Sumber Gambar: |
Semenjak ia berkenalan
H. Abdul Muluk, K.H. Abdul Wahab Hasbullah, K.H. Mas Masyur, K.H. Abdul Halim,
dan tokoh-tokoh Islam yang lain, di Makkah al-Mukarromah, maka pemikirannya
tentang kebangsaan (nasionalisme), kemerdekaan, dan lain-lain mulai tertanam
dengan baik dalam jiwa dan jati dirinya, sehingga ketika SI (Syarikat Islam)
diserang oleh surat kaleng yang memburuk-burukkan tentang SI, maka ia tampil di
muka untuk membela, yang mana pembelaannya dituangkan dalam sebuah buku yang
berjudul Nahratoeddarham.[1]
Dalam bukunya itu ia menjelaskan bahwa organisasi ini, sesuai dengan isi dari
statuennya (Anggaran Dasar), bertujuan hendak melepaskan ketergantungan bangsa
pribumi dari bantuan banga asing. Hal ini menandakan bahwa Ahmad Sanusi tidak
hanya sebatas menegakkan hukum Islam, tetapi sudah memperlihatkan jiwa
kebangsaan (nasionalisme).[2]
[1]Kitab Nahratoeddarham
(Suara Singa Wilayah) yang diajukan untuk mencegah serangan oleh para
penghianat yang ditujukan terhadap Sarekat Islam. Ditulis oleh Ahmad Sanusi
sewaktu di Mekkah al-Mukarramah untuk menjawab surat tanpa identitas (surat
kaleng) yang isinya menuduh Syarikat Islam bukanlah organisasi yang
berlandaskan Islam. Kitab tersebut ia kirim ke K.H. Moehammad Hasan Basri dari
Cicurug. Selanjutnya K.H. Moehammad Hasan Basri mengirimkan draft kitab
tersebut ke K.H. Moechtar dan menurutnya draft kita tersebut sudah ada
catatan-catatan tambahan. Namun sayang sebelum kitab tersebut sampai kembali ke
tangan Ahmad Sanusi, pemerintah kolonial Belanda telah menemukan kita tersebut
dan menganggap berbahaya sehingga melarang untuk disebarluaskan. Lihat,
Miftahul Falah, Riwayat Perjuangan K.H. Ahmad Sanusi, (Masyarakat
Sejarawan Indonesia Cabang Jawa Barat bekerja sama dengan Pemerintah Kota
Sukabumi, 2009), h. 24-26.
Post a Comment