Buku ini memperkenalkan kepada kita tentang Mekanisme Pembangunan Bersih (Clean Development Mechanism, CDM) diimplementasikan negara maju bersama negara berkembang. Secara umum CDM merupakan mekanisme penurunan emisi yang berbasis pasar. Mekanisme ini memungkinkan negara maju melakukan investasi di negara berkembang pada berbagai sektor untuk mencapai target penurunan emisinya. Sementara itu, negara berkembang berkepentingan dalam mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan sebagai agenda nasionalnya sambil mencapai tujuan utama Konvensi. Mekanisme tersebut dapat dilakukan secara multilateral, bilateral, dan bahkan akhir-akhir ini berkembang cara-cara unilateral. Lateralisme ini tergantung pada sumber pendanaan dan sistem penyalurannya.
CDM adalah sebuah kejutan yang muncul
secara mendadak ketika Protokol Kyoto hendak diadopsi dalam penutupan CoP3
tanggal 11 Desember 1997 atau sehari setelah mengalami pengunduran dari waktu
penutupan yang direncanakan. Munculnya CDM di CoP3 berawal dari proposal Brasil
yang mengusulkan agar dibentuk dana yang dapat digunakan untuk melakukan
mitigasi dan adaptasi perubahan iklim oleh negara-negara berkembang. Dana tersebut
selanjutnya dikenal dengan nama Clean Development Fund (CDF). AS bersama
Brasil berinisiatif menggodok konsep ini lebih lanjut dan dengan masukan Cina
mengenai konsep pembangunan berkelanjutan dan tujuan utama Konvensi, akhirnya
muncullah istilah Clean Development Mechanism (CDM) yang tetap memiliki
elemen partisipasi, tetapi tidak mengadili.
Persyaratan bagi negara-negara
berkembang untuk berpartisipasi dalam CDM adalah: Memiliki otoritas nasional
yang ditunjuk untuk mengimplementasikan proyek CDM dan menjadi anggota atau
Pihak Protokol Kyoto dengan cara meratifikasi Protokol tersebut. Sedangkan bagi
negara-negara maju akan dinyatakan absah (eligible) untuk berpartisipasi
dalam CDM oleh sekretariat UNFCCC apabila memenuhi persyaratan diantaranya: Jatah
emisinya telah dihitung dan dicatat sesuai dengan modalitas perhitungan yang
berlaku (Pasal 3.7 dan 3.8), memiliki sistem nasional tentang pendugaan emisi
oleh sumber dan penyerapan oleh rosot (Pasal 5.1), memiliki pencatatan nasional
(Pasal 7.4), menyampaikan inventarisasi tahunan tentang emisi GRK antropogenik
oleh sumber dan penyerapan oleh rosot (Pasal 5.2 dan 7.1), dan tetap
bertanggungjawab dalam melakukan kewajibannya meskipun menyerahkan kegiatannya
kepada entitas publik atau swasta.
Sebagai bagian dari perjanjian internasional,
CDM memiliki perspektif global yang menyangkut banyak kepentingan berbagai
Pihak, baik secara kolektif maupun secara individu. Disamping itu CDM juga
memiliki perspektif nasional dari segi kepentingan setiap Pihak yang akan
berpartisipasi dalam mekanisme ini. Negara-negara maju memiliki tanggungjawab
atau target penurunan emisi adalah aspek penting dari Protokol Kyoto. Sebagai
bagian dari tanggungjawab tersebut negara-negara industri memiliki jatah emisi
(assigned amount), artinya mereka memiliki kesempatan mengurangi atau
menambah emisi dalam jumlah tertentu agar target pengurangan emisi global tetap
tercapai. Keberhasilan CDM terletak pada sumbangan proyek tersebut dalam
mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan. Kesetaraan antara negara maju dan
berkembang menjadi konsep penting dalam pembangunan berkelanjutan, kesetaraan
juga berorientasi pada masalah sosial, ekonomi, dan lingkungan. Untuk
mengimplementasikan CDM dan mekanisme Kyoto lainnya diperlukan kelembagaan yang
jelas dan transparan. Sebagai lembaga tertinggi Protokol Kyoto, tugas utama
Cop/mop seperti tercantum dalam Pasal 13.4 adalah mengupayakan terjadinya
implementasi Protokol secara efektif dengan cara: Menilai implementasi
Protokol, menilai kewajiban Para Pihak, mendorong terjadinya pertukaran
informasi, memobilisasi dana, memanfaatkan jasa dan kerja sama.
Pengembangan proyek CDM dapat
dilakukan oleh berbagai pihak, misalnya lembaga pemerintah, lembaga
nonpemerintah atau sektor swasta. Langkah-langkah yang harus dilakukan dalam
mengembangkan proyek CDM adalah identifikasi proyek, penyusunan dokumen desain
proyek, pengesahan, validasi, pendaftaran, implementasi dan pemantauan,
verifikasi dan sertifikasi dan penerbitan cer.
Pembiayaan proyek harus dipikirkan
oleh pengembang proyek dan disepakati antara investor dan tuan rumah dalam hal
pembagian bebannya. Biaya tersebut meliputi: biaya transaksi, pungutan pajak
dan biaya administrasi. Untuk menjembatani kepentingan para peserta (investor
dan tuan rumah) Bank Dunia telah mengembangkan dana yang bernama Prototype
Carbon Fund (PCF) yang merupakan kontribusi para investor. Selain PCF Bank
Dunia juga membentuk Dana Karbon untuk Pengembangan Masyarakat (Community
Development Carbon Fund, CDCF). Di awal tahun 2003 Bank Dunia juga
meluncurkan dana karbon baru yang dikenal dengan nama BioCarbon Fund
(BCF). Sedangkan aspek teknis meliputi penentuan garis awal (baseline),
perolehan (additionality), kebocoran (leakage), dan cadangan
tetap (permanence).
Implementasi proyek CDM di sektor energi perlu
dipandang sebagai kesempatan untuk mengembangkan sumber-sumber energi yang
berkelanjutan. Pembangkit tenaga energi
meliputi: energi nuklir dan energi terbarukan. Energi terbarukan meliputi:
energi biomassa (biomass energy), tenaga air (hydro power),
tenaga angin (wind power), tenaga surya (solar heat and photovoltaic,
PV), dan tenaga panas bumi (geothermal). Dalam sektor kehutanan kegiatan
yang diizinkan untuk dijadikan proyek CDM adalah kegiatan aforestasi dan
reforestasi. Aforestasi adalah penanaman hutan kembali pada lahan yang sudah
tidak berhutan sejak 50 tahun yang lalu. Sedangkan reforestasi adalah penanaman
hutan kembali pada lahan yang tidak berupa hutan sebelum tahun 1990.
Suatu negara atau Pihak Konvensi
Perubahan Iklim yang hendak mengimplementasikan kegiatan CDM harus menjadi
Pihak Protokol Kyoto. Oleh karena itu, negara atau Pihak tersebut harus
mengesahkan Protokol Kyoto melalui ratifikasi. Jika negara tersebut bukan Pihak
Konvensi Perubahan Iklim, maka langkah yang harus diambil adalah melakukan
penerimaan (acceptance), pengesahan (approval), atau aksesi (accession)
atas Protokol. Protokol Kyoto terbuka untuk diratifikasi beberapa saat setelah
diadopsi pada tanggal 11 Desember 1997. Setelah meratifikasi Protokol Kyoto, agar
dapat berpartisipasi di dalam CDM suatu Pihak disyaratkan memiliki lembaga yang
ditunjuk untuk melakukan implementasi CDM. Dengan lembaga inilah Pihak investor
dan tuan rumah berurusan. Persiapan lain yang diperlukan untuk memperlancar
implementasi CDM adalah peningkatan kemampuan sumberdaya manusia yang berurusan
langsung dengan implementasi CDM, dan peningkatan kesadaran publik agar
memahami masalah ini dan berpartisipasi dalam proses implementasinya.
Menurut Protokol Kyoto Pasal 12,
selain untuk mencapai tujuan utama Konvensi Perubahan Iklim, CDM juga dirancang
untuk membantu negara berkembang dalam mencapai tujuan pembangunan
berkelanjutan. Tiga komponen utama yang harus diperhatikan dalam menunjang
pencapaian tujuan pembangunan berkelanjutan adalah kegiatan proyek harus
menunjang terjadinya pertumbuhan ekonomi (economic growth), kegiatan
tersebut juga harus meningkatkan kesejahteraan sosial (social welfare),
dan memperhatikan kelestarian lingkungan (environmental integrity).
Ada tiga topik penting yang menjadi
catatan terakhir penulis buku ini untuk mengatasi masalah perubahan iklim di
luar CDM (beyond CDM) yang “normal”. Tiga topik yang dipilih
masing-masing untuk mewakili aspek ekologis, teknis dan politis yang akan
berkembang di waktu yang akan datang, berturut-turut adalah pasar non-Kyoto,
CDM unilateral, dan isu supplementarity.
Daptar Pustaka
·
Murdiyarso,
Daniel., CDM: Mekanisme Pembangunan Bersih, Jakarta: Kompas, 2003.
Post a Comment