Sumber Gambar: |
Pemikiran tentang
konsep bentuk Negara dan wilayah Negara, hal ini terungkap dalam sidang BPUPKI
pada tanggal 10-11 Juli 1945:
a. Tentang
Bentuk Negara
Ketika sidang BPUPKI digelar pada tanggal 10 Juli 1945,
agenda yang dibicarakan adalah bentuk negara. Mr. Soesanto (mewakili kelompok
Aristokrat) mengusulkan, agar bentuk negara itu berbentuk kerajaan. Usulan
ini ditentang oleh Muhammad Yamin
(Kelompok Nasionalis), menghendaki bentuk Negara itu berbentuk Republik. Maka
Ahmad Sanusi ikut bicara untuk menengahi kedua pengusul tersebut dengan
menjelaskan plus minus bentuk Kerajaan dan Republik dari perspektif Islam,
sehingga beliau berpendapat bahwa sebaiknya berbentuk imamat yang
pimpinan oleh Imam, dengan kata lain berbentuk Republik.[1]
b. Tentang
Batas Wilayah Negara
Dalam sidang BPUPKI pada tanggal 10 Juli 1945, agenda
acara selain membahas bentuk Negara juga Wilayah Negara. Setelah pembahasan
bentuk Negara usai rapat ditunda untuk istirahat. Kemudian dalam sidang
lanjutan, Ahmad Sanusi mengusulkan untuk pembahasan penetapan batas Negara,
agar dibahas oleh panitia. Dalam sidang berikutnya tanggal 22 Juli 1945, ia
mngusulkan agar pembahasan batas wilayah Negara agar ditunda terlebih dahulu
menunggu Indonesia merdeka hal ini sesuai dengan perspektif hadits bahwa
Rasulullah SAW memerintahkan kepada sahabat bahwa untuk menentukan batas
wilayah jangan dilakukan terlebih dahulu, menunggu sampai dengan peperangan
usai. Namun akhirnya keputusan di ambil dengan pemungutan suara, sehingga yang
menang batas wilayah Indoensia Hindia Belanda dulu ditambah dengan Malaya,
Borneo, Utara, Papua, Timor Protugis, dan pulau-pulau sekitarnya.[2]
c. Tentang
Rangcangan Uud 1945
Pada tanggal 15 Juli 1945, BPUKPI menggelar sidang pleno
yang merupakan sidang lanjutan setelah panitia-panitia seperti panitia yang
merancang Undang-Undang Dasar, panitia Pembela Tanah Air, dan lain-lain, yang
telah dibentuk oleh Sidang BPUPKI telah melaksanakan tugas-tugasnya untuk di
sampaikan pada sidang pleno. Ketika membahas Rangcangan Undang-Udang Dasar
Negara Indonesia Merdeka, Abdul Fatah Hasan mengusulkan mengenai Bab 10 pasal
28 ayat (2) diubah kalimatnya dari “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap
penduduk untuk memeluk agama apapun dan untuk beribadat menurut agamanya
masing-masing” menjadi “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk yang
memeluk agama lain untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya
masing-masing.” Usulan tersebut didukung oleh Ahmad Sanusi karena sesuai dengan
kenyataannya bahwa mayoritas penduduk Indonesia beragama Islam sehingga kalau
kalimat itu tidak di ubah dikhawatirkan akan menyinggung perasan ummat Islam.[3]
Selanjutnya masih dalam pasal 28 ayat (2) anggota
BPUPKI melakukan perdebatan yang sengit terutama antara K.H. Abdul Kahar
Muzakkir yang mengusulkan dari permulaan pernyataan Indonesia Merdeka sampai kepada pada pasal di dalam
Udang-Undang Dasar yang menyebut-nyebut Allah atau agama Islam atau apa saja,
agar dihilangkan. Sedangkan K.H. Masjkur mengusulkan untuk mencantumkan kalimat
“menurut agamanya.” Karena sulit untuk dikompromikan kedua pendapat tersebut
Ketua sidang menawarkan untuk di ambil suara berdasarkan suara terbanyak. Namun
tawaran ini ditolak oleh Ahmad Sanusia, menurutnya: “Perkara agama tidak bisa
si stem (diambil suara terbanyak), kita terima usul yang “menurut agama,”
jangan memakai perkataan “agamanya”, karena Negara Indonesia, walaupun tidak
memakai agama tentu akan menjadi Indonesia Merdeka.” Kemudia ia mengatakan,
“Usul saya memakai perkataan “menurut agama”. Jangan pakai “nya” kalau
diterima. Kalau usul itu tidak diterima saya tidak ada keberatan; umat Islam
harus mempunyai Negara yang dimufakatinya.” Usul ini diterima oleh Ir. Soekarno
selaku Ketua merangkap anggota panitia yang merancang Undang-Undang Dasar
Indonesia Merdeka dan usul tersebut diterima pula oleh Ketua Sidang BPUPKI
Radjiman Wedyodiningrat.
d. Tentang
Pembelaan Negara Republik Indonesia
Sesuai dengan hasil sidang panitia pembelaan Tanah Air
yang merumuskan bentuk pembelaan setiap warga Negara terhadap negara Indonesia
merdeka. Hasil rumusan tersebut disampaikan pada tanggal 16 Juli 1945 dalam
sidang BPUPKI. Adapun anggota Pembelaan Tanah Air semuanya berjumlah 22 orang
yang diketuai oleh Abikoesno Tjokrosoedjoso, sedangkan Ahmad Sanusi menjadi
salah satu anggotanya dengan nomor urut 6 (enam). Isi dari rumusan itu:
Pembelaan Negara
Republik Indonesia.
1) Republik
Indonesia dilahirkan di tengah-tengah pertempuran seluruh bangsa-bangsa Asia
Timur Raya melawan kenafsuan Amerika, Inggris, dan Belanda, pertama kali ini
ingin menyatakan peringatan kehormatan terhadap rakyat Indonesia yang telah
berjuang untuk melaksanakan Indonesia merdeka dan terutama pula terhadap
Balatentara Dai Nippon serta ratusan ribu tenaga Indonesia yang telah berkorban
jiwa di luar dan di dalam tanah air Indonesia di dalam Perang Asia Timur Raya.
2) Meneruskan
pertempuran tadi sehingga kemenangan akhir tercapai, serta menjaga dan membela
kemerdekaan dan kedaulatan Republik Indonesia dan agama adalah kewajiban seluruh
rakyat Indonesia. Berkenaan dengan kewajiban tersebut, maka bangsa Indonesia
yakinlah perlu adanya pembentukan Tentara Indonesia yang harus dibentuk dengan
jalan mengadakan kewajiban milisi. Di samping itu perlu pula dibentuk Barisan
Rakyat. Cara melaksanakan milisi, begitu pun aturan pembelaan tanah air oleh
Barisan Rakyat disusun tersendiri.
3) Untuk
menyempurnakan lagi tenaga perang seharusnyalah diadakan mobilisasi umum.
4) Kepentingan
pembelaan negara meminta dalam susunan pusat pemerintahan pembentukan Kementerian
Pembelaan yang mengurus Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara.
Sebagai langkah pertama dari kementerian ini adalah mempersatukan segenap
prajurit bangsa Indonesia sebagai tentara Indonesia di bawa prajurit-prajurit
bangsa Indonesia yang sekarang dan yang akan termasuk dalam Balatentara Dai
Nippon menjalankan tugas kewajibannya menurut perjanjian antara Dai Nippon
Teikoku dan Pemerintah Republik Indonesia.
5) Dalam
melaksanakan pertahanan dan pembelaan negara yang kuat dan sentosa, maka Negara
Indonesia menaruh penuh kepercayaan atas kesanggupan segenap rakyat Indonesia
untuk melakukan Jihad di jalan Allah. Terutama atas semangat dan tenaga pemuda
Indonesia yang dengan keteguhan tekad
sanggup mengorbankan jiwa raga. Kecuali daripada itu bangsa Indonesia
mengharapkan keeratan bekerja bersama dengan Balatentara Dai Nippon. Bentuk dan
isi perhubungan tersebut akan dilukiskan dalam perjanjian antara Dai Nippon
Teikoku dan Republik Indonesia.
6) Tentara
musuh telah menduduki beberapa daerah Republik Indonesia. Tindakan ini
terang-terangan merupakan pelanggaran atas kedaulatan Negara Indonesia.
Perkosaan sewajibnya dibalas dengan pengumuman perang pada Amerika, Inggris,
Belanda, dan sekutunya.
7) Terhadap
tindakan-tindakan mata-mata musuh dan pembantu-pembantunya, maka perlulah
diadakan badan-badan istimewa, terdiri dari pecinta-pecinta nusa, bangsa, dan
agama, yang telah diuji budi pekerti, kejujuran, kecakapan, dan rasa
keadilannya. Badan tersebut ditempatkan di bawah Kepala Negara dan Cara susunan
dan kedudukannya diatur tersendiri.
8) Peperangan
totalitair ini mengharuskan bukan saja pembentukan tentara yang kuat, akan
tetapi pula susunan seluruh masyarakat yang kukuh, syarat yang terpenting guna
penggemblengan seluruh lapisan masyarakat itu ialah terjaminnya ketenteraman
sosial dari segala lapisan rakyat. Oleh karen itu, maka usaha-usaha pembentukan
tentara sekuat dan serapi-rapinya harus disertai penyempurnaan sosial di segala
lapangan dan dari segenap lapisan rakyat. Di samping itu, hendaknya dibangkitkan
suatu Barisan Kesehatan untuk menjaga kesehatan rakyat dalam arti
seluas-luasnya.
9) Persenjataan
dan peralatan tentara hendaklah selekas mungkin dilengkapkan dengan jalan. Pertama,
mendapatkan dari Dai Nippon. Kedua, menyelenggarakan pembikinan dalam negeri
sendiri.
10) Penyempurnaan
tentara Indonesia mengharuskan di samping pembentukan tentara bersenjata,
pengerahan dan pemeliharaan barisan pekerja yang sehat dan rasional guna
menjamin perlengkapan perang, baik di depan maupun di belakang garis.
11) Agar
supaya semangat pembelaan tanah air lebih kuat, hendaknyalah di kalangan wanita
dibangkitkan rasa berkewajiban turut bertanggung jawab mempertahankan
kemerdekaan.
12) Nasib
para prajurit dalam arti luas berserta keluarganya haruslah mendapat
penghargaan yang sepadan dengan jasa-jasanya.[4]
Nampaklah pengaruh pemikiran Ahmad Sanusi yang memiliki
latar belakang pesantren, dalam memberikan masukan terhadap rumusan hasil
panitia memberikan masukan terhadap rumusan hasil panitia Pembelaan Tanah Air,
diantaranya memasukkan kata Jihad di jalan Allah sebagai motivator bagi rakyat
untuk memperjuangkan dan mempertahankan kemerdekaan dan kemandirian menjadi
senjata utama dalam upaya memperjuangkan dan mempertahankan kemerdekaan. Ia
yakin bahwa semangat jihad yang dipadukan dengan semangat nasionalisme akan
mampu melahirkan nilai-nilai kejuangan guna memperjuangkan dan mempertahankan
kemerdekaan dari ancaman musuh.[5]
[1]Safroedin Bahar, dkk, Risalah
Sidang Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI),
Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) 28 Mei 1945-22 Agustus 1945
(Jakarta: Sekretariat Negara Republik Indonesia, Cet. III, Edisi III, 1995), h.
23-25
[2] Ibid., h. 131.
[3]Munadi Shaleh, op. cit.,
h. 24.
[4]Safroedin Bahar, dkk, op. cit., h. 23-25.
[5]Nina H. Lubis, dkk, Peran
Politik K.H. Ahmad Sanusi di BPUPKI (Bandung: Yayasan Masyarakat Sejarawan
Indonesia, 2011), h. 56-57.
Post a Comment