“Sesungguhnya Allah tidak
merobah keadaan suatu kaum sehingga mereka merobah keadaan yang ada pada diri
mereka sendiri.” (QS. Ar-Ra’d (Guruh) [13]:11)
Terkadang dalam
kehidupan sehari-hari, kita mendapati sebagian orang membuat sekat-sekat
penghalang bagi dirinya sendiri untuk meraih kehidupan yang lebih baik.
Misalnya, aku bodoh, aku orang miskin, aku tidak menarik, dan lain sebagainya.
Itulah mengapa sebagian orang lebih memilih mencari penyebab kegagalan hidup di
luar dirinya, ketimbang mengoreksi diri. Wal-hasil, upaya mencari kambing hitam
guna menutupi kemalasan atau ketakberdayaan selalu menjadi pilihan utama ketika
mengalami kebuntuan hidup.
Saya sangat sependapat
dengan ungkapan no one’s perfect, bahwa tidak ada manusia yang sempurna. Meski
begitu, bukan berarti kita tidak berdaya dan begitu negatif untuk selalu
menggunakan kelemahan kita sebagai alasan, mengapa kita menjadi orang yang
tidak berguna serta kurang bernilai bagi diri kita sendiri dan orang lain.
Walaupun sebagai manusia biasa kita memiliki banyak kekurangan, namun kita juga
dianugerahi Allah banyak kelebihan dan keunikan yang belum tentu dimiliki orang
lain. Sesulit apapun kondisi kita saat ini, tidak sepantasnya kita menyalahkan
keadaan. Karena hal tersebut tidak membuat keadaan menjadi lebih baik. Oleh
sebab itu, mari kita mulai untuk berubah dan mengubah cara pandang dalam
menilai masalah. Masalah bukanlah untuk ditangisi dan disesali, namun dicari
jalan keluarnya. Selama kita di dunia selama itu pula kita tetap berhadapan
dengan berbagai jenis problema.
Tetapi percayalah
hidup akan selalu menyenangkan dan menggembirakan, kalau kita berpikir
positif, bersyukur, bertawakkal serta memupuk sikap qanaah.
Bila kita sering merasa
sebagai orang yang paling menderita di dunia, mari kita hentikan kebiasaan
berprasangka buruk itu. Karena kita terlahir ke dunia bukan untuk menjadi orang
gagal, tapi menjadi duta Allah memelihara dan merawat ciptaan-Nya. Bagaimana
kita mampu menjadi duta Allah, kalau mengizinkan diri sukses saja kita tidak
berhasil? Ada baiknya kalau kita menelaah sebuah ungkapan, “Dunia ini tragedi
bagi orang yang merasakan, namun komedi bagi orang yang memikirkan.”
Mark L. Rosen
mengemukakan, “Jika Allah mengirimkan seseorang yang tidak sesuai dengan
keinginan kita, yang selalu menjengkelkan serta sering menyisakan pengalaman
pahit yang menyakitkan, maka kita tergoda untuk menyalahkan Allah atas
penderitaan yang kita alami. Mungkin kita bergumam dalam hati, ‘Rasanya Allah
telah melakukan kesalahan’. Namun semakin kita melihat diri kita sebagai
korban, kita akan terkunci dalam pandangan bahwa lingkunganlah yang membuat
kita sedih dan tidak membebaskan kita dari penderitaan.”
Boleh jadi Allah
mentakdirkan kita berjumpa dengan orang-orang yang memiliki karakter buruk,
sebelum akhirnya kita berjumpa dengan orang-orang yang memiliki karakter yang
selalu mengajak kepada kebaikan. Karena boleh jadi dari orang-orang yang
memiliki karakter buruk itulah, kita dapat membedakan mana jalan yang menuntun
menuju kebahagian dan mana jalan yang menuju kehancuran.
Di dalam merambah
lika-liku jalan kehidupan, kita diberikan banyak kesempatan untuk menentukan
nasib kita sendiri. Apakah kita ingin menjadi orang sukses? Apakah kita ingin
menjadi orang gagal? Apakah kita ingin masuk surga? Apakah kita ingin masuk
neraka? Seratus persen kembali kepada diri kita sendiri. Setiap kali kita
melangkah kemudian terjatuh. Pasti ada pelajaran di balik semua peristiwa lara
itu. Karena serangkaian kegagalan itu menjadi alasan bagi kita, untuk terus
berkreasi, berinovasi, dan menjadi bagian dari proses edukasi untuk merambah
jalan-jalan baru yang lebih sulit dan membingungkan. Namun bila kita menganggap
semua itu adalah bagian dari romantika kehidupan, maka akan terasa ringan dan
mengasyikkan.
Kehadiran keluarga,
guru, penasehat spiritual, teman, handai dan tolan, di tengah-tengah kehidupan
kita, hanyalah sebatas memberikan dukungan dan motivasi. Sebagaimana yang
pernah dikemukakan orang bijak, “Orang-orang yang berada di sekitar kita dalam
hal ide dan keyakinan, ibarat seorang bidan yang membantu seorang ibu
melahirkan.” Jadi, bukanlah orang-orang di sekitar kita atau lingkungan yang
memberikan ide dan keyakinan kepada kita. Karena mereka (keluarga, guru,
penasehat spiritual, teman, handai dan tolan) hanya sebatas membantu membimbing
ide-ide itu keluar dari pikiran kita. Kemudian setelah itu, kita dituntut untuk
menemukan jati diri kita sendiri. Senada dengan apa yang diungkapkan Galileo,
“Kau tidak bisa mengajari orang apapun, kau hanya bisa membantunya menemukan
hal itu dalam dirinya sendiri.”
Dulu ketika masa
kanak-kanak aku dan orang tuaku serta para tetangga sering duduk-duduk di depan
beranda rumahku. Kami sering menyaksikan keindahan rembulan dan bintang yang
bersinar berkilauan menggantung indah dilangit. Walaupun listrik belum masuk ke
desa kami pada waktu itu, tapi tidak mengurangi keindahan malam-malam yang kami
lewati. Suasana yang damai, tenang, diiringi dengan angin sepoi-sepoi.
Peristiwa itu menyadarkan saya bahwa kehidupan ini harus dinikmati dan
disyukuri.
Mungkin saat ini kita
adalah orang miskin, memiliki keterbatasan fisik, berpendidikan rendah, serta
sudah lanjut usia, dan memiliki hambatan lainnya. Namun apabila kita berani
bertanggung jawab terhadap keberlangsungan kehidupan kita, bekerja keras dengan
cerdas, bersedia belajar dari kesalahan baik yang kita lakukan sendiri maupun
dari orang lain serta selalu berusaha terus-menerus. “Saya percaya bahwa suatu
saat nanti orang “biasa” seperti Anda dan saya, yang hidup dengan keterbatasan
yang diberlakukan atas diri kita sendiri tetapi ingin membebaskan diri, pasti
akan selalu ada sinar harapan ditempat yang paling gelap sekalipun”. Ungkap
James W. Robinson.
Berhentilah
Mencari Kambing Hitam
• Ketika kita mengalami kebuntuan
hidup, janganlah mencari-cari alasan dengan menyalahkan orang lain. Karena
tindakan seperti itu tidak akan membantu menyelesaikan masalah yang sedang kita
hadapi. Lebih baik kita berusaha terus-menerus mencari penyelesaian terhadap
masalah yang sedang kita hadapi. Yakinilah, di balik kesulitan ada kemudahan.
• Selama kita di dunia, selama itu pula kita
tetap berhadapan dengan berbagai jenis problema. Tetapi percayalah hidup akan
selalu menyenangkan dan menggembirakan, kalau kita berpikir positif, bersyukur,
bertawakkal, serta memupuk sikap qanaah.
• Fokuslah
pada kelebihan-kelebihan yang kita miliki serta berusahalah terus-menerus
menemukan keunikan diri, sehingga kehidupan kita menjadi lebih baik dan
menyenangkan.
Post a Comment