulan bahwa Juru Bicara adalah pihak atau seeorang yang mewakili
tuntutan keanggotaan suatu organisasi atau lembaga untuk berbicara atau
menyampaikan pesan, antara lain kebijakan-kebijakan organisasi yang
bersangkutan kepada pihak luar. Dalam hal ini, Juru Bicara Departemen Luar
Negeri RI merupakan wakil Departemen Luar Negeri RI yang bertugas untuk
menyampaikan informasi mengenai kebijakan-kebijakan Departemen Luar Negeri,
juga mengklarifikasi issu-issu atau masalah yang sedang dihadapi, guna menjaga
citra Departemen Luar Negeri, baik di dalam maupun di luar Departemen dan juga
menjaga citra Indonesia baik di mata bangsa Indonesia, maupun di mata dunia.
Sedangkan Siagian berpendapat
bahwa Juru Bicara organisasi dalam hubungan dengan pihak-pihak di luar
organisasi merupakan salah satu fungsi kepemimpinan yang hakiki. Dalam bukunya
“Teori dan Praktek Kepemimpinan” mengatakan bahwa Lima fungsi-fungsi
kepemimpinan adalah sebagai berikut:
1. Pimpinan selaku penentu arah yang akan ditempuh dalam usaha pencapaian tujuan,
2. Wakil dan juru bicara organisasi dalam hubungan dengan pihak-pihak di luar organisasi,
3. Pimpinan selaku komunikator yang efektif.
4. Mediator yang andal, khususnya dalam hubungan ke
dalam, terutama dalam menangani situasi konflik.
5.Pimpinan selaku integrator yang
efektif, rasional, objektif dan netral.
(Siagian, 1999 : 48).
(Siagian, 1999 : 48).
Kepemimpinan Politik dalam Komunikasi Politik
Setidaknya, terdapat 4 model
kepemimpinan politik, yaitu: (1) Negarawan, (2) Demagog, (3) Politisi Biasa,
dan (4) Citizen-Leader. [1] Negarawan adalah seorang pemimpin politik
yang memiliki visi, karisma pribadi, kebijaksanaan praktis, dan kepedulian
terhadap kepentingan umum yang kepemimpinannya itu bermanfaat bagi
masyarakat. Demagog adalah seseorang yang menggunakan keahliannya
memimpin untuk memeroleh jabatan publik dengan cara menarik rasa takut dan
prasangka umum untuk kemudian menyalahgunakan kekuasaan yang ia peroleh
tersebut demi keuntungan pribadi. Politisi seorang pemegang jabatan
publik yang siap untuk mengorbankan prinsip-prinsip yang dimiliki sebelumnya
atau mengesampingkan kebijakan yang tidak populer agar dapat dipilih
kembali. Citizen-Leader Seseorang yang mempengaruhi pemerintah secara
meyakinkan meskipun ia tidak memegang jabatan resmi pemerintahan.
Karakteristik Masing-masing Model Kepemimpinan Politik
Definisi masing-masing model
kepemimpinan politik sudah diketahui. Persoalan selanjutnya adalah, bagaimana
melakukan perabaan guna mengidentifikasi seorang capres masuk ke kategori mana.
Untuk itu diperlukan seperangkat indikator. Indikator ini penting demi
melakukan pengukuran karakter seorang individu capres.
Karakteristik Negarawan
Mengejar kebaikan umum. Pemimpin terbaik
termotivasi bukan oleh kepentingan diri sendiri yang kasar melainkan oleh
kebaikan umum.
Kebijaksaan yang praktis. Visi
kebaikan publik, semenarik apapun tidak akan berguna tanpa orang yang memiliki visi
tersebut tidak tahu bagaimana cara mencapainya. Sebab itu, pemimpin yang baik
harus memiliki kebijaksaan yang praktis, dengan mana lewat kebijaksanaan itu,
pemimpin dapat memahami hubungan antara tindakan yang diambil dengan
konsekuensi-konsekuensinya.
Keahlian politik. Pemimpin yang
baik sekaligus pula seseorang yang punya bakat dalam menilai dan melakukan
pendelegasian wewenang. Dalam memimpin negara, pemimpin harus menjalankan
birokrasi raksasa, mengarahkan para staf, bekerja sama dengan para legislator
demi meloloskan program pemerintahan, dan menggalang opini publik sehubungan
dengan kebijakan administrasi. Tanpa keahlian politik yang menyukupi, mustahil
tugas-tugas berat seperti ini dapat berjalan secara baik.
Kesempatan luar biasa. Negarawan
lahir dari suatu kondisi kritis. Ketika suatu negara berada dalam pusaran
kejenuhan, kebosanan, stagnasi, disorientsi, atau perang, dari sinilah
negarawan umumnya lahir. Nasib baik. Terkadang, seorang negarawan lahir karena
nasib baik. Kadang pula disebutkan, bahwa ia dianugerahi berkah oleh Yang
Mahakuasa untuk memikul beban masyarakat dan negaranya.
Karakteristik Demagog
Ia mengeksploitasi prasangka
publik. Sebagai seorang tokoh, demagog sangat sensitif akan prasangka-prasangka
sosial yang berkembang di tengah masyarakat. Ia kemudian memerankan diri
sebagai berdiri di sisi masyarakat sehubungan dengan prasangka yang muncul.
Peran tersebut dibarengi dengan rangkaian janji bahwa ia akan memastikan bahwa
prasangka tersebut akan ditanggulangi apabila ia menduduki jabatan politik.
Kerap melakukan distorsi atas
kebenaran. Kebenaran adalah tidak lebih dari komoditas politik. Apabila
kebenaran tersebut tidak sejalan dengan prakteknya untuk menggapai kekuasaan,
ia akan mendistorsinya. Distorsi tersebut sebagian besar diperkuat dengan aneka
fakta "kuat" yang ia susun sehingga distorsi tersebut masuk akal.
Dengan kata lain, ia membuat "babad" yaitu rangkaian cerita historis
yang menguatkan posisinya di atas kebenaran yang ada.
Mengumbar janji-janji manis untuk
memeroleh kuasa politik. Terlebih, apabila janji tersebut cukup populis dengan
pangsa pemirsa yang cukup besar. Sekali lagi, bagi seorang demagog, janji
adalah komoditas politik yang akan digunakannya sebagai instrumen kampanye guna
meneguhkan posisinya dibanding para kompetitornya yang lain.
Tidak canggung menggunakan metode
yang dinilai kurang bermoral. Hal ini terkait dengan
karakteristik-karakteristik sebelumnya. Masalah moral bukan masalah yang harus
diprioritaskan. Moral bergantung pada tujuan, dan moral dalam diri seorang
demagog adalah situasi di mana keinginannya untuk berkuasa terealisasi. Tidak
ada penilaian moral untuk metode yang ia gunakan untk mencapai tujuan
kekuasaan.
Memiliki daya tarik yang besar
terhadap masyarakat banyak. Seorang demagog sekaligus adalah orang yang populer
di mata publik. Aneka daya tarik bisa saja dimiliki seorang demagog. Daya tarik
inilah yang sesungguhnya membuat publik memercayai seorang demagog. Publik
tidak lagi kritis akan variabel ideosinkretik yang melekat di dalam diri
demagog. Publik hanya memercayai apa dan bagaimana performance seorang demagog
secara aktual.
Jika negarawan secara tulus peduli
akan keadilan dan kebaikan umum, maka Demagog sekadar berpura-pura peduli dalam
rangka memeroleh jabatan, yang begitu ia mendapatkannya, tanpa ragu ia akan
mengkhianatinya. Hal ini sesuai dengan karakteristik seorang demagog, bahwa ia
hanya ingin berkuasa. Setelah ia berkuasa, segala hal yang ia janjikan di
masa-masa sebelumnya akan direnegosiasi ulang.
Karakteristik Politisi biasa
Tidak punya visi dan bakat yang
cemerlang. Seorang politisi biasa tampak kurang bersinar. Ia hanya berada di
"sekeliling" tanpa pernah menjadi pusat pengambilan arah suatu
masyarakat. Visi yang ia miliki terlampau umum, kurang greget,
"biasa", dan terkesan asal ambil. Bakat yang ia miliki mungkin alami
atau "karbitan", tetapi publik memandangnya sebagai
"datar", "umum", dan "kurang menarik."
Hidup cuma day-to-day, dengan upaya untuk mengatasi
tekanan dan hambatan yang dialami dalam keseharian. Politisi biasa tidak hidup
untuk long-term melainkan short-term. Ia hanya dipusingkan urusan
bagaimana agar ia tetap bercokol di lingkaran kekuasaan. Ia tidak terlalu
pusing apabila disebut tidak melakukan apa-apa di dalam jabatannya. Ia baru
merasa pusing apabila menghadapi kemungkinan akan tidak dipakai kembali di masa
mendatang.
Kendati ingin berbuat sesuatu yang
baik, mereka selalu kesulitan menjaga isu-isu moral dan etika secara tegas.
Politisi biasa janganlah diharapkan untuk bicara masalah moral ataupun etika.
Masalah moral dan etika bukanlah prioritas di dalam jabatannya. Kerapkali
memang, politisi biasa ingin berbuat sesuatu yang baik. Namun, kerap pula
keinginan tersebut dibatasi oleh keinginannya untuk menyenangkan seluruh pihak.
Ia ingin diterima oleh semua pihak dan moral serta etika kerap menjadi korban dari
kehendaknya tersebut.
Mereka sulit mengatasi risiko
politik. Karena itulah, mereka memosisikan diri mereka di titik aman. Ia
berusaha netral bahkan di saat ia ada dalam posisi terjepit untuk memilih.
Pilihan barulah ia buat apabila ada keyakinan bahwa pilihan tersebut membawanya
ke titik aman lainnya. Bagi politisi biasa, perjuangan untuk tetap di pusaran
kekuasaan adalah lebih penting ketimbang ia menunjukkan posisi dirinya yang
asli.
Kendati mereka ini umumnya tidak
korup, tetapi sesungguhnya mereka mudah sekali untuk disuap. Karena mereka
enggan menanggulangi risiko politik, mereka menerapkan image tidak korup. Dan, ketidakkorupan ini bukanlah sesuatu yang
mutlak kita tidak harus percaya. Sayangnya, mereka justru membuka diri untuk
disuap. Kesediaan disuap ini tegas dilatarbelakangi oleh kehendak mereka untuk
mencari aman.
Mereka ini tidak lebih baik atau
lebih buruk dari manusia lainnya. Bedanya, mereka punya posisi untuk melakukan
hal-hal buruk (ataupun baik) dengan dampak lebih besar. Secara umum, mereka
sulit dibedakan dengan warganegara lain pada umumnya. Mereka terlampau biasa,
sehingga perilaku yang mereka tunjukkan di layar kaca atau media massa sama
persis dengan perilaku kita, keluarga kita, ataupun teman kita. Bedanya, kita,
keluarga kita, ataupun teman kita tidak punya kuasa untuk membuat kebijakan
umum. Para politisi biasa ini bisa.
rakteristik Citizen-Leader
Memiliki pengabdian unik atas
masyarakat. Mereka ini, dalam waktu lama, aktif memimpin suatu segmen dalam
masyarakat dalam memerjuangkan keyakinan dan posisi mereka di dalam politik suatu negara. Mereka nyaris tidak lagi
memiliki kehidupan privasi karena hampir di setiap saat, mereka harus bergerak,
bekerja, dan mengatasi permasalahan segmen masyarakat yang mereka wakili. Mereka
inilah yang kerap berhadapan dengan kuasa-kuasa formal, bersitegang, dan
menerima sanksi atas keyakinan pengabdiannya. Sulit untuk meminta sesuatu yang
sifatnya formalitas pada mereka karena kuasa negara yang formal itu pun dalam
anggapan mereka sudah bersifat informal.
Punya magnet personal di dalam
dirinya. Seorang citizen-leader diyakini memiliki daya tarik yang luar biasa di
dalam diri mereka. Magnet inilah yang membuat para pengikutnya bahkan rela
memberikan loyalitas mereka kepada dirinya. Daya tarik ini dapat merupakan
perpaduan unik antara berkah dari Yang Mahakuasa dengan bakat-bakat
kepimpimpinan yang ia miliki.
Keberaniannya di atas rata-rata,
sehingga menarik orang-orang untuk menjadi pengikutnya. Dare to be different adalah pasti
kualitas yang ada di dalam diri seorang citizen-leader. Keberanian yang ia
miliki jauh di atas rata-rata orang di sekelilingnya. Keberanian yang ia miliki
menular kepada para pengikutnya sehingga perjuangan yang ia bawakan memiliki
stamina cukup untuk durasi panjang.
DAFTAR PUSTAKA
Mulyana, Deddy. Ilmu Komunikas: Suatu Pengantar. Bandung: Remaja Rosdakarya, .2013
Thomas M. Magstadt, Understanding Politics: Ideas, Institutions,
and Issues, Belmont: Wadsworth, 2010
http://setabasri01.blogspot.co.id/2014/05/model-model-kepemimpinan-politik.html
http://wardanirian.blogspot.co.id/2012/04/komunikator-politik.html
http://all-about-theory.blogspot.co.id/2010/10/pengertian-juru-bicara.html
Post a Comment