Sember Gambar: http://wacana.siap.web.id/2016/01/situs-portal-berita-terbaik-yang-ada-di-indonesia.html#.WIlYZ9J97IU

Muslimin, M. Kom. I
Beberapa hari belakangan ini istilah hoax mengemuka dan menyebar baik di media cetak, elektronik, dan online.  Istilah hoax sendiri bermakna penyebaran informasi bohong, berita palsu, dan berita burung.
Imam Nawawi dalam Syarah Riyadhus Shalihin, mengemukakan informasi al-kadzbu (hoax) atau bohong  adalah seseorang yang mengutarakan informasi tentang sesuatu hal, tetapi tidak berangkat dari peristiwa, fakta, dan kenyataan yang benar-benar terjadi.
Sedangkan bagi Imam Syafi’i  dalam kitab Ar-Risâlah, kebohongan yang juga dilarang adalah kebohongan yang tak terlihat atau juga disebut dengan istilah al-kadzib al-khafiy (kebohongan yang tersamar). Termasuk dalam hal ini, ketika seseorang menyebarkan informasi dari seseorang yang belum diketahui apakah berangkat dari fakta sebenarnya atau tidak.
Informasi hoax ini juga pernah menimpa Sayyidah Aisyah RA, ketika dituduh berbuat serong dengan salah seorang sahabat. Ketika mendengar informasi hoax itu, istri Abu Ayub bertanya kepada suaminya tentang informasi hoax tersebut.
“Abu Ayub, tidakkah engkau mendengar apa yang dibicarakan orang tentang Aisyah?” “Ya, aku mendengarnya. Tetapi, semua itu berita bohong. Engkau sendiri Ummu Ayub, apakah mungkin melakukannya?” Abu Ayub balik bertanya. “Demi Allah aku tidak mungkin melakukannya,” jawab sang istri tegas. “Ya dan Aisyah lebih baik daripada dirimu.” Begitu kata akhir Abu Ayub.
Kisah ini, mengingatkan seseorang untuk tidak mudah percaya terhadap sebuah informasi yang menyudutkan seseorang. Terlebih lagi orang yang disudutkan tersebut secara keimanan, keilmuan, dan akhlak memiliki kredebilitas yang tinggi.
Oleh karenanya, al-Quran mengingatkan, “Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.”(QS. Al Hujurat [49]: 6).
Dalam ayat yang lain Allah SWT juga mengingatkan, “Sesungguhnya yang mengada-adakan kebohongan, hanyalah orang-orang yang tidak beriman kepada ayat-ayat Allah, dan mereka itulah orang-orang pendusta. (QS. An-Nahl [16]: 105)
Penting bagi seseorang untuk tidak turut serta menyebarkan informasi hoax, sebagaimana yang tergambar dalam kisah, ketika Uqbah bin Amir pernah bertanya kepada Rasullah SAW. “Ya Rasulullah, apakah yang dimaksud dengan keselamatan itu?
Rasulullah menjawab, tahanlah lisanmu dan hendaknya rumahmu menyenangkanmu karena penuh dengan dzikir dan mengingat Allah. Kemudian menangislah atas kesalahanmu. (HR. Tirmidzi).
Oleh karena itu, ketika seseorang berniat menyebarkan informasi. Terlebih dahulu harus dipikirkan, diperhatikan, dicermati, diperiksa, dan diteliti dengan benar bahwa informasi tersebut bukanlah informasi palsu (hoax), tetapi benar-benar berangkat dari data, peristiwa, dan fakta yang sebenarnya. Sebab dampak informasi palsu (hoax) akan merugikan banyak pihak, baik individu, kelompok, dan masyarakat luas.
Karenanya, Rasulullah mengingatkan untuk selalu membiasakan diri jujur dalam bertutur kata dan bertindak. Sebagaimana Rasulullah mengingatkan, “Jujur itu menunjukkan kepada kebaikan, sedangkan kebaikan menuntun ke surga. Sungguh seseorang yang membiasakan jujur niscaya dicatat di sisi Allah sebagai orang jujur. Dan sesungguhnya dusta itu menunjukkan kepada kemungkaran, sedangkan kamungkaran menjerumuskan ke neraka. Sungguh orang yang selalu berdusta akan dicatat sebagai pendusta.” (HR. Bukhari dan Muslim)


Post a Comment

 
Top