Tak bisa dipungkiri lagi bahwa tumbuh-kembang
manusia pada zaman modern kini tidak terlepas dari peran media. Tak bisa
dielakkan lagi bahwa pembentukan mentalitas manusia pada zaman modern kini
tidak bisa terhindar dari gesekan media. Tak bisa terbantahkan lagi bahwa
pendidikan karakter manusia selalu diikuti dengan embel-embel media. Entah itu
media cetak, elektronik, maupun media internet. Ya, media telah menjadi
jembatan arus informasi yang selalu hilir-mudik pada kehidupan manusia.
Terlebih lagi pada manusia perkotaan di negara-negara maju. Hal ini tidak
terlepas dari perkembangan teknologi komunikasi dan informasi yang semakin
pesat.
Media telah menjadi semacam jembatan
penghubung arus informasi. Berbagai informasi di belahan dunia bagian barat,
dengan segera bisa diakses oleh negara-negara di belahan timur. Media telah
menjadikan dunia terasa datar, terlebih lagi dengan semakin berkembangnya
teknologi Web 2.0. Seperti kata Thomas L Friedman dalam bukunya
yang sangat terkenal The World is
Flat : When the world goes flat ─and you are feeling flattened─reach for shovel and dig inside yourself. Don’t try to build walls. Sebuah
pesan yang bijak dalam menyikapi arus informasi dan teknologi yang semakin
berkembang dengan melihatnya sebagai sebuah peluang dan tantangan dalam
memperluas jaringan informasi dan meningkatkan kapabilitas diri.
Segala arus informasi bisa segera tersebar
hanya melalui perantaraan kawat. Kawat yang saling terhubung antara satu dan
yang lainnya guna menghantarkan gelombang informasi tentang dunia. Kawat yang
bertransformasi menjadi penyampai kabar tentang dunia kepada dunia. Peranan
media massa tersebut tentunya tidak dapat dilepaskan dari arti keberadaan media
itu sendiri. Marshall McLuhan, seorang sosiolog Kanada mengatakan bahwa “media is the extension of men”. Pada
awalnya, ketika teknologi masih terbatas maka seseorang harus melakukan
komunikasi secara langsung. Akan tetapi, seiring dengan peningkatan teknologi,
media massa menjadi sarana dalam memberikan informasi, serta melaksanakan
komunikasi dan dialog. Secara tidak langsung, dengan makna keberadaan media itu
sendiri, media telah menjadi sarana dalam upaya perluasan ide-ide,
gagasan-gagasan dan pemikiran terhadap kenyataan sosial (Dedy Jamaludi Malik,
2001: 23).
Harus kita
akui bahwa hubungan antara
film dan masyarakat memiliki sejarah
yang panjang dalam kajian para ahli komunikasi. Film disebut sebagai alat
komunikasi massa yang kedua muncul di dunia setelah media cetak, mempunyai masa
pertumbuhannya pada akhir abad ke-19, dengan perkataan lain pada waktu
unsur-unsur yang merintangi perkembangan surat kabar sudah dibikin lenyap. Ini
berarti bahwa dari permulaan sejarahnya film dengan lebih mudah dapat menjadi
alat komunikasi yang sejati, karena tidak mengalami unsur-unsur teknik,
politik, ekonomi, sosial dan dermografi yang merintangi kemajuan surat kabar
pada masa pertumbuhannya dalam abad ke-18 dan permulaan abad ke-19” (Lee dalam
Sobur, 2004:126).
Film diperkenalkan pada tahun 1893 dan masuk
ke Indonesia sekitar tahun 1900-an. Didominasi
oleh film Amerika dan
Eropa. Setelah sempat mati suri
dunia perfilman Indonesia kini berkembang sangat cepat. Banjir impor film dari
India, Amerika, Cina dan lain-lain tidak membuat sineas Indonesia kalah
bersaing. Sebuah film bertema sejarah ditujukan untuk penonton masa kini. Oleh
sebab itu pemaknaan historis harus mempertimbangkan sikap yang berlaku yang
berlaku sekarang dan ini mencakup misi kedepan (Kutoyo dalam Sen 2009:135).
Film bertema sejarah memiliki penggemar yang cukup banyak apalagi jika dalam
film itu mengangkat fakta-fakta sejarah yang sangat
kontroversial ditambah dengan adega kekerasan sebagai
pemanis. Selama ini film tentang Nazi merupakan film perang yang
paling banyak dieksplor.Sebut saja Valkriye,Hannibal Rising, Sabibor,
Inglourius Basterds sangat
detail menggambarkan kekejaman perang pada masa itu (Cinemags edisi
Oktober 2009).
Di Indonesia ketika Orde Baru berjaya,
film-film bertema sejarah umumnya
mengabaikan sejarah
masyarakat di Kepulauan Indonesia sebelum kedatangan Belanda
(Sen, 2009:139). Sen juga menggambarkan
bahwa film memiliki ‘fungsi nasional‘yang penting dalam sebuah
‘negeri yang terdiri dari banyak pulau dengan banyak ragam tradisi
budaya’ dan sebagai ‘sebuah medium untuk mengekspresikan perasaan-perasaan yang
terilhami panggilan tanah airnya’. Selain itu film banyak di gunakan sebagai
alat propaganda. Sejumlah pekerja film terkemuka mengabdikan tenaganya
untuk sang penguasa.Film seperti Janur
Kuning (Alam Surawidjaja, 1979),
Serangan Fajar (Arifin C
Noer, 1981) dan Pengkhianatan G30S/PKI
(Arifin C Noer 1983),merupakan ujung tombak propaganda rezim
militer. Dalam film tersebut sudah tentu menggambarkan kerja keras presiden
yang kala itu masih menjadi
perwira militer dalam memperjuangkan kemerdekaan.
Pengertian Film Menurut Para Ahli
Pengertian Film Menurut Para Ahli - Film
Menurut Marcel Danesi, (2010: 134) film adalah teks yang memuat
serangkaian citra fotografi yang mengakibatkan adanya ilusi gerak dan tindakan
dalam kehidupan nyata.
Sedangkan menurut Himawan Pratista, (2008: 1)
sebuah film terbentuk dari dua unsur, yaitu unsur naratif dan unsur
sinematik. Unsur naratif berhubungan dengan aspek cerita atau tema film. Setiap
film cerita tidak mungkin lepas dari unsur naratif dan setiap cerita pasti
memiliki unsur-unsur seperti tokoh, masalah, konflik, lokasi, waktu, serta
lainnya-lainnya. Seluruh elemen tersebut membentuk unsur naratif secara
keseluruhan. Aspek kausalitas bersama unsur ruang dan waktu merupakan
elemen-elemen pokok pembentuk suatu narasi.
Michael Rabiger menggambarkan hal yang serupa
tentang film. Setiap film bersifat menarik dan menghibur, serta membuat
para audiens berpikir. Setiap hasil karya yang ada bersifat unik dan menarik
sehingga ada banyak cara yang dapat digunakan dalam suatu film dokumenter untuk
menyampaikan ide-ide tentang dunia nyata (Rabiger, 2009:8).
Menurut Palapah dan Syamsudin (1986:
114) mendefinisikan film sebagai “salah satu media yang berkarakteristik
masal, yang merupakan kombinasi antara gambar-gambar bergerak dan
perkataan”.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
pengertian film adalah merupakan media komunikasi sosial yang terbentuk
dari penggabungan dua indra, penglihatan dan pendengaran, yang mempunyai inti
atau tema sebuah cerita yang banyak mengungkapkan realita sosial yang terjadi
di sekitar lingkungan tempat dimana film itu sendiri tumbuh.
Jenis-Jenis Film
Menurut Danesi (2010: 134), film memiliki
tiga kategori utama, yaitu: film fitur, film animasi, dan dokumentasi. Film
fitur merupakan karya fiksi yang strukturnya selalu berupa narasi. Film animasi
adalah teknik pemakaian film untuk menciptakan ilusi gerakan dari serangkaian
gambaran benda dua atau tiga dimensi. Film dokumentasi merupakan karya film
nonfiksi yang menggambarkan situasi kehidupan nyata yang terjadi di masyarakat
dan setiap individu di dalamya menggambarkan perasaannya dan pengalaman dalam
situasi yang apa adanya, tanpa persiapan, dan langsung pada kamera atau
pewawancara.
Pembagian film secara umum menurut Prastisa
(2008: 4), ada tiga jenis film, yakni: dokumenter, fiksi, dan eksperimental.
Film fiksi memiliki struktur naratif (cerita) yang jelas sementara film
dokumenter dan eksperimental tidak memiliki struktur naratif. Secara konsep,
film dokumenter memiliki konsep realism (nyata) yaitu sebuah konsep yang
berlawanan dengan film eksperimental yang memiliki konsep formalism (abstrak).
Film fiksi juga dapat dipengaruhi oleh film dokumenter atau film eksperimental
baik secara naratif maupun sinematik (Prastisa).
Komunikasi
merupakan hal yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Dengan adanya
komunikasi, manusia dapat berinteraksi baik secara individu, kelompok,
organisasi maupun melalui media massa. Media massa adalah media yang mampu
mengantarkan pesan kepada khalayak banyak secara cepat dan efisien. Salah satu
media komunikasi massa yang berkembang saat ini dan banyak digemari masyarakat
adalah Film.
Film
melalui karakteristiknya yang memiliki keunggulan – keunggulan tertentu bukan
hanya sebagai media hiburan melainkan juga sebagai sebuah media penyampaian
pesan, baik berupa persuasif bahkan propaganda. Sebelum melanjutkan penjelasan
kita perlu memberi definisi tentang propaganda . Karya klasik Laswell,
Propaganda Technique in the World War,
menghadirkan sebuah definisi mengenai propaganda: “kata itu mengacu
semata-mata pada kendali atas pendapat dengan menggunakan simbol-simbol yang
signifikan atau mengatakan secara konkret dan tidak terlampau akurat,
dengan menghadirkan kisah, rumor, laporan, gambar dan bentuk-bentuk komunikasi
sosial lainnya”. Laswell memberi definisi yang agak berbeda sepuluh tahun
kemudian “ Propaganda dalam arti yang seluas-luasnya adalah teknik memengaruhi
tindakan manusia dengan cara memanipulasi atau melakukan representasi.
Representasi ini bisa melalui kata-kata ujaran, tulisan, gambar atau
bentuk-bentuk musical.
Hollywood
adalah industri film terbesar di dunia yang dikuasai Amerika Serikat. Oleh
sebab itu, film – film garapan Hollywood menjadi senjata ampuh untuk melakukan
propaganda politik. Inti dari sebuah komunikasi yakni tersampaikannya pesan
oleh seorang komunikator terhadap penerima pesan. Apabila dalam suatu
komunikasi pesan tidak tersampaikan atau tidak dimengerti maka komunikasi yang
berlangsung bisa dianggap gagal. Maka dalam dunia politik maupun sosial
komunikasi punya banyak peranan penting. Mengingat ketika ada miss
communication maka akan ada aksi dan reaksi yang keliru pula dalam menanggapi
sebuah komunikasi. Apapun bentuk komunikasinya entah komunikasi politik maupun
propaganda, ketika pesan utama tidak bisa dipahami atau diterima oleh pihak
penerima pesan maka akan sia-sia semua usaha yang dilakukan untuk komunikasi
tersebut. Dalam kasus ini Hollywood sebagai industry film punya peranan penting
dalam menyampaikan pesan-pesan propaganda yang dilakukan AS. Maka Hollywood
disini punya peranan yang sangat strategis dalam menjalankan politik propaganda
Amerika Serikat.
Salah
satu film Hollywood yang menjadi alat propaganda Amerika adalah film Everest.
Film thriller ini dibuat berdasarkan kisah nyata mengenai pendakian naas ke
Everest yang merenggut nyawa para pendaki gunung di tahun 1996. Di awal ketika
pendakian Everest mulai dilihat sebagai peluang bisnis, terjadi lonjakan
pengunjung yang datang untuk memulai petualangan menaklukkan puncak tertinggi
dunia ini. Dengan bantuan para pendaki profesional, perjalanan ini dianggap
sudah lebih aman. Tetapi, alam tetaplah sebuah faktor yang tidak dapat
dikendalikan oleh manusia. Dalam perjalanan menuju puncak pendaki mengalami
kendala dengan adanya badai salju yang menyebabkan beberapa pendaki tidak
berhasil kembali ke markas.
Propaganda
yang tercermin dalam film tersebut ketika seorang pendaki yang bernama Beck
selamat dan langsung di eksekusi menggunakan helicopter langsung dari Amerika.
Sebelum melakukan pendakian Beck mempertegas bahwa dia adalah 100% orang Texas.
Hal ini membuktikan bahwa Amerika ingin memberikan gambaran kepada penonton
bahwa Amerika bisa melakukan apapun dan dapat menguasai dunia. Telah banyak
film Hollywood yang dijadikan sebagai alat propaganda Amerika. Tanpa dukungan
propaganda melalui layar lebar (Film), Amerika pasti gagal menjalankan
kebijakan luar negeri.
BAB II
PEMBAHASAN
Analisis Film Sebagai alat Propaganda Yang Di
Gunakan Untuk Mengenalkan Daerah Palembang (Sumatera Selatan)
SInopsis “Pengejar Angin”
Di daerah Lahat Sumatera Selatan, tinggal
seorang remaja bernama Dapunta (Qausar Harta Yudana) yang sebentar lagi akan
lulus SMA dan harus menentukan ke mana masa depannya harus melangkah. Ibu
Dapunta (Wanda Hamidah),
sebenarnya sangat ingin agar Dapunta yang cerdas, melanjutkan pendidikannya ke
jenjang kuliah, tapi masalahnya sang Ayah (Mathias Muchus)
menentangnya. Ayahnya menginginkan Dapunta menjadi 'pengejar angin', julukan
bagi pelari tercepat di kampung itu, untuk melanjutkan jejaknya sebagai
pemimpin dari para Bajing Loncat di kampung mereka.
Bimbang, Dapunta mendapat dukungan dari
Bundanya untuk terus kuliah. "Apapun akan kulakukan untuk memenuhi
impianmu Nak, walaupun harus menentang ayahmu sekalian," ujar bundanya.
Akhirnya, Dapunta memberanikan diri untuk mengatakan kepada ayahnya bahwa ia
harus kuliah. Dengan cara apapun.
Pak Damar (Lukman Sardi), guru
Dapunta, melihat potensi kecerdasan dan kemampuan berlari Dapunta. Ia
mendaftarkan Dapunta pada olimpiade matematika di Jepang dan olimpiade lari
tingkat pelajar di Kabupaten. Dapunta mendapat dua kesempatan itu sekaligus,
tapi kepala sekolah yang terbentur pada sekolah gratis tidak memiliki uang
untuk mendukung prestasi Dapunta.Terpuruk karena terbentur dana, Dapunta yang
selama ini tidak mau menerima uang dari ayahnya, ketahuan bahwa dirinya anak
seorang Bajing Loncat. Dapunta dibenci oleh teman sekolahnya yang digerakkan
oleh Jusuf, rival sejatinya.
Jusuf yang juga sama cerdas dan berbakat
dengan Dapunta, sejak awal memang sudah membenci Dapunta. Ia tidak menyukai
kenyataan bahwa ada orang lain di sekolah itu yang mampu menandingi
kecerdasannya. Ia pun dengan sekuat tenaga mencoba untuk membuat hidup Dapunta
menjadi sulit. Belum lagi, kepala sekolah yang tidak simpatik dan tidak peduli
dengan potensi murid-muridnya, ikut membuat mimpi Dapunta semakin penuh dengan
rintangan.
Pak Damar yang percaya pada keajaiban tak mau
menyerah. Coach Ferdy (Agus Kuncoro), teman
lama Pak Damar yang juga seorang pelatih lari nasional dari Jakarta, diminta
melihat bakat Dapunta yang sesungguhnya. Pemuda berjuluk 'pengejar angin' ini
pun akhirnya menemukan jalan lain menuju mimpinya. Ia bisa berlari, berlari dan
berlari demi menggapai mimpinya. Karena bakatnya yang luar biasa, bisa membawa
ia ke mana pun yang ia inginkan.
Analisis :
Tujuan film ini dari awal jelas,sebagai
alat propaganda untuk daerah Palembang yang menjelang perhelatan akbar pesta
olahraga se-Asia Tenggara,SEA Games. Berangkat dari opini positif dan sinisme,
film yang dikerjakan oleh Hestu Saputra ini berhasil membungkus propaganda
tanpa melupakan elemen-elemen film.Film ini seluruhnya di biayai oleh pemprov
Sumsel, sebagai film drama, konflik ini mudah diikuti namun cukup membuat
penonton berdebar. Pemaparan persoalan yang dihadapi Pemprov Sumsel dan solusi
yang ditawarkan membuka sudut pandang keluasan negeri Indonesia yang tidak
hanya sekitar Pulau Jawa.
Seperti yang selama ini terjadi,bahwa
Indonesia hanya jawa saja ,sumatera dia anggap sebagai anak tiri dari
Indonesia. Ini terlihat dari tidak meratanya pembangunan yang terjadi antara
pusat dan daerah,dan di buktikan oleh senjangnya kesajehteraan masyarakat yang
terlihat dari jauhnya tingkat ppendapatan perkapita penduduk antara pusat dan
daerah. Bagaimana kurang nya sarana dan prasarana bagi daerah Namun tujuan
utama dari film ini jelas, untuk mengenalkan Palembang (Sumsel) sebagai
penyelengara Sea Games kepada seruluh rakyat Indonesia, guna menarik turis
local untuk menyaksikan event ini secara lansung .Jika ini pesan ini tepat
sasaran maka akan berpengaruh pada pendapatan daerah Sumsel sebagai
penyelengara, seperti yang terjadi pada film The Da Vinci Code. Yang
membuat orang-orang di seluruh dunia penasaran dengan
museum Louvre di Perancis. Semua masyarakat ingin tahu apakah benar
di bawah tanah museum itu tersemayamkan jasad Maria Magdalena, perempuan yang
di versi cerita itu dianggap sebagai istri Yesus. Sengaja atau tidak sengaja,
hal itu membuat pendapatan negara Perancis melonjak lagi melalui Louvre.
Begitu banyak turis dunia yang ingin membuktikan cerita tersebut . Yang secara
lansung menambah penghasilan dari segi devisa, dan mengeliatnya perekonomian
masyarakta pada daerah tersebut. Dalam film Pengejar angin banyak di tampilkan
daerah daerah wisata dan keunikan kebudaya di daerah Sumsel ,maupun fenomena
Bajing Loncat yang di ceritakan dalam film tersebut. Juga menggambarkan daerah
Sumsel sebagai daaerah yang masih menjaga dan melestarikan kebudayaannya.
Dalam setiap film yang di danai oleh sebuah
organisasi atau kelompok, selalu terselip pesan atau agenda setting yang ingin
di sampaikan. Pada akhir film kita saksikan sosok Gubernur Sumatera Selatan
(pada saat itu) .Alex Nurdin, sebagai seorang yang memiliki segala hal yang di
butuhkan sebagai seorang pemimpin. Sebagai pengayom bagi masyarakat kecil,
bagaimana menunjukan bahwa ia peduli deengan seluruh rakyatnya, bahwa ia
merupakan sosok pemimpin yang membumi. Bagaimana Alex Nurdin membentuk imaje
untuk dirinya. Ini merupakan salah satu langkah Alex Nurdin untuk mengenalkan
dirinya pada masyarakat seluruh Indonesia. Untuk memberitahu masyarakat
Indonesia tentang dirinya. Sebagi ancang-ancang untuk terjun ke ranah politik
yang lebih besar, terbukti daengan langkah Alex Nurdin untuk maju sebagai calon
gubenur DKI Jakarta, yang dianggap sebagai representasi dari Indonesia mini.
Dunia hiburan adalah media yang pas bagi
suatu pihak untuk mempromosikan diri. Bisa melalui cara yang lugas seperti
iklan-iklan di televisi, atau cara halus seperti propaganda lewat musik, film,
atau buku.
Selanjutnya juga mengupas bagaimana minimnya
kepedulian pemerintah terhadap pendidikan, dalam film tersebut digambarkan
masalah klasik pendidikan Indonesia, yaitu minimnya dana APBN ( Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara) yang di alokasiakan untuk pendidikan dan penyaluran
yang tidak merata. Ini mengelitik pemerintah pusat, karena menyatakan
ketikdak becusan kinerja pemerintah pusat. Bagaimana pemerintah pusat tidak
memperhatikan nasib rakyatnya serta kurangnya bantuan bagi masyakat berpretasi.
Indonesia saat ini butuh lagi media
propaganda yang memang diset untuk memajukan negara dan menaikkan devisa. Bukan
propaganda untuk memajukan segelintir kelompok dan golongan. Kita
butuh Upin & Ipinversi Indonesia yang bisa mengharumkan nama
Indonesia, seperti Upin & Ipin yang sukses melambungkan nama
Malaysia. Intinya, butuh konten lokal yang tidak harus original, tapi – mampu
membuat segala hal di negara ini menarik. Kenapa profesi guru, polisi dan
pemadam kebakaran terlihat terlihat keren seperti kalau kita meliaht profesi yang
sama di film-film luar? Mungkins udah ada yang mencobanya, tapi karena
kurang dukungan , entah itu sponsor atau apa pun itu yang berhubungan dengan
permodalan, akhirnya proses produksi tidak maksimal, sehingga membuat
film itu tidak dapat menyampaikan pesan-pesan dan mendapatkan feedback yang di
inginkan, sehingga menjadi sebuah hiburan yang kurang diminati
BAB III
KESIMPULAN
Media selalu berhubungan dengan ideologi dan
kekuasaan . Hal ini berkaitan dengan cara bagaimana sebuah realitas wacana atau
teks ditafsirkan dan dimaknai dengan cara pandang tertentu.Wacana untuk
konsumsi publik bukan dilihat dalam keadaan mentah tapi sebaliknya wacana dalam
konteks publik adalah wacana yang diorganisasi ulang dan dikontekstualisasikan
agar sama dengan bentuk ekspresi tertentu yang sedang digunakan. Bentuk
ekspresi teks tertentu mempunyai dampak besar atau apa yang terlihat, siapa
yang melihat dan dari perspektif sudut pandang macam apa. Oleh sebab itu,
wacana teks media juga membutuhkan analisis intertekstualitas. Analisis ini
lebih ingin mengetahui hubungan antara teks dengan praktek wacana.
Intertekstualitas ini bisa berproses dalam cara-cara pemaduan genre dan
pewacanaan yang tersedia dalam tatanan wacana untuk produksi dan konsumsi teks.
Selain itu, analisis ini juga ingin melihat cara transformasi dan relasi teks
satu dengan teks yang lain. Dalam perspektif ekonomi politik kritis,
analisis ini memperlihatkan proses komodifikasi dan strukturasi.
Pemaknaan dan makna tidak an sich ada dalam
teks atau wacana itu sendiri (John Fiske, 1988:143-144). Hal ini bisa
dijelaskan bahwa ketika kita membaca teks, maka makna tidak akan kita temukan
dalam teks yang bersangkutan. Yang kita temukan adalah pesan dalam sebuah teks.
Sebuah peristiwa yang direkam oleh media massa baru mendapat makna ketika
peristiwa tersebut ditempatkan dalam identifikasi kultural di mana berita
tersebut hadir. Peristiwa demi peristiwa diatur dan dikelola sedemikian
rupa oleh para awak media, dalam hal ini oleh para wartawan. Itu berarti bahwa
para awak media menempatkan peristiwa ke dalam peta makna. Identifikasi sosial,
kategorisasi, dan kontekstualisasi dari peristiwa adalah proses penting di mana
peristiwa itu dibuat bermakna bagi khalayak.
Hubungan antara ideologi dan kekuasaan
bagaikan hubungan sayur dan garam, saling melengkapi, hambar rasanya jika sayur
tidak berisi garam. Demikian juga kekuasan akan terasa kosong jika tidak ada
ideologi yang menguatkannya
Weber mengatakan bahwa kekuasaan adalah
kesempatan seseorang atau kelompok untuk menyadarkan masyarakat akan
kemauan-kemauannya sendiri, dengan sekaligus menerapkannya terhadap
tindakan-tindakan perlawanan dari orang-orang atau golongan tertentu. Kekuasaan
memiliki berbagai macam bentuk, dan bermacam-macam sumber (Soekanto,
2002:268-269). Dimana terdapat hubungan sosial antara masyarakat maupun
kelompok, pastilah disana ada kekuasaan.
Dalam mencari suatu kekuasaan pastinya
diperlukan beberapa sumber-sumber yang bisa dipergunakan untuk merebut, dan
mempertahankan kekuasaan, yakni militer, ekonomi, politik, hukum, ideologi,
tradisi, ideologi, diversionary power. Salah satu sumber yang seringkali
dipergunakan untuk merebut dan mempertahankan kekuasaan adalah ideology yang di
sebarkan melalui media.
DAFTAR PUSTAKA
http://infodanpengertian.blogspot.co.id/2016/02/pengertian-film-menurut-para-ahli.html
Post a Comment